Sunday, 8 November 2020

Defy Me




Judul : Defy Me (Shatter Me #5)
Penulis : Tahereh Mafi
Tebal : 368 halaman
Penerbit : Electric Monkey

SHE WAS NEVER MEANT FOR YOU.
SHE WAS NEVER MEANT FOR ANY OF THIS.
THAT GIRL WAS SENTENCED TO DEATH THE MOMENT I NAMED HER JULIETTE.

Juliette Ferrars isn't who she thinks she is.

Nothing in her world is what it seemed. She thought she'd defeated The Reestablishmen. She thought she'd finally taken control of her life, her power, and her pain. But a lifetime of lies unravelling before her has changed at all.

Stronger, braver, and more resilient that ever, Juliette mist fight for life and love. But first she has to survive the war being waged against her mind.

She has to remember who she was.

Review:
Warning: Spoiler!

Sepertinya apa yang sudah dibangun dengan sangat bagus di buku sebelumnya hancur di buku ini. Akhirnya seri ini berubah menjadi dunia yang berputar di sekitar Juliette dan Warner. Segala hal lainnya tidak penting. Semua orang yang bukan teman mereka adalah orang jahat. Mungkin kalau hanya dilihat dari sudut pandang romance-nya, kisah Juliette dan Warner terkesan sangat menyedihkan. Dua orang yang ditakdirkan untuk bersama, namun harus selalu dipisahkan. 

Dan menurut saya, itu sangat konyol. Bukan berarti ide ceritanya jelek. Ada saja cerita cinta seperti ini di buku lain. Tapi penyampaiannya berbeda. Buku ini dipasarkan sebagai buku fantasi distopia. Bukan cerita seperti ini. Saat semuanya terbongkar dan ingatan Juliette akan masa lalunya dipulihkan, saya jadi merasa tertipu. Seakan semua hal yang dialami Warner dan Juliette di buku-buku sebelumnya tidak punya makna lagi. Nama Juliette saja jadi berubah. Dan dengan mudahnya, Juliette mengakui nama itu. Tidak masuk akal sama sekali.

Selain itu, karakter Warner berubah. Dia jadi cowok baik biasa, bukan sosok kompleks yang biasanya. Saya juga agak terganggu dengan adegan-adegan di mana orang lain selalu memergoki Warner dan Juliette habis berhubungan seks. Di buku keempat ada sih dan saya tidak masalah dengan itu. Tapi saat Kenji selalu menemukan mereka berdua dalam keadaan yang sama berkali-kali, saya kan jadi sadar juga. Kenapa penulis selalu ingin menunjukkan adegan seperti itu di bukunya?

Satu-satunya yang masih tetap oke adalah Kenji. Tapi saya takut buku selanjutnya karakternya malah ikutan ngaco. 

Saya kecewa dengan arah cerita yang diambil penulis. Terlalu aneh buat saya. Tapi saya sudah terlalu jauh untuk berhenti sekarang. Satu buku lagi!!!

3/5



No comments:

Post a Comment