Wednesday, 20 December 2017

The Winner's Curse


Judul : The Winner's Curse (The Winner's Trilogy #1)
Penulis : Marie Rutkoski
Tebal : 359 halaman
Penerbit : Bloomsbury Children Books

As a general’s daughter in a vast empire that revels in war and enslaves those it conquers, seventeen-year-old Kestrel has two choices: she can join the military or get married. But Kestrel has other intentions. One day, she is startled to find a kindred spirit in a young slave up for auction. 

Arin’s eyes seem to defy everything and everyone. Following her instinct, Kestrel buys him—with unexpected consequences. It’s not long before she has to hide her growing love for Arin. But he, too, has a secret, and Kestrel quickly learns that the price she paid for a fellow human is much higher than she ever could have imagined. 


Review:
Warning: Spoiler!

Jujur saja, saya tidak punya ekspektasi apa pun sama buku ini. Saya sempat mendengar kalau buku ini mirip The Hunger Games dan saya rasa kata "Winner" agak mengarah ke sana. Tapi lalu saya selesai membacanya. Dan saya tidak tahu harus bilang apa saking bagusnya. Saya sampai berbaring diam setelah selesai dan tidak bisa berhenti mengulang-ulang adegan di buku ini.

Kesan awal buku ini adalah kalau settingnya agak mirip genre historical romance. Soalnya ada bangsawan, pesta dansa, dan segala tetek-bengek zaman Victoria. Bahkan adegan awal saat Kestrel membeli Arin untuk menjadi budaknya, saya malah teringat pacuan kuda. Haha... Mungkin karena saya menggambarkan setting tempatnya di semacam arena balapan kuda kali ya.

Seratus halaman pertama hampir tidak ada kejadian yang berarti. Agak membosankan seperti kehidupan perempuan bangsawan zaman Victoria. Kestrel, sebagai putri dari jenderal yang terhormat, menghabiskan waktu mengikuti pesta dansa bersama sahabatnya, bermain kartu melawan gentleman, dan diam-diam bermain piano di rumahnya. Entah kenapa nuansa kesepian Kestrel terasa sekali walau dia tidak pernah bilang apa-apa. Saya suka karakternya yang bukan petarung dan lemah dalam berkelahi walaupun dia adalah anak jenderal yang dilatih ilmu bela diri dari kecil. Dan tentu saja. Yang bikin saya suka sama Kestrel adalah otak briliannya. Dia memang tidak jago berkelahi, tapi dia seorang penyusun strategi yang hebat. Semakin saya membaca, saya semakin respek dengan kemampuan Kestrel menganalisis situasi dengan kepala dingin. Selain itu, walaupun dia hebat dalam hal strategi, dia tidak ingin masuk militer ataupun mengikuti jejak ayahnya. Dia berpegang teguh dengan passion-nya sebagai pianis walaupun musik dianggap sebagai hal yang hanya dilakukan oleh kaum budak. Saya tidak tahu kenapa. Saya selalu suka orang seperti itu, menganggap kepintaran dan kekuasaan bukan segalanya. True to herself si Kestrel ini.

Awalnya, Arin hanyalah budak yang dibeli Kestrel dengan harga tinggi sampai-sampai hal itu jadi gosip yang mencolok. Sebenarnya saya agak bingung dengan sikap diam Kestrel setiap kali Arin menentangnya. Tapi akhirnya saya mengerti. Kestrel memang tidak pernah menganggap para budak sebagai budak. Dia bersikap baik dan netral kepada mereka semua. Dan untuk kasus Arin, Kestrel menganggap pria itu sebagai teman rahasianya. Karena Arin menyukai musik seperti dirinya. Kestrel bahkan tidak peduli dengan gosip-gosip bohong yang mengatakan kalau dia melakukan affair dengan Arin. Dia tetap membela siapa yang benar.

Kalau menginginkan aksi dan ketegangan, buku ini tidak cocok. Buku ini adalah romance di dalam setting perang, revolusi, dan perbudakan. Dan yang membuat saya suka sekali dengan buku ini adalah nuansanya yang sepi, sunyi, dan melankolis. Saya bisa merasakan itu di setiap narasi Kestrel. Agak kasihan sih saat dia dikhianati oleh Arin. Tapi caranya memberontak dalam diam membuat saya semakin salut sama dia. Dia juga bisa memahami sudut pandang Arin dan bangsa cowok itu yang diperbudak. Walaupun di awal saya tidak terlalu suka Arin, lama-lama saya luluh juga melihat rasa sayangnya pada Kestrel. Perlahan Arin yang tadinya benci sama Kestrel, jadi sayang banget sama gadis itu. Wow. Slow burn romance yang sangat memuaskan sekali. Yah, saya suka banget romance model begini. Apalagi semua tindakan dan keputusan yang dilakukan Kestrel dan Arin membuktikan kalau mereka benar-benar pasangan yang meant to be. Kasihan banget endingnya. Sumpah. Saya sudah lama sekali tidak pernah menemukan romance yang bisa bikin saya nangis terus. Padahal adegan-adegannya sederhana. Tidak perlu banyak kata-kata. Hanya gestur-gestur kecil di antara Kestrel dan Arin. Pokoknya saya bisa merasakan keputusasaan dan kesedihan keduanya.

Katanya, buku kedua dan ketiganya lebih bagus dari buku pertamanya. Saya jadi takut sendiri. Saya tidak tahu apakah jantung saya kuat diremas-remas dan diaduk-aduk lebih jauh lagi.

Oh, ya. Konsep Winner's Curse itu bagus sekali. Saya suka!

5/5

No comments:

Post a Comment