Sunday, 29 December 2013

The Sum of All Kisses


Judul : The Sum of All Kisses (Smythe-Smith Quartet #3)
Penulis : Julia Quinn
Tebal : 384 halaman
Penerbit : Piatkus

Hugh Prentice has never had patience for dramatic females, and if Lady Sarah Pleinsworth has ever been acquainted with the words shy or retiring, she's long since tossed them out the window. Besides, a reckless duel has left this brilliant mathematician with a ruined leg, and now he could never court a woman like Sarah, much less dream of marrying her.

Sarah has never forgiven Hugh for the duel he fought that nearly destroyed her family. But even if she could find a way to forgive him, it wouldn't matter. She doesn't care that his leg is less than perfect, it's his personality she can't abide. But forced to spend a week in close company they discover that first impressions are not always reliable. And when one kiss leads to two, three, and four, the mathematician may lose count, and the lady may, for the first time, find herself speechless ...

Review:
Kalimat terakhir sinopsis di belakang bukunya keren uy... *nggak penting

Terus-terang seri Smythe-Smith Quartet ini kurang bikin greget, tidak seperti seri Bridgerton. Tapi saya sudah suka dengan gaya penulisan Julia Quinn yang ringan dan witty, jadi saya selalu bisa menikmati karya-karya penulis. Buku ini menghibur, tapi tidak istimewa.

Saya lebih suka tokoh Hugh dan Sarah dibanding pasangan di buku kedua: Daniel dan Anne. Saya suka sifat tenang Hugh, saya juga suka sikap blak-blakan Sarah. Interaksi mereka cukup menarik untuk diikuti, apalagi obrolan adik-adik Sarah yang nggak bisa diam. Semuanya mengingatkan saya pada keakraban dan keisengan keluarga Bridgerton. Ya, saya memang penggemar maniak keluarga fiktif itu. Jadi, Smythe-Smith tidak bisa mengalahkan keluarga itu. Hehe...

Walaupun ceritanya cukup bagus, entah kenapa kurang memorable. Yah, saya ingat soal ayah Hugh yang super menyebalkan. Omongannya itu bikin jijik sewaktu dia menyekap Hugh. Bisa-bisanya ada ayah seperti itu. Kasihan si Hugh. 

Pokoknya sih saya tetap terhibur dengan buku ketiga ini. Saya penasaran dengan buku selanjutnya yang menceritakan tentang Iris. Saya sudah suka Iris sejak buku pertama karena dia itu diam-diam maut. Kalau dia ngomong pasti tajam dan mengena gitu, padahal sosoknya pirang dan digambarkan transparan saking putihnya. Kontras banget sama kepribadiannya.

3/5

No comments:

Post a Comment