Judul : Mansfield Park
Penulis : Jane Austen
Penulis : Jane Austen
Tebal : 618 halaman
Penerbit : Qanita
Fanny Price akhirnya terbebas dari kemiskinan setelah diadopsi sang Paman di Mansfield Park, sebuah kediaman bangsawan. Namun, di tempat itu, Fanny sangat sulit beradaptasi dengan kelas sosial yang tinggi. Ia juga sering diperlakukan bak pelayan oleh sepupu-sepupunya. Hanya Edmund yang menyayangi dan menghormati Fanny layaknya saudari sendiri.
Kebaikan Edmund membuat Fanny lambat laun jatuh cinta. Malangnya, hati Edmund sudah terlanjur tertambat kepada Mary Crawford, seorang gadis bangsawan. Fanny pun harus puas hanya dengan memandang Edmund dari jauh, terlebih setelah Edmund berkata dia ingin menikahi Mary. Tanpa diduga, pada saat bersamaan, Henry Crawford, adik laki-laki Mary, mendekati Fanny dan berusaha merebut hatinya. Apa yang akan dilakukan Fanny? Bisakah dia melupakan Edmund dan beralih kepada Henry?
Kebaikan Edmund membuat Fanny lambat laun jatuh cinta. Malangnya, hati Edmund sudah terlanjur tertambat kepada Mary Crawford, seorang gadis bangsawan. Fanny pun harus puas hanya dengan memandang Edmund dari jauh, terlebih setelah Edmund berkata dia ingin menikahi Mary. Tanpa diduga, pada saat bersamaan, Henry Crawford, adik laki-laki Mary, mendekati Fanny dan berusaha merebut hatinya. Apa yang akan dilakukan Fanny? Bisakah dia melupakan Edmund dan beralih kepada Henry?
Review:
Sepertinya Jane Austen senang menceritakan kisah cinta banyak tokoh dalam satu novel. Kalau di Pride And Prejudice ada Elizabeth Bennett dan saudara-saudara perempuannya, di Mansfield Park ada Fanny Price dan saudara-saudara sepupunya.
Sesuai dengan judulnya, kisah ini berputar di dalam Mansfield Park. Bagi Fanny Price, Mansfield Park adalah rumahnya dan hidupnya. Sejak ia diadopsi oleh keluarga pamannya, ia tidak lagi cocok dengan keluarga lamanya yang kurang terpelajar. Inilah salah satu kehebatan penggambaran karakter dari Jane Austen. Fanny yang pendiam dan pemalu memiliki kepribadian yang cukup kompleks. Interaksinya dengan orang-orang sekitarnya membuat saya bisa mengenal seorang Fanny yang sangat ordinary.
Yang saya suka dari karya Jane Austen adalah dialog di antara tokoh-tokoh yang memiliki karakter seperti orang normal. Tidak ada sosok yang sempurna, semuanya memiliki kelebihan juga kekurangan masing-masing. Edmund digambarkan sebagai pria sabar tapi bimbang dan tidak bisa menentukan keputusan, Mary Crawford memiliki cara berpikir yang suka meremehkan namun sangat setia kawan, Henry Crawford yang congkak dan gampang berubah-ubah namun sangat sopan, dan masih banyak tokoh lainnya.
Tapi sayang, ceritanya sangat datar. Karakter ini berkunjung, mengobrol, bikin pesta, Edmund bimbang, Fanny mengamati keadaan, kerabat sakit, ayah pulang, mengunjungi keluarga, bla bla bla... Sangat realistis sih. Lagipula apa yang bisa dilakukan oleh kaum-kaum bangsawan masa itu selain hal-hal membosankan? Itu sebabnya saya bosan sekali membaca buku ini. Tidak ada klimaksnya. Hanya menceritakan kehidupan saja. Saya juga tidak suka tokoh utama pria yang plin-plan dan bimbang seperti Edmund. Tiap kali nanya hal yang sama terus sama Fanny. Dia kan pendeta dan si Mary Crawford suka menghina profesinya. Tapi dia ingin menikahi gadis itu. Jadi apa yang harus dilakukan? Maju, mundur, maju, mundur... Ampun, deh. Maunya apa sih ini orang? Eaaaa...
2/5
Sepertinya Jane Austen senang menceritakan kisah cinta banyak tokoh dalam satu novel. Kalau di Pride And Prejudice ada Elizabeth Bennett dan saudara-saudara perempuannya, di Mansfield Park ada Fanny Price dan saudara-saudara sepupunya.
Sesuai dengan judulnya, kisah ini berputar di dalam Mansfield Park. Bagi Fanny Price, Mansfield Park adalah rumahnya dan hidupnya. Sejak ia diadopsi oleh keluarga pamannya, ia tidak lagi cocok dengan keluarga lamanya yang kurang terpelajar. Inilah salah satu kehebatan penggambaran karakter dari Jane Austen. Fanny yang pendiam dan pemalu memiliki kepribadian yang cukup kompleks. Interaksinya dengan orang-orang sekitarnya membuat saya bisa mengenal seorang Fanny yang sangat ordinary.
Yang saya suka dari karya Jane Austen adalah dialog di antara tokoh-tokoh yang memiliki karakter seperti orang normal. Tidak ada sosok yang sempurna, semuanya memiliki kelebihan juga kekurangan masing-masing. Edmund digambarkan sebagai pria sabar tapi bimbang dan tidak bisa menentukan keputusan, Mary Crawford memiliki cara berpikir yang suka meremehkan namun sangat setia kawan, Henry Crawford yang congkak dan gampang berubah-ubah namun sangat sopan, dan masih banyak tokoh lainnya.
Tapi sayang, ceritanya sangat datar. Karakter ini berkunjung, mengobrol, bikin pesta, Edmund bimbang, Fanny mengamati keadaan, kerabat sakit, ayah pulang, mengunjungi keluarga, bla bla bla... Sangat realistis sih. Lagipula apa yang bisa dilakukan oleh kaum-kaum bangsawan masa itu selain hal-hal membosankan? Itu sebabnya saya bosan sekali membaca buku ini. Tidak ada klimaksnya. Hanya menceritakan kehidupan saja. Saya juga tidak suka tokoh utama pria yang plin-plan dan bimbang seperti Edmund. Tiap kali nanya hal yang sama terus sama Fanny. Dia kan pendeta dan si Mary Crawford suka menghina profesinya. Tapi dia ingin menikahi gadis itu. Jadi apa yang harus dilakukan? Maju, mundur, maju, mundur... Ampun, deh. Maunya apa sih ini orang? Eaaaa...
Menurut saya, buku ini kurang fokus dan ceritanya menyebar ke mana-mana. Nggak jelas. Bahkan endingnya juga datar.
2/5
Mungkin karena seperti itulah karakter orang 'jaman dulu' ya.. kurang ekspresif gitu, hehe..
ReplyDeleteBaca Pride n Prejudice pun sebenernya sedikit bikin bosen ya, pengen cepet2 selesai walau penasaran, hihih..
ya, karakternya bener2 kuno gitu. Pride n Prejudice emank bosenin, tapi lumayan bisa ngerti kenapa banyak orang yang suka hehe...
Delete