Thursday, 29 December 2016

Isla and The Happily Ever After


Judul : Isla and The Happily Ever After (Anna and The French Kiss #3)
Penulis : Stephanie Perkins
Tebal : 339 halaman
Penerbit : Speak

Hopeless romantic Isla has had a crush on introspective cartoonist Josh since their first year at the School of America in Paris. And after a chance encounter in Manhattan over the summer, romance might be closer than Isla imagined. But as they begin their senior year back in France, Isla and Josh are forced to confront the challenges every young couple must face, including family drama, uncertainty about their college futures, and the very real possibility of being apart. 


Review:
Sudah saya duga, ternyata saya suka novel ini. Gara-gara si kartunis romantis bernama Josh. Ahay! Dari awal saya langsung suka karena Josh adalah nama favorit saya. Saya bahkan menggunakannya dalam novel tulisan saya.

Abaikan paragraf di atas. Tentu saja bukan hanya Josh yang bikin saya suka sama novel ini.

Buku ini mengisahkan soal Isla, cewek yang sempat muncul di buku pertama. Dia sudah lama naksir Josh, tapi terlalu malu untuk mendekati cowok itu. Dia hanya menyaksikan dari jauh saat Josh berpacaran dengan cewek lain. 

Namun hari itu, Isla baru saja ke dokter gigi dan makan obat yang membuatnya jadi agak fly. Dia kebetulan pergi ke kafe dan bertemu Josh. Obat itu membuatnya berani dan mengajak Josh mengobrol. Pertemuan itu berakhir dengan Josh yang mengantarnya pulang ke rumahnya.

Hanya satu hari itu sepanjang liburan musim panasnya di New York. Isla baru bertemu Josh lagi di Paris saat sekolah dimulai. Mereka jadi dekat dan saling jatuh cinta. Sampai bagian ini, saya jujur merasa bosan. Isinya hanya kisah cinta buta yang berkembang terlalu cepat. Tidak ada plot selain keromantisan. Memang, saya tetap bersemangat setiap kali Josh muncul. Iya, iya, saya bias kalau soal Josh. Tapi serius. Seorang cowok keren melukismu. Tatapan matanya mempelajari setiap garis dan cahaya di sekitarmu. Kalau saya sih sudah pingsan di tempat. Hahahahaha...

Tapi saya masih tidak suka dengan sikap Josh yang seenaknya bolos. Isla yang cinta mati bukannya menegur, malah tetap memuja Josh. Ini cewek memang tidak punya hal lain di otaknya selain Josh. Sahabatnya sendiri dilupakan. Pelajaran sekolahnya menurun karena Josh juga. Tapi saya mengerti. Saya mungkin juga bakal seperti itu kalau ada cowok seperti Josh. Iya, saya bias lagi. Saya bakal mengorbankan jam tidur buat belajar, sedangkan sisa waktunya saya habiskan bersama Josh. Aihhh... Maafkan penulis review gila satu ini.

Lalu mereka pergi ke Barcelona bersama-sama di akhir minggu, padahal aturan sekolah mereka melarang murid-murid pergi ke kota lain. Singkat kata, mereka ketahuan. Bagian ini agak bikin saya mengernyit. Lebay parah. Sikap Josh dan Isla sudah kayak dunia mau kiamat saja. Saya mengerti kalau seorang murid teladan yang tahu aturan pasti panik dihadapkan pada kemungkinan dimarahi guru. Tapi tetap saja lebay. Terus waktu akhirnya Josh dikeluarkan dari sekolah, mereka berdua juga makin gila. Seriusan. Masih ada telepon dan email kan? Kenapa sih sampai nangis-nangis saat berpisah? Kan sudah konsekuensinya melanggar aturan. Dua-duanya sangat tidak dewasa.

Nah, sekarang kalian pasti bingung kenapa saya bisa suka buku ini padahal saya protes terus dari tadi. Sebenarnya yang bikin saya suka sekali buku ini adalah setengah bagian akhirnya saat Isla dan Josh terpisah. Satu di Paris dan satu di New York. Ponsel Josh juga disita sehingga mereka sulit untuk berkomunikasi. Di sini saya bisa melihat perjuangan mereka melakukan hubungan jarak jauh dan mengatasi rasa tidak percaya di antara mereka. Maksud saya, mereka baru kenal dan jatuh cinta terlalu cepat. Isla sendiri baru sadar kalau dia tidak betul-betul mengenal Josh. Dia hanya membangun sosok sempurna di otaknya dan terkejut kalau ternyata Josh tidak sesempurna itu. Lalu Josh memberikan komik ciptaannya yang berkisah tentang hidup Josh selama sekolah di Paris kepada Isla. Narsis banget ya bikin komik tentang diri sendiri, haha... Di sinilah saya baru bisa mengenal sosok Josh yang sebenarnya. Sikap penyendiri dan depresinya membuat saya semakin merasa kalau Josh manusia nyata dan bukan sekadar cowok keren idaman. Saya mulai bisa memahami kenapa dia terkesan tidak peduli pada apapun.

Dan satu lagi yang saya suka dari novel ini adalah tokoh Isla. Jujur, saya tidak suka dengan tokoh ini. Dia minder sekali. Dia bahkan sempat kesal saat harus membahas masa depan. Dia merasa tidak punya tujuan. Dia pintar, nilai bagus, tapi dia tidak tahu apa yang dia suka. Tidak seperti Josh yang sudah tahu kalau dia ingin jadi kartunis dan sangat mendalami hobinya. Isla juga sangat insecure. Dia takut kalau dia tidak pantas untuk Josh dan bahkan tidak percaya kalau Josh benar-benar mencintainya. Bukan tokoh yang likable kan? Tapi dia masih remaja dan saya pernah berada di titik itu. Dan  Isla seperti jelmaan saya sendiri. Semua isi kepalanya, kecemasannya, rasa mindernya yang super luar biasa... Saya seakan membaca diri saya sendiri. Bahkan saya masih punya sisi jelek itu sampai sekarang walau porsinya sudah berkurang. Jadi saat orang-orang di sekitar Isla memarahinya, saya merasa ikut tertampar. 

Sumpah. Ini novel personal banget buat saya. Cuma sayangnya di dunia nyata tidak ada cowok kayak Josh. Saya memang punya kelemahan sama orang seni yang melankolis. Endingnya itu... Mana ada cowok yang bakal mikir sejauh itu buat baikan sama ceweknya? 

Bagus banget. Saya curiga Stephanie Perkins mirip seperti Isla. Karena bagaimana bisa dia menuliskan sesuatu sepribadi itu dengan akurat? Penulis juga pasti orang yang sangat romantis. Di bagian ucapan terima kasih, dia menuliskan ungkapan perasaannya buat suaminya. Dan itu bikin terharu.

"Finally, thank you for Jarrod Perkins. I'm crying now just because I typed your name. I love you more than anyone. Ever. Times a hundred million billion. Etienne, Cricket and Josh - they were all you, but none of the, came even close. You are my best friend. You are my true love. You are my happily ever after."

Dari segi cerita saya lebih suka buku pertama, cuma saya paling suka tokoh utama di buku ini.

Seri Anna and The French Kiss:
3. Isla and The Happily Ever After

5/5

No comments:

Post a Comment