Tuesday 1 September 2015

Leaving Paradise


Judul : Leaving Paradise (Leaving Paradise #1)
Penulis : Simone Elkeles
Tebal : 303 halaman
Penerbit : Flux

Nothing has been the same since Caleb Becker left a party drunk, got behind the wheel, and hit Maggie Armstrong. Even after months of painful physical therapy, Maggie walks with a limp. Her social life is nil and a scholarship to study abroad—her chance to escape everyone and their pitying stares—has been canceled.

After a year in juvenile jail, Caleb’s free . . . if freedom means endless nagging from a transition coach and the prying eyes of the entire town. Coming home should feel good, but his family and ex-girlfriend seem like strangers.

Caleb and Maggie are outsiders, pigeon-holed as "criminal" and "freak." Then the truth emerges about what really happened the night of the accident and, once again, everything changes. It’s a bleak and tortuous journey for Caleb and Maggie, yet they end up finding comfort and strength from a surprising source: each other.
 


Review:
Saya sebenarnya tidak begitu memperhatikan sinopsis di belakang buku sewaktu memutuskan membaca buku ini. Saya hanya tahu kalau ini kisah romance remaja. Tapi begitu membaca beberapa halaman pertama, saya cukup terkejut. Ternyata hubungan Caleb dan Maggie penuh kepahitan dan skandal. 

Saya selalu suka tipe cerita benci jadi cinta. Sangat klasik menurut saya. Apalagi kejadiannya sedramatis kisah di buku ini. Si cewek jadi pincang karena si cowok menabraknya dengan mobil sewaktu mabuk. Mungkin terkesan biasa saja, namun ada banyak masalah lain di balik semua itu. Caleb adalah tetangga Maggie dan Maggie bersahabat dengan adik kembar Caleb. Belum lagi, Maggie naksir Caleb sejak kecil. 


Apa yang membuat saya betah membaca buku ini adalah kehidupan sehari-hari Maggie dan Caleb sebagai remaja yang punya masalah. Maggie berusaha menerima kepincangannya dan menerima kenyataan kalau ia tak akan pernah bergabung dalam klub tenis lagi. Ia yang tadinya populer harus turun kasta karena keadaannya. Di sisi lain, Caleb yang baru keluar dari penjara harus beradaptasi dengan kehidupan barunya. Ia harus menghadapi Maggie yang membencinya dan keluarganya yang tidak lagi normal akibat kecelakaan yang disebabkannya. Ia juga terpaksa menyadari kalau dirinya sudah berubah dan merasa tidak cocok dengan kalangan teman lamanya. 

Entah kenapa saya merasa sedih sepanjang membaca buku ini. Seakan segalanya tidak berjalan mulus untuk Caleb dan Maggie. Saya bisa merasakan bagaimana mereka berjuang untuk fit in di sekolah meski dengan beban masa lalu yang menghantui. Mereka hanya anak remaja yang masih labil, tapi tekanan masyarakat memang tidak bisa diabaikan. Anehnya, mereka malah menemukan kenyamanan dalam diri satu sama lain. Seharusnya mereka tidak bersama dan jatuh cinta saat masa lalu masih mengejar dan menjadi ganjalan. 

Saya suka sekali ceritanya. Saya bisa melihat perubahan karakter Maggie dari yang membenci diri sendiri hingga mau menerima keadaannya. Saya bahkan menyukai sosok Caleb yang selalu merasa menyesal dan kecewa atas situasi di hadapannya. Saya justru tidak begitu suka dengan romance-nya yang terasa terlalu terburu-buru. Saya lebih suka membaca interaksi keduanya dengan kehidupan di sekitar mereka. 

Dan rahasia yang terungkap di akhir cukup bikin saya terkejut karena tidak disangka-sangka. Ending-nya juga menggantung dan bikin saya penasaran sama kelanjutannya. Pokoknya buku ini bagus banget, lebih bagus jauh dari seri Perfect Chemistry-nya si penulis.

Sepertinya saya sedang suka cerita remaja yang mencoba untuk tumbuh dan mencari jati dirinya. Kebetulan buku ini cocok dengan selera saya saat ini. Hehe...

5/5

No comments:

Post a Comment