Judul : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Tebal : 406 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pendukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun...
Review:
Sudah lama saya tidak membaca sastra Indonesia. Ada rasa kangen yang muncul sewaktu saya membaca paragraf-paragraf di dalam buku ini. Begitu membumi, nyata, dan dekat dengan realita sosial. Gaya penulisan Ahmad Tohari yang sederhana dan detail membuat saya betah berlama-lama membaca buku ini. Saya sempat berpikir kalau saya akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan buku ini. Ternyata hanya dalam beberapa hari saja saya sudah menyelesaikannya.
Dukuh Paruk merupakan sebuah desa kecil yang sangat bodoh dan terbelakang. Mereka terkenal dengan ronggengnya, ronggeng yang katanya dipilih oleh nenek moyang mereka. Setiap generasi akan memunculkan ronggeng yang akan menjadi simbol dari Dukuh Paruk. Kali ini ronggeng yang dipilih adalah Srintil.
Ronggeng adalah kebanggaan Dukuh Paruk. Srintil disayang oleh semua penduduk, dimanjakan, dimandikan, diberikan barang-barang mahal, dan bahkan diidolakan bagaikan dewi. Hanya Rasus yang kesal dan membenci keadaan itu. Rasus jatuh cinta pada Srintil, namun tidak bisa menerima kewajiban Srintil sebagai ronggeng. Rasus menginginkan Srintil untuk dirinya sendiri. Karena kekecewaannya, Rasus pergi merantau dan bekerja sebagai asisten prajurit.
Ronggeng yang dibanggakan oleh Dukuh Paruk sebenarnya adalah wanita penghibur di mata orang lain. Ronggeng akan menari dan melayani pria yang memberikan bayaran tertinggi. Dukuh Paruk sangat senang jika Srintil laku dan dicari laki-laki. Bahkan para istri begitu bangga jika suaminya pernah mencicipi tubuh Srintil. Ugh.
Tapi Srintil punya panggilan alamnya sendiri. Seiring dengan pertumbuhannya, dia ingin menjadi wanita normal. Ia ingin punya keluarga, punya anak, punya suami. Ia ingin melayani satu laki-laki saja, menjadi istri bagi Rasus, sahabat masa kecilnya.
Rasus jarang pulang ke Dukuh Paruk setelah ia menjadi prajurit. Dalam perjalanannya, ia sadar betapa parahnya kehidupan di Dukuh Paruk. Tapi ada kerinduan dalam dirinya pada kampung halamannya, pada sosok wanita yang dicintainya. Namun Rasus masih ragu. Ia takut terjebak di desa kuno itu.
Buku ini dibagi ke dalam tiga bagian: Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Bagian pertama diceritakan dari sisi Rasus yang mengamati Srintil beranjak dewasa dan dipilih menjadi ronggeng. Bagian kedua menceritakan kehidupan Srintil setelah ditinggal Rasus, sedangkan bagian ketiga adalah masa-masa PKI datang ke Dukuh Paruk serta kembalinya Rasus ke desa itu.
Ronggeng Dukuh Paruk menyihir saya dengan ketenangannya, kebutaannya pada dunia luar, dan kecintaannya pada tradisi. Walaupun mereka bodoh, saya begitu mengagumi kesetiaan penduduknya pada desa mereka. Saya kasihan pada Srintil yang terjebak dalam statusnya sendiri. Saat ia mulai menginginkan hal-hal sederhana seperti pernikahan, saya hanya bisa menatap sinis pada impiannya. Cintanya yang lugu pada Rasus begitu menyedihkan. Tidak punya pendidikan dan mudah ditipu. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dirasakannya saat dipenjara dan difitnah sebagai anggota PKI. Saya benar-benar salut akan keberaniannya menghadapi hari esok setelah menyadari betapa kotor dan kecil dirinya di tengah masyarakat Indonesia.
Ending buku ini terasa tragis karena segalanya sudah terlambat. Saya menyayangkan Rasus yang terlambat menyadari takdirnya yang terikat dengan Dukuh Paruk. Seandainya ia mau menerima harapan orang-orang desanya sejak awal, ia mungkin tidak akan menghadapi penyesalan.
Buku ini luar biasa. Indah dan tragis. Kebetulan saya memang lagi suka dengan cerita sedih model begini, jadi saya sangat menikmati kisah Ahmad Tohari ini. Jleb banget!
Salah satu karya sastra Indonesia yang sangat recommended.
5/5
No comments:
Post a Comment