Judul : The Second Best
Penulis : Morra Quatro
Tebal : 256 halaman
Penerbit : Gagasmedia
Bagi Gwen, jatuh hati kepada Aidan terasa mudah. Hatinya selalu tertuju kepada dirinya. Namun, hati Aidan sulit dijangkau olehnya.
Lalu, Edgar hadir menawarkan rasa yang sehangat lagu cinta. Bersamanya, yang Gwen tahu adalah ia tak terlalu merasa sakit--karena hati Edgar selalu terbuka untuk dirinya.
Namun, cobalah tanya hati sekali lagi. Benarkah Edgar adalah sosok pilihan kedua terbaiknya? Atau... diam-diam Aidan masih ia rindukan?
Lalu, Edgar hadir menawarkan rasa yang sehangat lagu cinta. Bersamanya, yang Gwen tahu adalah ia tak terlalu merasa sakit--karena hati Edgar selalu terbuka untuk dirinya.
Namun, cobalah tanya hati sekali lagi. Benarkah Edgar adalah sosok pilihan kedua terbaiknya? Atau... diam-diam Aidan masih ia rindukan?
Review:
Sumpah, deh. Saya tidak tahu kenapa penulis satu ini sangat unik. Buku-buku yang ditulisnya itu selalu punya ciri khas yang tidak bisa dibantah lagi. Ada kesan misterius, gelap, bittersweet, rindu yang jauh, dan kelam. Mungkin karena settingnya selalu diambil di tahun 1990-an atau awal 2000-an kali ya. Jadi, tidak ada kesan glamor dan modern yang berkilau gitu?
Entahlah. Tapi saya selalu excited tiap kali membaca buku Morra Quatro. Penasaran bakal bertemu karakter unik seperti apa lagi. Biasanya tokoh cowoknya itu sangat memorable.
Seperti buku ini. Jujur saja, cara Aidan muncul diperkenalkan pertama kali itu biasa saja. Tapi entah kenapa kok berkesan banget gitu. Padahal Edgar itu lebih menonjol dan kuat di depan. Bahkan walau Edgar maju lebih awal dan Gwen jadian dengannya, saya tetap berpendapat sama dengan Gwen. Kurang sreg 100% gitu.
Tapi insting memang tidak bisa berbohong. Semakin lama sosok si Aidan itu semakin nyata dan penuh. Padahal dia cuma ada di latar belakang saja. Hal-hal yang dia lakukan juga sepele dan tidak terlalu istimewa. Tapi ya gitulah. Tidak aneh kalau kerap kali tatapan Gwen tertarik ke arah yang salah. Pahit-pahit manis banget. Ada kesan sedih dan muram yang bikin saya betah banget bacanya. Sayangnya, karakterisasi dan plot agak aneh di beberapa bagian, tapi saya suka endingnya. Jleb uy.
Penulis satu ini memang suka membahas kehidupan kuliah di masa lampau dan organisasi idealis ala mahasiswa. Entah itu dalam bidang nasionalis, jurnalis, sains, ataupun musik. Tapi asyik saja mencampurkan hal-hal besar dan makro seperti itu ke dalam kehidupan romansa remaja biasa.
4/5
No comments:
Post a Comment