Saturday, 31 January 2015

Sorgum Merah


Judul : Sorgum Merah
Penulis : Mo Yan
Tebal : 548 halaman
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta

Merangkum tiga generasi, Sorgum Merah, novel tentang keluarga dan mitos, diungkapkan melalui serangkaian kilas balik. Menggambarkan berbagai peristiwa yang sangat mencekam dengan lanskap yang begitu indah, tatkala rakyat Cina menghadapi pasukan penjajah Jepang serta rekan sebangsanya dalam masa peperangan yang bergejolak liar pada tahun 1930-an.


Review:
Yang membuat saya tertarik membaca buku ini adalah penulisnya yang kebetulan memenangkan hadiah Nobel sastra tahun 2014 lalu. Buku ini saya dapatkan dari Secret Santa Desember kemarin. Awalnya, saya kira bakal lama bacanya. Tapi ternyata cuma seminggu doang selesai. 

Seperti sinopsisnya, buku ini menceritakan kehidupan di sebuah desa kecil di Cina pada tahun 1930-an. Gaya penceritaannya sangat unik karena menggunakan sudut pandang si cucu. Si cucu ini menceritakan latar belakang kakek, nenek, ayah, dan ibunya sewaktu desa mereka diserang Jepang.

Generasi pertama adalah si Nenek yang dijodohkan dengan anak keluarga kaya pemilik ladang sorgum serta pabrik arak sorgum. Si Nenek ini berkepribadian kuat dan pemberontak. Ia membenci ayahnya yang menjodohkan dirinya dengan laki-laki kaya namun menderita kusta. Dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya, si Nenek bertemu Yu Zhan'ao yang kelak akan menjadi si Kakek. Yu Zhan'ao bekerja sebagai penarik tandu pengantin milik Nenek. Orangnya kasar dan menggebu-gebu, tidak segan-segan membunuh demi kepentingan pribadinya.

Pertemuan Nenek dan Kakek adalah cinta pada pandangan pertama. Demi mendapatkan Nenek, Kakek membunuh calon suami serta calon mertua Nenek. Dia bahkan menodai Nenek di ladang sorgum merah. Nantinya, si Nenek yang dianggap janda (padahal belum benar-benar resmi menikah) akan mewarisi semua kekayaan serta perusahaan keluarga calon suaminya.

Generasi kedua adalah si Ayah yang bernama Douguan. Dia sangat menurut pada si Kakek yang adalah ayahnya. Pada masa remajanya, Jepang datang menyerang desanya. Kakek yang terkenal sebagai Komandan Yu dan pernah memimpin sepasukan bandit itu mengumpulkan anak buahnya dan dengan gagah berani melawan Jepang dengan senjata seadanya. Dalam perang dan kebrutalan keadaan, Douguan menyelamatkan seorang gadis remaja yang bersembunyi di dalam sumur bersama mayat adiknya. Gadis itulah yang akan menjadi si Ibu.

Cerita ini dibagi ke dalam lima bagian. Setiap bagiannya terdiri atas bab-bab pendek yang menceritakan sebagian dari kisah keluarga si tokoh utama. Yang membuat saya kesal adalah ceritanya yang tidak berurutan. Kejadian-kejadian dalam buku ini dituturkan secara acak dan saya hanya bisa menyatukan semuanya di akhir buku. Memang kesannya unik, tapi justru menurut saya bikin bingung. Sebentar cerita si Ibu, lalu cerita si Ayah, lalu cerita si Kakek waktu masih kecil, lalu cerita si Nenek sewaktu mau nikah, dst. Saya penasaran, si penulis memangnya nggak pusing ya nulis secara acak begini?

Saya selalu suka cerita fiksi sejarah yang membahas generasi keluarga. Buku ini sangat kental dengan deskripsi settingnya yang bikin depresi. Perang dan kehancuran digambarkan dengan sangat jelas. Saya bisa merasakan betapa frustrasinya para penduduk yang berusaha bertahan hidup dalam kelaparan. 

Lalu, apakah arti dari sorgum merah? Sorgum merah selalu ada dalam setiap adegan. Tanaman itu begitu tenang dan tumbuh subur di tengah lahan peperangan itu. Sorgum merah seperti melambangkan kekuatan dan tekad yang membara dari para penduduk desa dalam menghadapi Jepang. Sorgum memberi mereka tenaga, sorgum juga menyaksikan kematian mereka. Kata sorgum merah mungkin ada ribuan kali muncul di buku ini sampai akhirnya saya benci sama tanaman ini. 

Penggambaran Mo Yan akan perang sangat sadis dan kejam. Usus, otak, darah, dan entah apa lagi muncul di buku ini. Ada satu adegan yang bikin saya meringis jijik. Seorang pria dihukum dengan dipotong telinganya satu demi satu dan terakhir dikuliti hidup-hidup. Sinting!!!! Selain itu, tokoh si Kakek juga agak mengganggu saya. Memang, semua tokoh di sini kan penduduk desa zaman dulu. Mereka sudah pasti tidak berpendidikan dan sangat kasar. Tapi si Kakek ini selain seorang pembunuh, pemimpin bandit, juga tukang selingkuh. Katanya cinta mati sama si Nenek, tapi tetap saja selingkuh. Terus si Nenek cemburu dan sikapnya kelihatan banget. Lucu sih. Cuma si Kakek nggak sensitif, dikiranya si Nenek wanita gila yang nggak mau akur sama gundiknya. Walaupun begitu, Kakek adalah sosok berharga diri tinggi dan pemberani. Saya harus memuji kesetiaannya untuk membela negara dan desanya. Dia berinisiatif melawan Jepang tanpa diminta siapapun. 

Novel ini menggambarkan kekejaman dari awal sampai akhir. Bukan tipe buku yang saya sukai sih, tapi anehnya saya cukup suka dengan ceritanya. Kerasa banget nuansa perangnya. Belum lagi tokoh-tokohnya yang begitu nyata dan kompleks. Mereka semua bukan orang baik yang heroik dan hebat, tapi mereka memegang prinsip dengan teguh. Yah, memang sih saya tetap tidak suka sama si Kakek. Seharusnya dia dihukum atas semua kejahatannya dan bukannya jadi salah satu tokoh pahlawan.

Kesimpulannya, buku ini keren tapi tidak sebagus yang saya kira. Sebagai pemenang Nobel sastra, buku ini tidak menyuguhkan apa-apa selain menonjolkan kekerasan.

Oh, ya. Buku ini sudah difilmkan tahun 1987 oleh sutradara terkenal Zhang Yimou. 

4/5

Catatan
Seperti yang sudah disebutkan di atas, buku ini adalah hadiah dari Secret Santa. Sebelumnya, saya minta maaf karena posting-nya telat. Harusnya kemarin. Tapi saya baru pulang jam dua belas malam kemarin ini, jadi nggak sempat nulis review.

Saatnya nebak identitas si Santa. 

Namaku Hiroko. Pada sebuah Kapal yang mengantar Keberangkatan-ku Dari Fontenay ke Magallianes, sebuah Tirai Menurun. Langit dan Bumi Sahat Kami menjadi saksi Pertemuan Dua Hati. Sebuah Lorong di Kotaku di Sekayu menampakkan Padang Ilalang di Belakang Rumah dan Kuncup Berseri.

Perjalananku beruntun Dari Parangakik ke Kampuchea, sampai Kemayoran. Dari Fontenay Ke Magallianes, hingga akhirnya aku tiba, di Jepun Negerinya Hiroko.

Karena saya tidak berbakat jadi detektif dan nggak bisa mikir yang rumit-rumit, jadi saya cuma punya satu teori. Semua kalimat di atas mengandung beberapa judul buku yang dikarang oleh penulis Indonesia bernama NH. Dini. Kebetulan ada satu anggota BBI yang namanya mirip dengan penulis itu.

Jadi, apakah kau Santaku, Dini Novita Sari? 

Makasih banget buat bukunya ya. Hehe...

6 comments:

  1. Hai, Sabrinaaa! Hihihi, selamat sudah menebak diriku dengan tepat! :D
    Yaah, saya memang kurang kreatif sih, saya sudah berpikir kalau target saya memasukkan tulisan-tulisan itu ke Google pasti langsung keluar satu nama penulis keren nan legendaris. Tapi ya memang tujuannya pengin kasih clue yang meski akhirnya ketebak tapi agak keren, gituu. Lol!! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yey! Tebakannya tepat. Thx, Dini :) Iya, itu keren gabungin judul2nya. Mantaph! hehe...

      Delete
  2. Santanya udah ketemu kak Sab,..^^

    ReplyDelete
  3. Mbak dinoy adalah santa nya??

    ReplyDelete
  4. belum tertarik baca bukunya Mo Yan, bukan genreku banget sih, hehehe. selamat ya udah bener nebaknya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha... iya, berat bukunya nih. Bukan genreku juga, tapi iseng aja coba2 hehehe

      Delete