Judul : Fahrenheit 451
Penulis : Ray Bradbury
Tebal : 208 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
“Bakar sampai menjadi abu, lalu bakar abunya. Itu slogan resmi kami.”
Guy Montag adalah petugas kebakaran. Pekerjaannya: membakar buku, semua buku, sebab buku adalah sumber segala kekacauan dan ketidakbahagiaan, sehingga harus dimusnahkan. Si Anjing Pemburu yang bekerja di Departemen Kebakaran dan dilengkapi jarum suntik mematikan, dan dikawal helikopter, siap melacak para pembangkang yang menantang aturan, orang-orang yang nekat menyimpan dan membaca buku, di tengah masyarakat yang telah dibius dan diperbudak media, obat-obatan, dan konformitas.
Tetapi Montag tidak bahagia, dan perkawinannya tidak harmonis. Apakah ada buku-buku yang disembunyikan di rumahnya?
Guy Montag adalah petugas kebakaran. Pekerjaannya: membakar buku, semua buku, sebab buku adalah sumber segala kekacauan dan ketidakbahagiaan, sehingga harus dimusnahkan. Si Anjing Pemburu yang bekerja di Departemen Kebakaran dan dilengkapi jarum suntik mematikan, dan dikawal helikopter, siap melacak para pembangkang yang menantang aturan, orang-orang yang nekat menyimpan dan membaca buku, di tengah masyarakat yang telah dibius dan diperbudak media, obat-obatan, dan konformitas.
Tetapi Montag tidak bahagia, dan perkawinannya tidak harmonis. Apakah ada buku-buku yang disembunyikan di rumahnya?
Review:
Oke, mungkin ini terkesan sok elit. Tapi saya merasa orang yang baca buku lebih baik daripada yang tidak pernah membaca. Kenapa? Karena orang yang membaca buku itu lebih punya empati dibanding yang tidak suka membaca. Iya, tidak semua sih. Tapi kebanyakan begitu dan sudah dibuktikan oleh riset pula. Jadi, baca buku tentang membakar buku itu bikin ngamuk sendiri.
Guy Montag, seorang petugas pemadam kebakaran yang ternyata kerjaannya adalah membakar buku. Suatu hari dia membawa satu buku yang harusnya dibakar ke rumah dan bahkan membacanya.
Guy punya kehidupan yang tidak bahagia. Istrinya yang depresi juga suka bunuh diri. Tapi setiap kali berhasil diselamatkan. Dan hebatnya... setiap kali berhasil hidup kembali, istri Guy itu terkesan berbeda karena darahnya diganti sehingga mungkin kepribadiannya juga diganti saat diselamatkan.
Saya tidak akan membantah kalau membaca akan membuat seseorang tersadarkan akan sesuatu. Ada suatu penderitaan tersendiri menyadari sesuatu yang tidak dimengerti orang lain. Si Guy ini apalagi. Di sekitarnya tidak tahu apa-apa, tahunya hanya apa yang media suguhkan ke mereka, bahkan orang-orang seperti istrinya itu kerjanya cuma menggosip tidak penting. Saya akui terkadang saya suka meremehkan orang-orang seperti itu. Tapi ya sudahlah. Ignorance is a bliss. Sayangnya Guy ini kurang bijaksana. Reaksinya terlalu meledak-ledak sehingga ketahuan dan diburu oleh pemerintah.
Saya cukup suka dengan ending buku ini. Tidak seperti buku distopia klasik lain yang saya baca, 1984 karya George Orwell, ending buku ini lebih terbuka dan punya harapan. Jadi, tidak terlalu bikin hati nggak enak.
4/5
No comments:
Post a Comment