Judul : Glass Sword (Red Queen #2)
Penulis : Victoria Aveyard
Tebal : 444 halaman
Penerbit : Harper Teen
If there's one thing Mare Barrow knows, it's that she's different.
Mare's blood is Red - the colour of common folk - but her Silver ability, the power to control lightning, has turned her into a weapon that the royal court tries to control.
The crown calls her an impossibility, a fake, but as she makes her escape from the prince and friend who betrayed her, Mare uncovers something startling: she is not the only one of her kind.
Pursued by the Silver king, Mare sets out to find and recruit other Red-and-Silver fighters to join in the struggle against her oppressors.
But Mare finds herself on a deadly path, at risk of becoming exactly the kind of monster she is trying to defeat. Will she shatter under the weight of the lives that are the cost of rebellion? Or have treachery and betrayal hardened her forever?
Setelah membaca buku kedua ini, saya agak merasa penulis ingin membuat dunia Mare tidak sesederhana itu. Bahkan sepertinya Mare juga tidak akan terlalu ditonjolkan sebagai tokoh utama. Dia bukan satu-satunya darah merah yang memiliki kekuatan. Bagus sih. Karena saya memang tidak begitu suka tokoh utama terlalu hebat dan unik.
Jadi, buku kedua ini langsung berlanjut tepat setelah adegan di buku pertama. Mare dan Cal kabur bersama kaum pemberontak ke salah satu pusat militer yang menjadi milik kaum pemberontak. Mare akan bertemu dengan Shade, kakaknya yang dikira sudah meninggal dan ternyata memiliki kekuatan teleportasi.
Sesuai dugaan, pusat militer itu tidak sebaik itu. Mereka memiliki sumber daya makanan dan senjata yang berasal dari negara lain. Aneh kan? Saya penasaran dengan motif negara lain itu dan bagaimana awalnya kaum pemberontak ini terbentuk. Sayangnya, buku ini memiliki plot yang terlalu lambat dan monoton. Ceritanya berputar di sekitar Mare yang kabur dan berusaha mencari kaum darah merah yang memiliki kekuatan seperti dirinya. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan berusaha bersembunyi dari pengejaran Maven. Lalu orang-orang baru yang mereka temui itu diharuskan untuk berlatih dan mempelajari kekuatan masing-masing. Begitu terus sampai beberapa bab terakhir saat mereka memutuskan untuk menyusup ke penjara dan membebaskan paman Cal yang bernama Julian.
Mare digambarkan sebagai sosok yang penyendiri dan tidak lagi mau memercayai siapa pun. Saya mengerti kenapa dia bersikap begitu. Di buku pertama ia dikhianati oleh Maven, orang yang tadinya sangat dipercayainya. Tapi rasanya terlalu berlebihan untuk berubah sebanyak itu. Dia menjauh dari sahabatnya dan Cal. Sifatnya berubah drastis menjadi terlalu dingin. Lalu dia seperti berada dalam dilema. Mencintai Cal yang adalah darah perak dan terkesan enggan bergabung dengan misi para pemberontak serta menyayangi Maven yang merupakan produk didikan sang ratu yang kejam. Lumayan memusingkan dan rumit untuk ukuran psikologi karakter-karakternya. Saya suka, cuma entah kenapa alurnya kurang greget. Saya merasa bosan dengan bagian tengah buku ini.
Di bagian akhir ada kematian dua orang yang cukup mengejutkan. Saya tidak menyangka tokoh itu dibunuh karena saya kira dia musuh yang paling ultimate. Dan kematian orang satunya lagi... Jahat beneran lah. Kasihan. Padahal saya suka sama tokoh itu.
Sepertinya penulis bermaksud membawa ceritanya ke arah yang berbeda dari anggapan pertama saya. Menarik sekali.
3/5
Jadi, buku kedua ini langsung berlanjut tepat setelah adegan di buku pertama. Mare dan Cal kabur bersama kaum pemberontak ke salah satu pusat militer yang menjadi milik kaum pemberontak. Mare akan bertemu dengan Shade, kakaknya yang dikira sudah meninggal dan ternyata memiliki kekuatan teleportasi.
Sesuai dugaan, pusat militer itu tidak sebaik itu. Mereka memiliki sumber daya makanan dan senjata yang berasal dari negara lain. Aneh kan? Saya penasaran dengan motif negara lain itu dan bagaimana awalnya kaum pemberontak ini terbentuk. Sayangnya, buku ini memiliki plot yang terlalu lambat dan monoton. Ceritanya berputar di sekitar Mare yang kabur dan berusaha mencari kaum darah merah yang memiliki kekuatan seperti dirinya. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan berusaha bersembunyi dari pengejaran Maven. Lalu orang-orang baru yang mereka temui itu diharuskan untuk berlatih dan mempelajari kekuatan masing-masing. Begitu terus sampai beberapa bab terakhir saat mereka memutuskan untuk menyusup ke penjara dan membebaskan paman Cal yang bernama Julian.
Mare digambarkan sebagai sosok yang penyendiri dan tidak lagi mau memercayai siapa pun. Saya mengerti kenapa dia bersikap begitu. Di buku pertama ia dikhianati oleh Maven, orang yang tadinya sangat dipercayainya. Tapi rasanya terlalu berlebihan untuk berubah sebanyak itu. Dia menjauh dari sahabatnya dan Cal. Sifatnya berubah drastis menjadi terlalu dingin. Lalu dia seperti berada dalam dilema. Mencintai Cal yang adalah darah perak dan terkesan enggan bergabung dengan misi para pemberontak serta menyayangi Maven yang merupakan produk didikan sang ratu yang kejam. Lumayan memusingkan dan rumit untuk ukuran psikologi karakter-karakternya. Saya suka, cuma entah kenapa alurnya kurang greget. Saya merasa bosan dengan bagian tengah buku ini.
Di bagian akhir ada kematian dua orang yang cukup mengejutkan. Saya tidak menyangka tokoh itu dibunuh karena saya kira dia musuh yang paling ultimate. Dan kematian orang satunya lagi... Jahat beneran lah. Kasihan. Padahal saya suka sama tokoh itu.
Sepertinya penulis bermaksud membawa ceritanya ke arah yang berbeda dari anggapan pertama saya. Menarik sekali.
3/5
No comments:
Post a Comment