Judul : Metropolis
Penulis : Windry Ramadhina
Tebal : 354 halaman
Penerbit : Grasindo
Setiap kota punya sisi gelap dan di sana mereka—mafia—berpesta.
Bram, polisi muda yang cerdas, anak seorang pecandu yang mati dibunuh pengedar. Miaa, perempuan misterius yang tidak pernah memiliki ayah. Johan, laki-laki yang lahir di kalangan mafia dan punya banyak piutang nyawa. Indira, perempuan berhati bersih, orang yang salah di tempat yang salah.
Keempatnya tenggelam dalam kegelapan metropolis, di tengah-tengah konflik antargeng pengedar narkotika Jakarta. Tapi, mereka tidak hitam, bukan pula putih sepenuhnya. Mereka manusia biasa yang punya ambisi, memendam niat buruk, melakukan kesalahan, serta merasakan benci dan cinta.
Bram, polisi muda yang cerdas, anak seorang pecandu yang mati dibunuh pengedar. Miaa, perempuan misterius yang tidak pernah memiliki ayah. Johan, laki-laki yang lahir di kalangan mafia dan punya banyak piutang nyawa. Indira, perempuan berhati bersih, orang yang salah di tempat yang salah.
Keempatnya tenggelam dalam kegelapan metropolis, di tengah-tengah konflik antargeng pengedar narkotika Jakarta. Tapi, mereka tidak hitam, bukan pula putih sepenuhnya. Mereka manusia biasa yang punya ambisi, memendam niat buruk, melakukan kesalahan, serta merasakan benci dan cinta.
Review:
Sebenarnya genre misteri/thriller itu bukan favorit saya. Baik buku ataupun film, saya jarang sekali memilih genre itu, kecuali tidak ada film/bacaan lain.
Buku ini sudah ada di rak buku saya lama sekali. Entah kenapa selalu ada buku yang jauh lebih menarik untuk dibaca dibandingkan buku ini. Kalau bukan karena tantangan baca dan mereview BBI tahun ini, saya mungkin akan menunda baca buku ini tahun depan.
Jadi, ini karya Windry Ramadhina pertama yang bakal saya baca tahun ini. Rencananya saya bakal baca lima buku penulis ini di tahun 2017.
Pertama kali saya membaca halaman-halaman awal, saya sampai tidak percaya kalau buku ini adalah karya anak lokal. Serius. Penulis lokal sering mengejutkan saya dengan cerita yang mereka tuturkan. Penulis luar negeri sih tidak aneh kalau bukunya bagus. Apalagi Inggris atau Amerika. Mereka kan bangsa yang suka baca. Universitas di sana juga punya jurusan khusus menulis kreatif.
Ceritanya tentang Bram, polisi detektif muda yang punya tekad untuk membasmi jaringan pengedar narkoba di Jakarta. Salah satu jaringan terbesarnya dipegang oleh sindikat 12 yang terdiri dari 12 ketua distrik. Satu demi satu ketua distrik itu meninggal dan Bram ditugaskan untuk memecahkan siapa pembunuh mereka.
Di sisi lain ada Mia, mantan polisi yang dipecat dan secara diam-diam menyelidiki kasus yang sama. Tingkah lakunya mencurigakan sekalipun dari awal saya sudah tahu alasannya ingin memecahkan kasus itu.
Buku ini memang menyajikan misteri dalam bentuk orang misterius yang menjadi ketua utama geng narkoba bernama Blur. Sementara jati diri pembunuh utamanya langsung dimunculkan begitu saja. Pembunuhnya ternyata masih muda. Namanya Johan. Dia punya masa lalu kelam yang disebabkan oleh para anggota sindikat 12 itu. Kini ia membalas dendam sekalipun tubuhnya sakit-sakitan dan harus bergantung pada Indira, dokter pribadi kepercayaannya.
Alurnya bergerak maju. Pembaca akan dibawa mengikuti jejak penyelidikan Bram hingga sampai ke Johan. Saya suka tipe thriller seperti ini. Saya tidak perlu merasa takut akan dikejutkan dengan pembunuh tak bernama sampai akhir. Malah saya merasa tegang dan asyik sendiri saat menyaksikan Johan menertawakan Bram di belakang punggung polisi itu.
Dan yang bikin saya betah baca buku ini adalah adanya sisi romance di buku ini. Setidaknya ada adegan manis dan tenang di buku ini. Johan yang eksentrik dan arogan ternyata tidak seburuk itu. Mia yang menjadi tawanannya akhirnya agak meluluh karena memahami alasan perbuatan Johan. Selain itu, ada Bram yang jatuh cinta pada Indira. Bram bahkan cemburu dan kesal karena Indira dekat sekali dengan Johan.
Saya menikmati buku ini. Tapi kalau secara objektif, saya harus bilang sisi misterinya agak terlalu mudah. Bahkan bagi saya yang jarang baca buku misteri saja, semua rahasia dan teka-tekinya mudah sekali tertebak. Kecuali bagian pola dan urutan pembunuhannya, saya bisa menebak siapa Blur sejak awal. Saya juga bisa menebak motif Johan dalam melakukan pembunuhan berantai, motif Mia dalam melakukan penyelidikan, sikap aneh atasan Bram, dsb. Petunjuk-petunjuknya terlalu gamblang.
Tapi penokohannya bagus. Jadi, saya tetap suka.
4/5
Sebenarnya genre misteri/thriller itu bukan favorit saya. Baik buku ataupun film, saya jarang sekali memilih genre itu, kecuali tidak ada film/bacaan lain.
Buku ini sudah ada di rak buku saya lama sekali. Entah kenapa selalu ada buku yang jauh lebih menarik untuk dibaca dibandingkan buku ini. Kalau bukan karena tantangan baca dan mereview BBI tahun ini, saya mungkin akan menunda baca buku ini tahun depan.
Jadi, ini karya Windry Ramadhina pertama yang bakal saya baca tahun ini. Rencananya saya bakal baca lima buku penulis ini di tahun 2017.
Pertama kali saya membaca halaman-halaman awal, saya sampai tidak percaya kalau buku ini adalah karya anak lokal. Serius. Penulis lokal sering mengejutkan saya dengan cerita yang mereka tuturkan. Penulis luar negeri sih tidak aneh kalau bukunya bagus. Apalagi Inggris atau Amerika. Mereka kan bangsa yang suka baca. Universitas di sana juga punya jurusan khusus menulis kreatif.
Ceritanya tentang Bram, polisi detektif muda yang punya tekad untuk membasmi jaringan pengedar narkoba di Jakarta. Salah satu jaringan terbesarnya dipegang oleh sindikat 12 yang terdiri dari 12 ketua distrik. Satu demi satu ketua distrik itu meninggal dan Bram ditugaskan untuk memecahkan siapa pembunuh mereka.
Di sisi lain ada Mia, mantan polisi yang dipecat dan secara diam-diam menyelidiki kasus yang sama. Tingkah lakunya mencurigakan sekalipun dari awal saya sudah tahu alasannya ingin memecahkan kasus itu.
Buku ini memang menyajikan misteri dalam bentuk orang misterius yang menjadi ketua utama geng narkoba bernama Blur. Sementara jati diri pembunuh utamanya langsung dimunculkan begitu saja. Pembunuhnya ternyata masih muda. Namanya Johan. Dia punya masa lalu kelam yang disebabkan oleh para anggota sindikat 12 itu. Kini ia membalas dendam sekalipun tubuhnya sakit-sakitan dan harus bergantung pada Indira, dokter pribadi kepercayaannya.
Alurnya bergerak maju. Pembaca akan dibawa mengikuti jejak penyelidikan Bram hingga sampai ke Johan. Saya suka tipe thriller seperti ini. Saya tidak perlu merasa takut akan dikejutkan dengan pembunuh tak bernama sampai akhir. Malah saya merasa tegang dan asyik sendiri saat menyaksikan Johan menertawakan Bram di belakang punggung polisi itu.
Dan yang bikin saya betah baca buku ini adalah adanya sisi romance di buku ini. Setidaknya ada adegan manis dan tenang di buku ini. Johan yang eksentrik dan arogan ternyata tidak seburuk itu. Mia yang menjadi tawanannya akhirnya agak meluluh karena memahami alasan perbuatan Johan. Selain itu, ada Bram yang jatuh cinta pada Indira. Bram bahkan cemburu dan kesal karena Indira dekat sekali dengan Johan.
Saya menikmati buku ini. Tapi kalau secara objektif, saya harus bilang sisi misterinya agak terlalu mudah. Bahkan bagi saya yang jarang baca buku misteri saja, semua rahasia dan teka-tekinya mudah sekali tertebak. Kecuali bagian pola dan urutan pembunuhannya, saya bisa menebak siapa Blur sejak awal. Saya juga bisa menebak motif Johan dalam melakukan pembunuhan berantai, motif Mia dalam melakukan penyelidikan, sikap aneh atasan Bram, dsb. Petunjuk-petunjuknya terlalu gamblang.
Tapi penokohannya bagus. Jadi, saya tetap suka.
4/5
No comments:
Post a Comment