Monday, 16 March 2015

The Child Thief


Judul : The Child Thief
Penulis : Brom
Tebal : 936 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Peter anak yang gesit, nekat, dan sangat jail---dia juga sangat suka bermain, walaupun permainan-permainannya sering berakhir dengan pertumpahan darah. Sepasang matanya bersinar-sinar keemasan, dan kalau dia tersenyum padamu, kau akan menjadi sahabatnya seumur hidup, tetapi negeri ajaib yang dijanjikannya padamu bukanlah Neverland.

Nick yang berumur empat belas tahun pasti tewas dibunuh para pengedar narkoba yang memangsa keluarganya, andai Peter tidak menyelamatkannya. Sekarang anak liar yang penuh kharisma ini mengajak Nick ke suatu tempat yang penuh petualangan, berselimut sihir, negeri muda abadi. Nick bersedia ikut dengannya, walaupun dia agak curiga dengan celotehan Peter tentang makhluk-makhluk faerie dan monster-monster. Tetapi New York City bukan lagi tempat yang aman baginya. Dia tidak akan rugi apa-apa.

Namun “selalu” ada yang mesti dikorbankan.

Setelah mengikuti Peter ke sebuah pulau kelabu yang tertimpa bencana, yang dulunya adalah surga hijau indah penuh keajaiban, tahu-tahu Nick direkrut untuk ikut dalam peperangan yang telah berlangsung berabad-abad---dia mesti belajar bertarung, atau mati di antara para “Iblis”, kelompok anak-anak yang dulu dicuri Peter dan kini menjadi pasukan setianya.

Di sanalah masa lalu Peter yang kelam terungkap: ditinggalkan di hutan semasa bayi, Peter berpindah-pindah antara dunia manusia dan dunia faerie. Dialah si Pencuri Anak, pimpinan gerombolan anak-anak yang haus darah, teman yang pemberani, dan makhluk yang bersedia melakukan apa pun demi menyelamatkan sisa-sisa sihir di negerinya yang sedang sekarat.


Review:
936 halaman. Sangat tebal, tapi ternyata bacanya cepat juga. Jarak hurufnya lumayan jauh-jauh dan ada ilustrasi dari penulisnya di setiap bab, jadi mengurangi jumlah halaman yang sebenarnya.

Ada dua hal yang saya suka dari buku ini: ilustrasinya yang sesuai dengan gambaran gelap dunianya dan karakter Peter yang bisa bikin saya simpati sama nasibnya. Sisanya? Adegan perang yang terlupakan.

Buku ini merupakan penceritaan ulang tokoh Peter Pan. Nuansa ceritanya dibuat lebih gelap dan kelam, tidak seperti dongeng sama sekali. Ceritanya dituturkan dari dua sudut pandang: Peter dan Nick. 

Peter adalah anak setengah faerie. Ibunya menyayanginya, tapi seluruh keluarga menganggapnya setan karena Peter langsung bisa bicara dan berjalan sehari setelah dia dilahirkan. Ia dibuang ke hutan dan hidup sendirian di sana. Kesepian membuatnya ingin mencari teman-teman yang seusia dengannya untuk diajak bermain bersama. Itulah awal dari kebiasaannya "mencuri" anak. Tapi ia tidak memilih anak yang sembarangan. Ia memilih anak-anak yang terbuang, disiksa orang tua, miskin, dan sendirian seperti dirinya. Ia menyelamatkan dan membawa anak-anak itu ke negeri rahasianya. Anak-anak yang bersedia bergabung bersamanya akan dihadiahkan imortalitas. 

Nick hanyalah salah satu anak yang merasa hidupnya tidak bahagia. Ia tidak suka pada pria pengedar narkoba bernama Marko yang tinggal di rumahnya dan memaksanya jadi anak buahnya. Ibu kandungnya tidak berdaya dalam melawan dan terpaksa membiarkan semuanya terjadi asalkan mereka masih bisa hidup serta makan. Suatu malam, ia hampir terbunuh oleh orang suruhan Marko. Tapi anak misterius bernama Peter menyelamatkannya. Ia diajak pergi ke dunia aneh bernama Avalon oleh Peter. Ia bergabung dalam kelompok anak-anak imortal lain yang disebut Kaum Iblis. 

Avalon kebetulan sedang berada dalam keadaan buruk. Hampir seluruh tanaman mati akibat ulah manusia-manusia yang dianggap monster para Kaum Iblis. Mereka adalah penjelajah yang tersesat di dunia mereka dan tidak bisa menemukan jalan pulang. Mereka berubah gila dan kejam. Sosok mereka juga berubah menjadi seperti monster. Kelompok penjelajah tersebut dipimpin oleh seorang kapten. 

Kisah di buku ini cukup kompleks karena banyak tokoh yang terlibat. Saya sangat menyukai Peter karena semua orang selalu salah paham padanya. Keluarga ibunya ingin membunuhnya. Orang kepercayaan sang ratu hutan membencinya hanya karena ratu hutan itu menyukai Peter dan menganggap Peter sebagai anaknya yang meninggal. Kapten penjelajah juga membenci Peter karena menganggapnya sebagai penyebab anak buahnya terjebak di negeri itu. Terakhir, Nick juga membenci Peter karena menjebak dirinya untuk bergabung dalam Kaum Iblis dan mencuri anak-anak lain demi mengobati kesepiannya. Tapi saya tidak bisa membenci Peter. Saya mengerti kesedihannya dan keinginannya untuk dicintai. Lagipula ia menyelamatkan anak-anak yang hidupnya menderita dan memberikan mereka tujuan hidup yang baru. Memang, kesetiaannya pada ratu hutan yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandung itu agak berlebihan. Pada akhirnya, ia malah kehilangan hampir semua Kaum Iblis dalam perang melawan si Kapten. Dalam perang itu, dia tidak dibantu oleh kaum faerie sama sekali. Ratu hutan dalam keadaan lemah bahkan untuk memimpin kerajaannya. Wakil si ratu membencinya dan tidak mau memberikan bantuan kepadanya. Intinya, Peter berjuang sendiri dan masih tetap dianggap orang jahat oleh banyak orang.

Bagian paling menarik adalah bab-bab yang menceritakan kehidupan masa lalu Peter, sejarah seorang anak setengah faerie yang ditolak semua orang. Saya juga suka tanda-tanda kecil yang diberikan penulis untuk menunjukkan siapa ayah kandung Peter sebenarnya. 

Saya menyebutkan di atas kalau adegan perang di buku ini mudah dilupakan. Alasannya adalah karena orang yang terlibat dan mati kebanyakan hanya berbentuk sebuah nama. Saya tidak merasa apa-apa saat Kaum Iblis mati satu per satu. Saya juga tidak peduli pada apa yang terjadi pada penghuni hutan Avalon, si ratu hutan, dan hutan Avalon itu sendiri. Nick sebagai tokoh utama juga tidak membuat saya simpati, entah kenapa. Dia kebanyakan mengeluh. Di awal, dia mengeluh tentang hidupnya yang tidak adil. Dia bahkan meninggalkan ibunya ke dalam tangan Marko. Setelah bergabung dengan Kaum Iblis dan tahu identitas asli Peter, ia malah membenci Peter dan terus-menerus meminta pulang. Tapi di akhir dia cukup keren karena pintar membebaskan diri. Saya cukup salut dengan kemampuannya untuk memaafkan salah satu anak yang mem-bully dia, walaupun otaknya sendiri sudah mulai disusupi kabut kegelapan yang membuatnya ingin menjadi monster pembunuh seperti para penjelajah si Kapten. Nasibnya di akhir kasihan juga sih.

Buku ini jauh lebih bagus jika dijadikan film. Mungkin dunia dan makhluk-makhluk fantasinya akan membuat segalanya lebih hidup dan menyenangkan untuk dilihat. Tanpa character development, sebuah film masih bisa diselamatkan oleh visualisasi yang keren. Tapi buku tidak bisa. Buat saya, buku tebal ini terasa kosong. Saya cuma ingat si Peter doang. Aksi dan perang yang keren di buku ini lewat begitu saja tanpa kesan sama sekali. Saya juga tidak suka endingnya yang cuma begitu saja. Terus, perempuan di prolog itu siapa sih? Tidak pernah dijelaskan, atau memang saya terlalu lemot untuk sadar.

Oh, ya. si Tinkerbell di buku ini adalah pixie yang sebenarnya sebal dengan kaum faerie. Saya baru "ngeh" kalau si pixie judes itu adalah awal mula si Tinkerbell di bab akhir.

Bagi orang yang suka cerita fantasi penuh aksi, mungkin kamu akan menyukai buku ini. Tapi saya sih kurang suka.

2/5

No comments:

Post a Comment