Judul : Prodigy (Legend #2)
Penulis : Marie Lu
Tebal : 356 halaman
Penerbit : Penguin
Injured and on the run, it has been seven days since June and Day barely escaped Los Angeles and the Republic with their lives. Day is believed dead having lost his own brother to an execution squad who thought they were assassinating him. June is now the Republic's most wanted traitor. Desperate for help, they turn to the Patriots - a vigilante rebel group sworn to bring down the Republic. But can they trust them or have they unwittingly become pawns in the most terrifying of political games?
Review:
Warning : Spoiler!
Buku ini benar-benar terasa kesan distopianya. Kalau di buku pertama kita hanya melihat sisi Republic, di buku ini kita bisa melihat sisi seberang yang adalah Colony.
Ceritanya dimulai beberapa hari setelah June menyelamatkan Day dari hukuman mati. Day yang terluka sangat lemah dan kekurangan darah sehingga June terpaksa mencari anggota Patriot untuk menyembuhkan Day. Ternyata mereka bertemu dengan Tess di situ dan akhirnya mereka memutuskan untuk bergabung dengan kelompok pemberontak itu. Mereka sepakat untuk membantu Patriot dalam usaha pembunuhan Anden, anak dari pemimpin Republic yang tiba-tiba meninggal. June akan kembali ke Republic dan bersandiwara agar Anden percaya padanya. Sementara itu, Day bersama anggota Patriot lainnya bersiap-siap merancang adegan kecelakaan Anden.
Selapis demi selapis rahasia terbongkar. Saya pada dasarnya suka sekali genre distopia karena hal-hal tragis yang selalu ada di dalamnya. Ada banyak sekali kejadian di Prodigy yang membuat saya mengernyit sakit dan tidak tega. Salah satu adegan paling berkesan adalah sewaktu Day menemukan anak kecil yang menjadi bahan percobaan virus di gerbong kereta. Astaga banget itu. Day berusaha mengeluarkan anak yang sudah berdarah-darah dan buta itu dari dalam tank kaca namun tidak berdaya karena prajurit musuh semakin dekat. Si anak hanya bisa berteriak memohon berulang-ulang agar Day tidak meninggalkannya. Tapi pada akhirnya Day terpakasa harus terus demi misinya sendiri. Saya merinding karena bisa membayangkan sendiri anak kecil kasihan itu memohon pertolongan dengan putus asa. Kejammmmm!!! Lalu kematian Metias Iparis juga. Dibunuh oleh orang yang dicintainya. Jleb!!
Selain itu, saya menyukai konflik antara Day dan June. Memang, beberapa orang menganggap itu annoying. Day punya krisis kepercayaan terhadap June, apalagi melihat gadis itu bersandiwara di depan Anden yang tampaknya jatuh cinta pada June. Day cemburu dan juga curiga karena tidak tahu apakah June masih setia pada Republic atau tidak. Sampai marah-marah segala, lho. Bahkan akhirnya semuanya meledak saat Day menuduh June atas kematian keluarganya. Ironisnya, itu benar. Kalau June tidak menangkap Day waktu di buku satu, kakak dan ibu Day tidak akan mati. Adik Day, Eden juga tidak bakal tertangkap untuk jadi bahan eksperimen. June merasa bersalah dan tidak bisa apa-apa. Tragisnya, Tess yang tadinya biasa saja pada June jadi membenci June. Alasannya karena Tess suka pada Day dan kesal karena dia berada di samping Day lebih lama dibandingkan June. Sangat drama kan? Tapi kalau dilihat di sisi June sangat kasihan. June memang keren, tapi dia sendirian. Satu-satunya orang yang dia cintai cuma Day, namun Day masih tidak sepenuhnya percaya padanya.
Petualangan dan kejutan-kejutan di buku ini membuat saya cukup tegang dan tidak bisa berhenti membaca. Endingnya memang agak pasaran ya. Day punya penyakit dari hasil penyiksaannya dulu sewaktu kecil. Saya suka yang tragis beginian walaupun saya yakin seri ini pasti happy ending. Tapi bolehlah buat antisipasi. Terus-terang sih saya lebih suka Anden dibanding Day. Day ini terlalu beruntung. Dia dicintai rakyat dan dianggap pahlawan. Dia punya Tess dan Eden. Cintanya ke June tidak sebesar cinta June ke dia. Padahal June sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tapi yah... June sudah memilih. Ya, sudahlah.
I like this book!!! Penasaran sama buku ketiga. Graoooo!!!
5/5
No comments:
Post a Comment