Wednesday 21 May 2014

Forged in the Fire


Judul : Forged in the Fire (Quaker Trilogy #2)
Penulis : Ann Turnbull
Tebal : 304 halaman
Penerbit : Walker & Company

London 1665-66. With the plague raging and the scent of smoke upon the wind, Will and Susanna, separated by class and distance, struggle to reunite. Will has become a Quaker and broken with his father. Leaving Susanna behind in Shropshire, he travels to London, swearing to send for her once he is settled. But Will is arrested and thrown in gaol for standing up for his beliefs. This, along with the rapidly spreading plague and a dire misunderstanding, conspire to keep the lovers apart. A powerful story about how love and belief can overcome even the most terrifying twists of fate, this beautifully written tale will capture the imagination of readers of all ages.

Review: 
William akhirnya berhasil menemukan pekerjaan di toko buku London. Ia mengumpulkan setiap sen yang didapatkannya demi bisa menikahi Susanna. Di tengah wabah pes yang melanda kota itu, William merasa terancam dan berhati-hati menjaga kesehatan. Namun statusnya sebagai seorang Quaker kembali membuatnya dipenjara di antara lautan orang-orang sakit. Sungguh sebuah keberuntungan ia hanya mengidap demam Scarlet saja. Ia diselamatkan oleh seorang pedagang kaya yang juga menganut kepercayaan sama dengannya.

Sementara itu, Susanna yang tidak mengetahui nasib Will berkeras ingin menyusul pria itu. Sayangnya, yang ia temukan di London adalah William yang sedang tertawa dikelilingi anak-anak gadis pedagang kaya yang sudah menyelamatkan pria itu. Menyadari kalau ia sudah merenggut Will dari kehidupan mewah juga keluarga pria itu, Susanna merasa bersalah dan juga marah karena cemburu. Namun Will tetap setia. Pada akhirnya, tanpa penghasilan tetap mereka pun menikah. 

Sebagai pasangan baru, mereka berdua berjuang di tengah kehidupan sulit yang melanda Kota London. Wabah pes terus merajalela hingga puncaknya Kota London harus dibakar demi memusnahkan penyakit itu. Dan untuk sekali lagi, Will dan Susanna kehilangan rumah dan pekerjaan mereka.

Yang membuat buku ini menarik adalah settingnya yang cukup jauh di masa lalu. Saya selalu menyukai hal-hal tradisional dan kuno sehingga saya betah sekali membaca buku ini. Pandangan hidup dan perjuangan hidup Will dan Susanna benar-benar menggambarkan situasi yang hanya terjadi di masa lalu. Mereka menemukan kebahagiaan hanya dalam keberadaan pasangan masing-masing. Begitu sederhana dan jauh berbeda dari kehidupan masa kini. Memang kehidupan mereka tidak tenang dan selalu diburu ketidakpastian, tapi entah kenapa ada keindahan tersendiri dalam kekacauan itu. Selain itu, budaya surat-menyurat semakin memperkental nuansa kunonya. Berita begitu sulit didapat karena surat tidak selalu sampai ke tujuan. Saya juga menyukai bagaimana Susanna berusaha keras menjembatani hubungan Will dan ayahnya yang rusak karena dirinya. Saya terharu saat sang ayah muncul di tengah kacaunya pengungsian yang terjadi di London. 

Namun sayangnya, suara Will dan Susanna tidak ada bedanya sama sekali. Sudut pandang yang bergantian di antara mereka cukup membuat saya pusing karena saya kerap kali tidak yakin narasi siapa yang sedang saya baca. Keduanya sangat mirip dalam cara berpikir, berbicara, dan bersikap. 

Tinggal satu buku lagi. Saya penasaran apa lagi yang akan terjadi pada pasangan ini.

3/5

2 comments: