Monday, 17 October 2011

The Zahir


Judul : The Zahir
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
Seorang suami ditinggalkan istrinya tanpa alasan, tanpa jejak. Kepergiannya menimbulkan pertanyaan besar yang makin lama makin menggerogoti hati dan pikiran, kenangan yang ditinggalkannya tak terhapuskan, hingga menjadi obsesi yang nyaris membawa sang suami pada kegilaan. Untuk menjawab pertanyaan: "Mengapa" itu, sang suami menelusuri kembali jejak kebersamaannya dengan sang istri, hal-hal yang terjadi dalam perkawinan mereka, hingga terjadinya perpisahan itu. Pencarian ini membawanya keluar dari dunianya yang aman tenteram, ke jalur yang tidak dikenalnya, dan membukakan matanya tentang makna cinta serta kekuatan takdir

Saya selalu suka karya Paulo Coelho karena filosofi yang ditulisnya mudah dicerna dan selalu berhasil bikin saya nyeletuk "Wah, betul banget ini" berkali-kali. Gaya penulisannya juga terkadang dibumbui sedikit sinisme yang membuat saya mulai mengamati kehidupan luar yang sedang digambarkannya.

Menceritakan seorang istri yang kecewa karena suami yang dicintainya tidak mau peduli lagi padanya. Kerap kali si suami tidak pernah peduli pada aktivitasnya dan mereka selalu bertengkar yang diakhiri dengan, "Kita bicara lagi besok." Padahal "besok" itu tak kunjung datang.
 

Lalu, si istri kabur dan menghilang tiba-tiba sehingga membuat si suami bertanya-tanya. Si suami yang tidak peduli pada awalnya hanya merasa biasa saja. Tapi kelamaan ia malah tidak bisa memikirkan hal lain selain istrinya itu. Bagaikan Zahir yang terus melekat di pikiran tak bisa diabaikan. Ini membuktikan kalau orang 
baru sadar akan betapa berharganya sesuatu setelah kehilangan sesuatu itu.

Buku ini menjelaskan perjalanan seorang suami untuk memahami istrinya juga cinta itu sendiri. Di awal, sang suami hanyalah pemuda luntang-lantung tanpa tujuan yang miskin. Namun karena istrinya ini ia bisa menemukan mimpinya sebagai penulis buku dan menjadi terkenal. Tapi setelah terkenal, ia lupa pada istrinya sendiri. Sesuai konsep Bank Budi, seseorang akan menabung utang di bank orang lain jika mendapatkan bantuan dari orang lain itu. Sementara jika ada orang yang meminta bantuan, Bank Budi milikmu akan terisi. Tapi di sini sang suami melupakan utangnya pada istrinya dan malah bersikap seperti suami brengsek. 


Saya sungguh bingung. Kedua suami istri ini selingkuh dengan sepengetahuan yang lain. Dan mereka tidak saling peduli. Ada apa dengan dunia saat ini? Memangnya perselingkuhan sudah dianggap wajar? Ah, makin lama saya merasa semakin kolot saja. 

Yang berkesan bagi saya adalah konsep acomodador bahwa orang selalu memiliki batas. Seperti contohnya saat kita belajar alat musik. Ada satu saat kita sampai pada batas di mana kita mandek dan tidak bisa maju mengembangkan kemampuan kita lagi. Di saat seperti itu kebanyakan orang menyerah dan tidak ingin berusaha lagi. Seperti di dalam kisah ini. Si suami dan istri sadar akan ketidakberesan pernikahannya. Tapi mereka sudah menyerah dan tidak mau peduli lagi.
 

Selain acomodador, saya suka dengan teori Jante. Bahwa di dunia ini ada hukum alam yang mengatur. Kalau hukum itu dilawan, pasti akan ada yang marah. Contohnya, penulis buku yang tidak begitu terkenal pasti dianggap angin lalu. Tapi penulis yang sangat terkenal dianggap sudah melawan batas hukum alam itu sehingga muncul para kritikus yang iri pada kesuksesan mereka. Mereka mengkritik dan menghina karya si penulis padahal mereka mungkin sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Empat bintang!

Dreamer's bedroom is like a wrecked ship, really very messy...


:)

No comments:

Post a Comment