Wednesday, 27 April 2011

Eleven Minutes


Judul : Eleven Minutes
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
Cinta hanya menimbulkan penderitaan…

Demikianlah anggapan Maria, gadis Brazil yang sejak remaja begitu yakin tak akan pernah menemukan cinta sejati dalam hidupnya. Seseorang yang ditemuinya secara kebetulan di Rio de Janeiro berjanji akan menjadikannya aktris terkenal di Swiss, namun janji itu ternyata kosong belaka. Kenyataannya, dia mesti menjual diri untuk bertahan hidup, dan dengan sepenuh kesadaran dia memilih untuk menjalani profesi sebagai pelacur. Pekerjaan ini semakin menjauhkannya dari cinta sejati.

Namun ketika seorang pelukis muda memasuki hidupnya, tameng-tameng emosional Maria pun diuji. Dia mesti memilih antara terus menjalani kehidupan gelap itu, atau mempertaruhkan segalanya demi menemukan “cahaya di dalam dirinya.” Mampukah dia beralih dari sekadar penyatuan fisik ke penyatuan dua pikiran atau bahkan dua jiwa---ke suatu tempat di mana seks merupakan sesuatu yang sakral?

Dalam novel yang sungguh berbeda ini, Paulo Coelho menantang segala prasangka kita, membuka pikiran kita, dan membuat kita benar-benar terperangah.


Menurut Paulo Coelho sendiri, bukunya yang ini sangat berbeda dari buku-buku lainnya. Gue nggak yakin itu bener apa nggak. Tapi seperti yang selalu gue suka dari Paulo Coelho, dia selalu bisa menulis sesuatu yang gamblang dan gue bisa ngerti apa yang mau dia sampaikan. 

Mungkin penjelasan tentang ambisi dan pergulatan batin seorang Maria sungguh aneh. Tapi gue tau masalah seperti itu mungkin terjadi. Maria yang adalah seorang pelacur menginginkan lebih dari sebuah cinta sederhana karena dia sudah dikecewakan beberapa kali oleh pria. Ia selalu merasa kosong dan berbeda dari teman-temannya. Mungkin itu karena dia termasuk tipe yang banyak merenung dan berpikir. Seandainya dia lebih flow dalam hidupnya, dia nggak akan mungkin jadi pelacur.

Yah, itu masalah lain. Maria pergi ke Swiss dengan harapan akan uang yang berlebih. Tapi seperti semua impian yang mudah didapat, mimpi itu mudah juga hilang. Dia terlunta-lunta di negeri asing. Demi uang, dia rela jadi pelacur. Tapi gue suka bagian ini. Waktu Maria berpikir kalau menjadi pelacur adalah sebuah pilihan. Beberapa gadis bilang kalau mereka tidak punya pilihan untuk mencari uang dan menjadi pelacur adalah salah satu cara untuk hidup. Hanya saja itu salah. Mereka selalu punya pilihan. Mereka bisa saja kelaparan dan hidup miskin tapi tetap hidup terhormat.

Begitu juga Maria. Dia menjadi pelacur karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Dia tidak mau pulang dengan tangan kosong. Akhirnya Maria menjadi kaya dan menjadi salah satu pelacur istimewa.

Tapi hidupnya kosong. Ia bahkan tidak pernah orgasme. Tapi Maria tidak peduli. Ia sudah punya target hidup. Ia hanya akan menjadi pelacur selama setaun dan setelah itu ia akan pulang ke Brasil dengan membawa banyak uang.

Sampai ia bertemu seorang pelukis bernama Ralf. Mereka adalah jiwa yang kosong dan penuh pencarian. Itulah yang membuat mereka cocok. Dan itulah pertama kalinya Maria jatuh cinta. 

Buku ini menjelaskan bahwa seks adalah sesuatu yang sakral dan bukannya sesuatu yang tabu. Maria selalu menghina dan membenci pekerjaannya. Tapi seiring dengan perjalanan hidupnya, ia belajar banyak tentang cinta dan seks itu sendiri.

Yah, gue kasih tiga bintang deh buat buku ini. Cukup menggemparkan dari segi isi buku. Tapi begitulah. Beberapa bagian ada yang bikin gue bosen. Tapi gue suka ending-nya. Gue nggak nyangka bakal happy ending sih sebenernya. Jadi nilai plus buat Paulo Coelho yang ngasih gue happy ending. Hahaha...

New term had started and dreamer feels more and more depressed looking at the subjects,


:)    

No comments:

Post a Comment