Judul : Therese Raquin
Penulis : Emile Zola
Tebal : 336 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Di sebuah apartemen kumuh di Passage du Pont-Neuf, Paris, Therese Raquin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan Camille, sepupunya yang sakit-sakitan. Namun hari-harinya yang sungguh membosankan tiba-tiba berubah ketika dia menjalin hubungan gelap dengan Laurent, teman suaminya. Gairah cinta mereka yang tak kenal batas akhirnya menjerumuskan pasangan kekasih ini ke dalam perbuatan kriminal yang akan menghantui mereka selamanya.
Review:
Ini percobaan pertama saya dengan Emile Zola. Ternyata saya suka. Mungkin saya bakal coba karya dia yang lain.
Ceritanya tentang Therese Raquin, seorang gadis yang dibesarkan oleh bibinya bersama dengan Camille, sepupunya yang lemah dan sakit-sakitan. Sang bibi memperlakukan keduanya dengan adil, termasuk membuat Therese mengkonsumsi obat yang dimakan Camille. Seiring dengan bertambah dewasa, Therese menyimpan kebencian dan rasa muak terhadap bibinya dan Camille. Dia belajar untuk menutupi perasaannya itu dengan bersikap seperti orang bodoh dan berpikiran sederhana. Dia membentuk dinding di sekelilingnya untuk melindungi rasa tidak puas atas hidupnya yang sempit dan tidak punya masa depan cerah.
Sialnya, bibinya menjodohkan Therese dengan Camille. Mereka menikah tanpa dasar cinta dan hanya pertemanan. Bahkan Therese juga membenci kebodohan dan kelemahan Camille.
Sampai suatu hari, Camille membawa temannya yang bernama Laurent untuk makan malam di rumah mereka. Laurent yang maskulin dan berotot terkesan sangat laki-laki dibandingkan Camille. Therese menginginkan pria itu, begitu juga dengan Laurent. Perselingkuhan pun tidak terhindarkan.
Di mata Camille dan bibinya, Laurent merupakan teman yang baik dan penuh perhatian. Mereka tidak pernah curiga akan hubungan antara Therese dan pria itu karena mereka berdua bersikap seperti orang asing setiap kali berada dalam satu ruangan. Tapi pertemuan rahasia itu pun tidak lagi cukup. Laurent ingin menikahi Therese. Obsesi itu membuat Laurent memutuskan untuk membunuh Camille.
Sebenarnya dari situ sudah terlihat apa yang akan terjadi setelahnya. Saya tahu pembunuhan itu akan menghantui mereka berdua dan malah membuat mereka saling membenci. Lagipula dari awal saya tidak merasa kalau Therese dan Laurent benar-benar jatuh cinta. Therese tertarik pada Laurent karena dialah satu-satunya laki-laki yang tersedia dan jelas jauh lebih baik dari Camille. Padahal Laurent itu pemalas dan bodoh. Dia lebih tertarik dengan warisan Camille yang akan menjadi milik Therese saat sang bibi meninggal.
Boleh dibilang, saya lebih menikmati gambaran kehidupan sederhana keluarga kecil di buku ini. Sangat kuno dan sempit. Mereka mempunyai toko yang terletak di lantai bawah rumah. Mereka hanya mengenal segelintir orang dan tidak begitu tahu apa yang terjadi di luar sana. Setiap hari Kamis, segelintir kenalan mereka itu akan datang untuk makan malam bersama di rumah mereka sambil bermain kartu. Rutinitas yang membosankan dan terkesan seperti penjara. Saya bisa mengerti kenapa Therese merasa tidak puas dengan kehidupan itu, sementara semua orang di sekitarnya terlihat bahagia-bahagia saja. Tapi tetap saja. Saya tidak suka dengan Therese dan Laurent. Hubungan mereka seperti racun yang menghancurkan mereka sendiri.
Dan... bagian paling menarik dari buku ini adalah sandiwara dan skenario yang dirancang Laurent dan Therese. Yah, saya suka saja membaca rencana jahat yang dipikirkan matang-matang oleh tokoh-tokoh ini. Biasanya kan saya baca protagonis yang baik hati. Jadi, rasanya beda gitu. Terus bagian akhir saat sang bibi yang struk akhirnya tahu kebenarannya cukup bikin tegang. Saya gemas saja karena penasaran bagaimana cara si bibi akhirnya bisa membocorkan kejahatan itu pada teman-temannya. Bayangkan saja. Sang bibi harus tinggal dan menyaksikan adegan rumah tangga Therese dan Laurent setiap harinya. Dia membiarkan Therese mengurusnya walaupun dia merasa jijik. Dia harus menyaksikan teman-temannya memuji Therese dan Laurent yang begitu sabar mengurusnya tanpa bisa menjelaskan yang sebenarnya. Kasihan, tapi saya suka bacanya.
Bacaan yang lumayan beda dan anehnya menghibur. Sayang, saya tidak suka endingnya. Kurang nendang. Terlalu mudah, ah.
3/5
Ini percobaan pertama saya dengan Emile Zola. Ternyata saya suka. Mungkin saya bakal coba karya dia yang lain.
Ceritanya tentang Therese Raquin, seorang gadis yang dibesarkan oleh bibinya bersama dengan Camille, sepupunya yang lemah dan sakit-sakitan. Sang bibi memperlakukan keduanya dengan adil, termasuk membuat Therese mengkonsumsi obat yang dimakan Camille. Seiring dengan bertambah dewasa, Therese menyimpan kebencian dan rasa muak terhadap bibinya dan Camille. Dia belajar untuk menutupi perasaannya itu dengan bersikap seperti orang bodoh dan berpikiran sederhana. Dia membentuk dinding di sekelilingnya untuk melindungi rasa tidak puas atas hidupnya yang sempit dan tidak punya masa depan cerah.
Sialnya, bibinya menjodohkan Therese dengan Camille. Mereka menikah tanpa dasar cinta dan hanya pertemanan. Bahkan Therese juga membenci kebodohan dan kelemahan Camille.
Sampai suatu hari, Camille membawa temannya yang bernama Laurent untuk makan malam di rumah mereka. Laurent yang maskulin dan berotot terkesan sangat laki-laki dibandingkan Camille. Therese menginginkan pria itu, begitu juga dengan Laurent. Perselingkuhan pun tidak terhindarkan.
Di mata Camille dan bibinya, Laurent merupakan teman yang baik dan penuh perhatian. Mereka tidak pernah curiga akan hubungan antara Therese dan pria itu karena mereka berdua bersikap seperti orang asing setiap kali berada dalam satu ruangan. Tapi pertemuan rahasia itu pun tidak lagi cukup. Laurent ingin menikahi Therese. Obsesi itu membuat Laurent memutuskan untuk membunuh Camille.
Sebenarnya dari situ sudah terlihat apa yang akan terjadi setelahnya. Saya tahu pembunuhan itu akan menghantui mereka berdua dan malah membuat mereka saling membenci. Lagipula dari awal saya tidak merasa kalau Therese dan Laurent benar-benar jatuh cinta. Therese tertarik pada Laurent karena dialah satu-satunya laki-laki yang tersedia dan jelas jauh lebih baik dari Camille. Padahal Laurent itu pemalas dan bodoh. Dia lebih tertarik dengan warisan Camille yang akan menjadi milik Therese saat sang bibi meninggal.
Boleh dibilang, saya lebih menikmati gambaran kehidupan sederhana keluarga kecil di buku ini. Sangat kuno dan sempit. Mereka mempunyai toko yang terletak di lantai bawah rumah. Mereka hanya mengenal segelintir orang dan tidak begitu tahu apa yang terjadi di luar sana. Setiap hari Kamis, segelintir kenalan mereka itu akan datang untuk makan malam bersama di rumah mereka sambil bermain kartu. Rutinitas yang membosankan dan terkesan seperti penjara. Saya bisa mengerti kenapa Therese merasa tidak puas dengan kehidupan itu, sementara semua orang di sekitarnya terlihat bahagia-bahagia saja. Tapi tetap saja. Saya tidak suka dengan Therese dan Laurent. Hubungan mereka seperti racun yang menghancurkan mereka sendiri.
Dan... bagian paling menarik dari buku ini adalah sandiwara dan skenario yang dirancang Laurent dan Therese. Yah, saya suka saja membaca rencana jahat yang dipikirkan matang-matang oleh tokoh-tokoh ini. Biasanya kan saya baca protagonis yang baik hati. Jadi, rasanya beda gitu. Terus bagian akhir saat sang bibi yang struk akhirnya tahu kebenarannya cukup bikin tegang. Saya gemas saja karena penasaran bagaimana cara si bibi akhirnya bisa membocorkan kejahatan itu pada teman-temannya. Bayangkan saja. Sang bibi harus tinggal dan menyaksikan adegan rumah tangga Therese dan Laurent setiap harinya. Dia membiarkan Therese mengurusnya walaupun dia merasa jijik. Dia harus menyaksikan teman-temannya memuji Therese dan Laurent yang begitu sabar mengurusnya tanpa bisa menjelaskan yang sebenarnya. Kasihan, tapi saya suka bacanya.
Bacaan yang lumayan beda dan anehnya menghibur. Sayang, saya tidak suka endingnya. Kurang nendang. Terlalu mudah, ah.
3/5
No comments:
Post a Comment