Saturday 16 April 2016

Portrait in Sepia


Judul : Portrait in Sepia
Penulis : Isabel Allende
Tebal : 336 halaman
Penerbit : Harper Perennial Modern Classics

Recounted in the voice of a young woman in search of her roots, Portrait in Sepia is a novel about memory and family secrets. 

Aurora del Valle suffers a brutal trauma that shapes her character and erases from her mind all recollection of the first five years of her life. Raised by her ambitious grandmother, the regal and commanding Paulina del Valle, she grows up in a privileged environment, free of the limitations that circumscribe the lives of women at that time, but tormented by horrible nightmares. When she is forced to recognize her betrayal at the hands of the man she loves, and to cope with the resulting solitude, she decides to explore the mystery of her past.


Review:
Portrait in Sepia menceritakan keluarga del Valle, salah satu teman keluarga Sommers. Di buku pertama, keluarga ini sempat disinggung beberapa kali karena mereka juga pergi merantau ke Amerika seperti Eliza Sommers. Bagian awal buku ini sempat menyebut sejarah singkat keluarga Sommers juga Tao Chi'en. Tapi tokoh utama di buku ini adalah Aurora del Valle, seseorang yang merasa kehilangan identitas karena tidak bisa mengingat lima tahun pertama hidupnya.

Aurora sebenarnya adalah cucu dari Eliza dan Paulina del Valle. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat cantik karena merupakan keturunan campuran antara darah Spanyol dan Cina. Saking cantiknya, ia membuat semua laki-laki yang melihatnya jatuh cinta dan ingin menidurinya. Tapi Lynn Sommers hanya mencintai satu orang. Sayangnya, pria itu adalah playboy tak bertanggung jawab yang mengambil keperawanannya juga meninggalkannya. Pria itu adalah putra Paullina del Valle.

Awalnya Paullina tidak mau mengakui cucunya itu. Ia tidak percaya putranya bisa melakukan perbuatan memalukan seperti menghamili anak orang. Ia bahkan tidak mau memberikan harta sedikitpun untuk cucunya itu. Tapi lucunya, keponakan Paullina yang jatuh cinta pada Lynn mengajukan diri untuk menikahi Lynn. Sayangnya, usia pernikahan itu pendek karena Lynn meninggal setelah melahirkan Aurora. Patah hati, Severo del Valle kembali ke negaranya dan menikahi sahabat masa kecilnya.

Eliza Sommers dan Tao Chi'en-lah yang akhirnya merawat Aurora. Mereka sangat menyayangi cucu mereka itu. Tapi saat Tao Chi'en meninggal, Eliza yang sudah berjanji untuk menguburkan suaminya di Hongkong terpaksa meminta Paullina untuk mengambil Aurora. Dan Paullina setuju.

Paullina yang tidak pernah punya anak perempuan sangat menyayangi Aurora. Tapi caranya menunjukkan kasih sayang sangatlah unik. Paullina adalah sosok yang keras dan tegar. Dia sangat jago berbisnis dan karena dialah keluarga del Valle menjadi kaya raya. Instingnya dalam mengumpulkan uang sangat luar biasa. Bahkan ajaran-ajarannya yang diteruskan pada Aurora juga sangat menarik. Selain itu, orang-orang di sekitar Paullina juga sangat unik sehingga memberi warna dalam kehidupan Aurora.

Kisah saga di buku ini memiliki nuansa yang berbeda dengan buku pertamanya. Portrait in Sepia memiliki banyak karakter dengan keunikan yang berbekas di hati saya. Bahkan saya begitu bersemangat sewaktu tahu ada Eliza dan Tao Chi'en di buku ini. Saya ikut sedih saat Tao Chi'en meninggal karena saya masih ingat jalan hidupnya di buku pertama.

Tapi yang paling berkesan di buku ini adalah sosok Paullina del Valle. Saya selalu suka cerita wanita kuat yang eksentrik dan punya prinsip hidup unik. Kombinasi suka makan dan jago berbisnis sangat jarang ditemukan di novel-novel, apalagi kalau karakternya wanita. Saya suka kata-kata yang keluar dari mulutnya. Saya suka semangat hidupnya yang tidak pernah putus. Sama seperti si butler yang melayani Paullina del Valle, saya sangat respek dan menghormati sosok satu ini.

Aurora memang bukan tipe wanita blak-blakan seperti Paullina. Dia lebih pemalu dan penyayang. Hidupnya lumayan enak karena dimanja oleh nenek yang kaya raya. Tapi pernikahannya tidak begitu mulus. Ia juga masih terus dihantui mimpi buruk akibat kejadian masa lalu yang dilupakannya. Sosoknya memang cukup kontras dibandingkan neneknya. Tapi dia adalah seorang fotografer yang merekam dunianya dalam seni. Dan entah kenapa saya menemukan banyak sekali sisi kepribadiannya yang mirip dengan saya sendiri. Sangat relatable.

Saya jatuh cinta pada karya Isabel Allende. Setelah Daughter of Fortune, Portrait in Sepia benar-benar membuat saya langsung memutuskan untuk mengoleksi seluruh karyanya. Kisah saga yang ditulisnya begitu kaya akan karakter-karakter yang tak terlupakan. Perjalanan hidup mereka juga sangat menarik untuk diikuti. Saya sama sekali tidak pernah bosan membaca halaman-halaman di buku ini. Saya juga tidak menyangka buku ini bisa saya lahap hanya beberapa hari saja. Padahal biasanya saya menghabiskan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan bacaan bertema historical fiction. Tapi Portrait in Sepia terlalu keren. Saya masih bisa merasakan perasaan jungkir balik yang saya alami sepanjang membaca buku ini. Wow.

Saatnya membaca buku ketiganya. :)

5/5

No comments:

Post a Comment