Judul : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Tebal : 512 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.
Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.
Review:
Ini kisah yang sederhana. Menceritakan kehidupan Borno, pemuda Pontianak yang lahir dari keluarga biasa saja. Ayahnya meninggal saat dia berusia 12 tahun dan selama hidupnya ia hidup hanya berdua dengan ibunya di pinggir Sungai Kapuas.
Borno digambarkan sebagai pemuda berhati lurus dan sangat menghormati para senior di desanya. Sewaktu dia lulus SMA, dia tidak punya uang untuk melanjutkan kuliah. Namun Borno pantang menyerah. Dia bekerja serabutan mengumpulkan uang demi bisa menggapai mimpinya itu. Termasuk menjadi pengemudi sepit.
Sepit (dari kata "speed") adalah perahu spesial yang dijadikan angkutan umum dalam menyeberangi Sungai Kapuas. Pengemudinya biasanya sudah melakukan pekerjaan itu bertahun-tahun dan bergabung dalam kelompok persatuan pengemudi sepit yang dipimpin Bang Togar. Tidak sembarang orang bisa jadi pengemudi sepit. Borno sendiri harus diuji kesabarannya oleh Bang Togar beberapa kali sebelum akhirnya dia diizinkan masuk dalam organisasinya.
Muncullah Mei, gadis cantik misterius bermata sendu menawan. Perkenalan Borno dengan gadis itu diawali dengan sepucuk angpau merah yang dijatuhkan Mei secara sengaja di dasar sepit. Awalnya Borno mengira itu adalah surat yang tertinggal. Tapi ternyata amplop itu adalah angpau yang berarti isinya uang untuk membayar servis sepit si Borno.
Dari situlah kisah cinta Borno dimulai. Dia mulai menyelidiki waktu yang tepat saat Mei naik sepit di pagi hari. Pokoknya Borno mau Mei naik sepitnya, yang berarti dia harus berada di antrian ke-13 setiap paginya. Walaupun begitu, hampir tidak ada pertukaran kata di antara keduanya.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ini hanya kisah sederhana. Yang saya kagumi dari novel ini adalah Tere Liye memilih untuk membahas setting dan profesi yang sangat unik: Pontianak dan pengemudi sepit. Saya sangat suka dengan semua tokoh yang ada di dalam buku ini. Mulai dari Koh Acong, Cik Tulani, Andi, Bang Jauhari, dan Pak Tua. Terutama Pak Tua dengan segala petuahnya yang lucu-lucu namun mengena. Apalagi terkadang Borno memang suka menanyakan hal yang aneh-aneh. Tapi Pak Tua selalu bisa memberikan jawabannya.
Menurut saya, kehidupan sehari-hari Borno adalah daya tarik terbesar dari cerita ini. Interaksinya dengan para pengemudi sepit, dengan Pak Tua, dengan Andi sahabatnya yang konyol, dengan Mei, dan entah berapa banyak orang yang muncul dalam kehidupan seorang Borno. Rasanya sangat menyenangkan membaca kehidupan "meriah" Borno yang dikeliling oleh orang-orang dari berbagai ras namun semuanya saling rukun dan tidak pernah bercekcok panjang. Persaingan dianggap suatu yang menghibur, perbedaan dianggap sesuatu yang lumrah, dan masalah seseorang dipecahkan bersama-sama. Walau memang, akhirnya Borno bahkan tidak punya privasi untuk kencan berdua karena banyak yang mau nonton.
Buku ini banyak membicarakan tentang perasaan. Terutama cinta. Memang kisah cinta Borno ini bukan kisah cinta biasa. Sampai beberapa halaman terakhir pun, saya bahkan belum bisa menebak bagaimana akhir dari hubungan Borno dan Mei. Dan ternyata... ada jalinan takdir yang sudah menanti mereka sejak saat Borno menemukan angpau merah itu di dasar sepitnya.
“Cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti.”
"Camkan, bahwa cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
4/5
Halo Sabrina, maap OOT. Masih cari "The Tale of Desperaux" gak? Temenku ada yang jual edisi English, terbitan Scholastic. :)
ReplyDeleteLutfia, aku udah dpt bukunya uy hehe... tp, thx banget :)
Delete