Saturday, 24 March 2012

Letters To Sam


Judul : Letters To Sam
Penulis : Daniel Gottlieb
Tebal : 232 halaman
Penerbit : Gagasmedia

"Aku tak sanggup memikirkan hal ini, tetapi aku tahu, satu hari nanti, kau akan mendengar seseorang berkata, 'Dia autis.' Kalau hal itu terjadi, aku khawatir, kau akan menyadari bahwa ketika orang melihatmu, mereka tak melihat seorang Sam. Mereka melihat sebuah diagnosis. Sebuah masalah. Sebuah pengelompokan. Bukan seorang manusia."

Daniel Gottlieb, seorang psikolog dan terapis keluarga, begitu sedih saat mendapati cucunya yang bernama Sam menderita autis. Tapi dia sangat menyayangi Sam dan ingin cucunya tahu bahwa segalanya baik-baik saja. Dia menulis surat-surat dengan harapan suatu hari Sam akan membacanya dan mendapatkan banyak pelajaran tentang kehidupan yang mungkin tidak akan sempat diberikannya. 
 
Daniel mengalami kelumpuhan di usianya ke 29 tahun. Kecelakaan yang dialaminya membuat tulang belakangnya putus dan ia lumpuh setengah badan. Keadaan itu pernah membuatnya putus asa sebelum akhirnya ia menerima dan berdamai dengan kecacatannya itu. Karena merasa sama-sama merasa berbeda, ia ingin Sam tahu kalau memiliki kecacatan tidak berarti akhir dari segalanya.

"Sam, selama bertahun-tahun aku mendapati bahwa aku bukanlah seorang tunadaksa. Aku memang memiliki kelumpuhan. Kau bukan penderita autis. Kau memiliki autisme. Karena label yang dilekatkan pada kita, beberapa orang takut mendekati kita. Beberapa yang lain menjadi berhati-hati ketika bicara atau memberi kepercayaan kepada kita. Dengan cedera tulang belakangku dan autisme yang kau miliki, kita terlihat berbeda dan bertindak berbeda. Tapi, kita juga bisa mengajari orang lain... bahwa apa pun yang terjadi dengan tubuh atau pikiran kita, jiwa kita akan tetap utuh."

Banyak kekhawatiran dalam hati Daniel mengenai masa depan Sam. Ia takut cucunya itu kecewa dan marah pada hidupnya.

"Akar dari kekecewaan adalah keinginan."

"Sam, suatu hari nanti, segala yang memiliki keterikatan dengan kita akan lenyap: benda-benda milik kita, orang yang kita kasihi, bahkan kemudaan dan kesehatan kita. Ya, setiap kehilangan adalah pukulan. Tapi juga kesempatan. Ada sebuah pepatah kuno ala sufi: 'Ketika hati menangisi apa yang hilang, maka jiwa bersuka cita atas apa yang diperoleh."

Saya suka sekali dengan banyak kalimat di buku ini. Rasanya seperti ikutan kuliah dengan mata pelajaran kehidupan yang ringan dan mengena.

"Aku mengemukakan pendapatku--bahwa orang merasa kesepian karena ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan mereka."

"Apa yang selalu membuat kita merasa lapar? Rasa aman dan kebahagiaan, tentu saja. Namun, rasa aman yang kita dambakan adalah perasaan aman yang tak bisa diperoleh dengan kepemilikan atau penguasaan. Kalau kita bisa membeli rumah besar dan mobil bertenaga luar biasa, kita mungkin bisa mendapatkan ilusi rasa aman, tetapi semua itu tetap saja ilusi. Kalau kita bisa mengerjakan sesuatu dengan baik di sekolah atau kantor, kita mungkin telah melakukan pencapaian, tetapi selalu ada hal lain yang harus dicapai--kebahagiaan akan selalu ada di tikungan berikutnya. Rasa aman yang sebenarnya hanya datang saat kita merasa nyaman dengan diri kita sesungguhnya... Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah efek samping dari kehidupan yang kita jalani dengan baik."

"...ketika kita berhenti melawan kematian, kita akan sanggup bangkit untuk hidup."

Daniel tidak hanya mengajari soal penerimaan, tapi juga bagaimana berjuang dalam kehidupan. Beneran, sepertinya pendapat Daniel cocok untuk otak saya. Setuju banget, pokoknya.

"Satu hal yang dibutuhkan anak-anak adalah ketahanan, dan kebutuhanmu yang berkaitan dengan permasalahan sepele dalam hidup pun bisa tampak besar dan membuat tak berdaya. Cara terbaik untuk membentuk ketahanan pada masa dewasa adalah dengan menghadapi dan belajar dari kesulitan sejak dini. Hal yang paling penting bukanlah bagaimana menghindari masalah; tetapi belajar bagaimana mengatasi masalah yang muncul."

Yah, kesimpulannya... buku yang ditulis sebagai hadiah berharga dari seorang kakek pada cucunya ini benar-benar luar biasa. Isinya sangat manis dan mendamaikan hati. Sayang sekali, buku ini banyak typonya. Biasanya saya tidak terlalu peduli soal typo, tapi kalau terlalu banyak kan mengganggu juga.

"Banyak dari kita menderita karena mencoba menjalani kehidupan yang pernah kita miliki atau kehidupan yang kita dambakan. Kau mengingatkanku hari itu bahwa hidup terasa sangat manis ketika kita menjalani kehidupan yang kita miliki."

"Sam, aku ingin kau tahu bahwa menjadi berbeda bukanlah masalah. Ini sekadar menjadi berbeda. Tapi, merasa berbeda bisa menjadi masalah. Ketika kau merasa berbeda, perasaan ini bisa benar-benar mengubah caramu melihat dunia."

Definitely my favorite book. Haha...

4/5

4 comments:

  1. Aku juga suka bgt buku ini, rasa2nya pengen mengquote semua isi buku, hehe ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, makanya saya quote-nya banyak nih hihi^^

      Delete