Judul : Someday
Penulis : Winna Efendi
Tebal : 409 halaman
Penerbit : Gagasmedia
Cerita ini tentang seorang perempuan muda yang sederhana, dengan mimpi besar dan harapan yang besar pula. Berperawakan tomboi, dengan penampilan yang biasa saja. Dengan kehadirannya dia membawa kesepian, dan meskipun bersikeras tidak percaya pada cinta, ia menyimpan keinginan yang besar untuk menemukan sesuatu, atau seseorang, yang membuktikan sebaliknya.
Ini adalah kisahnya dalam mencari, menemukan, juga merasakan kehilangan. Namun lebih dari itu semua, ini adalah ceritanya dalam menemukan jati diri, serta apa yang benar-benar diinginkannya. Bahwa tidak semua yang kita harapkan dapat berjalan sesuai keinginan. Bahwa terkadang, kita jatuh dan terluka. Terkadang kita menempatkan hati pada orang yang salah.
But it's okay; maybe not today, but someday.
But it's okay; maybe not today, but someday.
Review:
Saya agak kaget baca buku ini. Biasanya penulis tidak menceritakan kisah yang segelap ini. Saya berpikir ceritanya adalah seputar romance remaja unyu ala sekolah. Saya sempat mengernyit saat Chris si tokoh utama jatuh cinta pada cowok asing bernama Art secara tiba-tiba. Masalahnya, Art itu terasa seperti red flag dari awal. Pendiam, muncul di waktu-waktu yang tidak bisa diprediksi, dan nggak suka dengan sahabat Chris, Milo.
Ternyata, oh, ternyata. Penulis memang ingin mengangkat tema hubungan yang abusive. Bagi saya yang kebetulan sedang mendalami ilmu kepribadian narsistik, tingkah laku Art itu ada kemiripannya. Mulai dari baik, tapi misterius. Terus mulai membawa-bawa perasaan insecurity Chris dan menyamakannya dengan dirinya. Seakan mereka berdua itu spesial. Seakan Chris itu spesial dan diciptakan hanya untuk Art seorang. Tentu saja itu bentuk manipulasi sehingga Chris pun serasa bergantung pada Art dalam hal validasi insecurity itu sendiri. Lalu Art mulai melarang Chris melakukan hobinya, mengisolasi Chris dengan tidak memperbolehkan dia bertemu dengan Milo, menjelek-jelekkan teman-teman Chris satu per satu sehinggan Chris akhirnya hanya merasa hanya Art yang memahaminya.
Dan lalu mulailah dengan pukulan dan tamparan.
Sedih sih bacanya. Terkadang orang normal yang masih naif itu hanya tidak mengerti soal manipulasi perasaan dan pikiran. Orang-orang narsistik dan sakit jiwa lainnya yang memang dasarnya sudah ngaco otaknya dengan mudah mempermainkan mereka. Kebetulan karena ada beberapa orang terdekat saya yang punya kepribadian narsistik, saya jadi merasa kasihan saja. Karena awalnya, orang-orang narsistik itu juga mengalami trauma yang berat sehingga otak mereka membentuk mekanisme pertahanan menyebalkan seperti itu yang akhirnya menyakiti orang lain. Sebuah siklus yang terus menyebar jika tidak disadari.
Untuk para korban, ingatlah selalu siapa orang baik yang sudah lama ada dalam kehidupanmu. Jangan mengorbankan mereka apalagi membuang mereka hanya untuk orang yang baru dikenal. Karena kalau sampai seseorang melarangmu untuk bertemu sahabat lamamu, sudah jelas dia bermaksud jahat.
Keren sekali penulis karena bisa menjabarkan proses manipulasi Art yang sangat realistis dan nyata sekali. Buku bagus ini.
4/5
No comments:
Post a Comment