Monday, 22 May 2017

Dear Nathan


Judul : Dear Nathan
Penerbit : Erisca Febriani
Tebal : 520 halaman
Penerbit : Best Media

Berawal dari keterlambatan mengikuti upacara pertama di sekolah baru, Salma Alvira bertemu dengan seorang cowok yang membantunya menelusup lewat gerbang samping. Selidik punya selidik, cowok itu ternyata bernama Nathan; murid nakal yang sering jadi bahan gosip anak satu sekolah. Beberapa rangkaian kejadian pun terjadi, yang justru menghantarkan Salma untuk menjadi kian lebih dekat dengan Nathan. Dua kepribadian yang saling bertolak belakang, seperti langit dan bumi; yang tidak bisa bersatu tapi saling melengkapi. Novel ini mengisahkan tentang masa indah putih abu-abu, persahabatan, pelajaran kehidupan, dan pentingnya untuk selalu menghargai perasaan.


Review:
Yah, akhirnya saya penasaran juga sama novel super terkenal ini. Gara-gara dibikin film sih. 

Jadi, ekspektasi saya sewaktu baca sinopsis buku ini itu seperti ini: buku tebal pasti banyak konflik, karena ini novel remaja pasti banyak kejadian unyu dan bikin nostalgia dengan masa muda, kalau ini kisah cinta yang sepertinya jadi fenomenal seharusnya sih sad ending. Ekspektasi itu membuat saya merasa yakin akan menyukai buku ini.

Tapi tentu saja saya salah. Sejauh ini, saya jarang suka buku yang disukai banyak orang, kecuali genre fantasi (science fiction tidak termasuk) karena saya gampang terkesan dengan apa pun berbau fantasi. 


Apa kesan saya setelah membaca buku ini? Saya sempat bingung sendiri kenapa penulis harus menghabiskan 520 halaman untuk menceritakan konflik sederhana seperti itu. Oke, anggap ini novel dari wattpad yang awalnya disebarkan secara gratis. Berarti itu salah editornya dong. Serius. Buku ini tidak punya tension dan sangat datar. Banyak hal yang bisa dibuang dan tidak memengaruhi jalan cerita sama sekali. Belum lagi typo dan kesalahan tanda bacanya.

Kalau tujuannya mau fokus di kisah cinta remaja, novel ini jelas gagal. Saya tidak tersentuh, tidak menemukan adegan romantis yang bikin saya swoon, saya bahkan tidak tahu kenapa Nathan bisa suka sama Salma. Sikap Salma yang kaku juga tidak relatable. Saya rasa tidak ada orang sekaku robot seperti Salma. Terlalu aneh. 

Oke, anggap fokusnya bukan kisah cinta remaja, tapi tentang masa SMA yang penuh warna. Kalau begitu, novel ini lebih gagal lagi. Saya tidak merasa ada karakter yang ditonjolkan selain Nathan dan Salma. Teman-teman Salma itu hanya tempelan. Teman-teman Nathan juga sama. Kejadian lucu dan bikin gemas juga tidak ada. Atau mungkin selera humor saya yang berbeda dengan anak-anak di buku ini? Entahlah.

Jadi, kesimpulan saya cuma satu. Novel ini buat fangirling. Penulis berusaha menciptakan sosok Nathan yang bad boy, biang kerok, nakal, banyak masalah di rumahnya, tapi mengejar Salma mati-matian. Yah, bagaimana ya? Saya suka bad boy, tapi Nathan dari awal sudah membuat saya ilfil karena mempermainkan guru yang sedang hamil. Senakal-nakalnya orang, saya bisa terima asalkan dia tidak kurang ajar. Dan ini cowok tokoh utama ya. Tingkah usil dan nakalnya banyak yang tidak bisa saya toleransi. Terus, apakah di sekolah favorit tingkah murid-muridnya segila inikah? Banyak kasus berantem, musuhan, bully... Yang saya tahu sih nggak. Kalau sekolah anak buangan sih mungkin.

Dan yang bikin saya kesal, penulis menyelesaikan masalah Nathan dan ayahnya dengan... tidak masuk akal. Kebencian bertahun-tahun tidak akan hilang hanya dalam tiga halaman. 

Ah, sudahlah. Memang buku ini tidak sesuai dengan selera saya. Satu-satunya yang saya suka adalah gaya penulisan Erisca Febriani yang enak dibaca dan mengalir. Padahal dia penulis pemula, lho.

2/5

3 comments:

  1. Aku belum tertarik baca novelnya. Jujur.
    Mending nonton filmnya aja deh. :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehehe.... Semoga lebih bagus filmnya :)

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete