Sunday, 3 July 2016

Forbidden


Judul : Forbidden
Penulis : Tabitha Suzuma
Tebal : 432 halaman
Penerbit : Definitions

She is pretty and talented - sweet sixteen and never been kissed. He is seventeen; gorgeous and on the brink of a bright future. And now they have fallen in love. But... they are brother and sister.

Seventeen-year-old Lochan and sixteen-year-old Maya have always felt more like friends than siblings. Together they have stepped in for their alcoholic, wayward mother to take care of their three younger siblings. As defacto parents to the little ones, Lochan and Maya have had to grow up fast. And the stress of their lives—and the way they understand each other so completely—has also also brought them closer than two siblings would ordinarily be. So close, in fact, that they have fallen in love. Their clandestine romance quickly blooms into deep, desperate love. They know their relationship is wrong and cannot possibly continue. And yet, they cannot stop what feels so incredibly right. As the novel careens toward an explosive and shocking finale, only one thing is certain: a love this devastating has no happy ending.


Review:
Ini novel yang sangat terlarang, sesuai dengan judulnya. Inses adalah tema yang sinting. Jangan tanya kenapa saya pilih bacaan ini. Tapi rating buku ini bagus dan bikin saya penasaran.

Ditulis dari dua sudut pandang, Lochan dan Maya, buku ini bercerita tentang keluarga yang rusak dengan fondasi yang hampir runtuh. Lochan si anak tertua berperan sebagai ayah bagi adik-adiknya, padahal dia masih remaja dan bersekolah. Maya si anak kedua berperan sebagai pendukung di balik Lochan, menjadi pelindung tiga adiknya yang lain. Di saat ibu mereka yang alkoholik dan tidak bertanggung jawab melakukan kencan dengan pria beristri, Lochan terpaksa bekerja dan membayar tagihan. Di saat anak-anak cewek lain berkencan dan mengeceng cowok keren, Maya harus pulang untuk mengurus rumah.

Bertahun-tahun Lochan dan Maya mempertahankan keluarga rusak itu untuk  bersembunyi dari Social Service karena tidak mau terpisah dari adik-adiknya. Tapi bahkan semua itu membebankan hati Lochan. Saya bahkan tidak tahu bagaimana Lochan bisa terus sabar. Kalau saya sih sudah stres dan marah-marah. Apalagi Kit si anak ketiga yang pembangkang dan liar membencinya karena sok berkuasa dan memiliki wewenang di rumah. Tiffin si anak keempat masih terlalu muda untuk bisa membantu banyak dan Willa si bungsu yang manis juga harus dilindungi dari kenyataan. Belum lagi masalah social anxiety yang dideritanya. Ia tidak bisa berbicara dan bergaul dengan orang. Ia selalu ketakutan dan merasa tolol di sekolah saat tidak mampu melakukan presentasi di depan kelas. Dan dosanya yang terbesar adalah mencintai Maya sang adik yang jelas tidak boleh dicintainya sama sekali.

Tapi Maya juga mencintai Lochan. Diam-diam mereka berhubungan walau setiap kali mereka membicarakan dosa itu, mereka pasti bertengkar. Lochan jijik pada dirinya sendiri dan lebih membenci dirinya lagi karena membawa Maya ke dalam jalan yang salah.

Apakah salah mencintai seseorang dengan tulus dan murni seperti itu? Norma sosial dan agama melarang inses dengan sangat keras. Saya jelas berpendapat sama. Tapi saat saya membaca buku ini, saya bisa mengerti keputusasaan Lochan dan juga rasa tidak berdaya Maya. Mereka terbiasa saling bergantung satu sama lain, bersahabat sejak kecil, dan berperan sebagai orangtua di dalam keluarga. Mungkin itulah yang memicu perasaan cinta yang salah itu. Saya bersimpati pada mereka. Tapi apakah saya bisa menerima konsep inses? Tetap tidak. Buku ini tidak berusaha mengubah pandangan soal inses. Namun Tabitha Suzuma mampu membuat saya bersimpati dengan karakter yang diciptakannya dan hampir menginginkan agar mereka bersatu walaupun itu salah.

Lochan. Wow. Setiap narasinya membuat saya sakit hati. Saya bisa merasakan beban pikirannya, rasa bencinya, ketakutannya, cintanya yang begitu besar dan tulus untuk Maya serta adik-adiknya. Saya jatuh cinta pada karakter ini hanya dengan membacanya. Lochan adalah karakter yang merasakan terlalu banyak, terlalu dalam hingga membuat dirinya sendiri sengsara. Saya ingin menolongnya, membantunya menghadapi dunia yang kejam. Buku ini jadi sangat berkesan bagi saya karena karakter Lochan yang sangat nyata dengan seluruh kelebihan dan kekurangannya. Tidak seperti Maya yang walaupun baik hati, saya tetap tidak bisa masuk ke dalam kepalanya. Maya terkesan biasa saja dan hanya terkesan istimewa saat Lochan yang menggambarkannya. 

Saya lumayan suka dengan adik-adik Lochan dan Maya. Apalagi Kit. Entah kenapa walau karakternya menyebalkan, dia justru paling menonjol. Bahkan saya bisa memaafkan kesalahan fatalnya yang terakhir. Karena dengan begitu akhirnya dia bisa belajar tentang konsekuensi. Dan saat dia berlari mengejar mobil polisi yang membawa Lochan, saya menangis. Kenapa dia baru sadar betapa Lochan menyayanginya saat itu? 

Endingnya... Mungkin itu adalah jalan yang terbaik bagi Lochan. Setelah ratusan halaman siksaan batin itu, mungkin memang lebih baik begitu. Tapi saya tetap patah hati. Epilognya ya ampun. Sedih banget. Beneran deh. Saya mau nonjok ibu kandung mereka. Semuanya salah dia dan malah setelah dia menghancurkan semuanya, dia tetap santai-santai saja. Dasar ibu gila!!! 

Sepertinya saya butuh istirahat dulu. Buku ini sangat menguras emosi. Haunting.

5/5

2 comments:

  1. Aaaah tuh kan pingin nangis lagi *ah lebe deh*. Tapi serius, aku setuju banget tiap narasinya Lochan pingin sakit hati. Serasa kita tuh cuma bisa lihatin dia kayak gitu tapi ya gimana nggak bisa apa-apa *duh sedih*.

    Alasan baca bukunya karena rating bagus ya? Saamaaaaa. Ini aku hindari banget buat baca soalnya yakin nggak bakalan kuat, eh tp temenku mendadak entah darimana rekomen buku ini jadi mau gak mau baca juga, dan emaaaang pengemasannya bikin kita simpati sama karakternya. Aku sedih deh sama endingnya huhu, walaupun kalo nggak gitu endingnya gak tau apa sih... orang cuma karena kisah cinta mereka aja aku gak tau mau dibawa kemana. Eh tapi si Lochie sempet kasih solusi gitu kan, cukup masuk akal sih tapi ya nggak kesampean.

    Duh malah komen panjang.

    Anyway, salam kenal yaaa :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sakit hati bnr. Saya tiap kali inget critanya kebawa sedih lagi. Kasiannn si Lochie.

      Endingnya emang udh sepantasnya. Kalo happy ending malah aneh ga sih. Kan jadi mengiyakan inses. Hehe

      Delete