Sunday, 19 May 2013

Nineteen Minutes


Judul : Nineteen Minutes
Penulis : Jodi Picoult
Tebal : 592 halaman
Penerbit : Hodder

As a midwife, Lacy Houghton brings lives into the world.

She didn't expect her son to take them away.

But that's what he did one March morning, when he walked into his high school with guns instead of books and killed ten people.
Along with the rest of the shocked and grief-stricken town, Lacy is left wondering when her shy 17-year-old boy turned into a monster. And was it her fault?

In the aftermath of the shooting, Lacy searches the past for clues and begins to realise that despite, or perhaps because of, her every effort, she never really knew her son at all...

Review:
Saya pertama kali mendengar nama Jodi Picoult waktu bukunya yang berjudul My Sister Keeper menjadi bestseller dan diadaptasikan menjadi film. Saya sudah lama penasaran dengan karya-karyanya tapi belum mendapatkan moment untuk benar-benar ingin membacanya.

Nineteen Minutes menarik perhatian saya sejak awal. Temanya mengenai "bullying" dan saya selalu tertarik dengan tema itu. Mungkin karena bullying adalah hal-hal nyata yang saya temukan sehari-hari dan saya ingin tahu apa yang bisa dibawakan seorang Jodi Picoult tentang hal itu.

Sungguh penuh dilema. Saya tidak tahu harus milih sisi yang mana karena semuanya berada di daerah abu-abu. Saya tidak akan bilang kalau Peter Houghton melakukan hal yang benar dengan membunuh orang-orang yang pernah mem-bully dia karena pembunuhan jelas bukan jalan keluar. Tapi beneran deh. Saya mau menjotos semua tukang bully itu. Jahatnya amit-amit. Alasannya cuma buat have fun. Waktu mereka disidang dan menjawab seperti itu, saya cuma mau bilang: What the fuck, man!!! Apa harus mem-bully baru bisa have fun? Such a worthless teenager...

Saya menyukai bagaimana Jodi Picoult membahas latar belakang tiap orang yang menjadi tokoh utamanya. Saya suka bagian Lacy Houghton dan Alexandra Cormier pertama kali bertemu, bagian Alex ingin mengaborsi anak haramnya karena membenci pria yang menghamilinya, bagaimana Alex menjadi wanita dingin dan hanya Lacy yang berhasil menembus pertahanannya, dan akhirnya bagaimana Alex mulai menyayangi anak yang dikandungnya. Semuanya adalah awal yang baik dan juga menyedihkan karena saya tahu 17 tahun kemudian semua hubungan persahabatan itu akan hancur. So heartbreaking.

Josie Cormier dan Peter Houghton adalah sahabat sejak kecil. Namun Peter yang lemah selalu menjadi sasaran Matt dan kawan-kawannya. Josie membela Peter sampai saat dia mulai tumbuh menjadi remaja insecure yang ingin bergabung dalam kelompok orang-orang populer. Dia mengubah semuanya, menggunakan topeng cantiknya untuk menyembunyikan bagian dalam dirinya yang ingin berteman dengan Peter. Dan tentu saja Josie menjadi pacar Matt.

“When you don't fit in, you become superhuman. You can feel everyone else's eyes on you, stuck like Velcro. You can hear a whisper about you from a mile away. You can disappear, even when it looks like you're still standing right there. You can scream, and nobody hears a sound. You become the mutant who fell into the vat of acid, the Joker who can't remove his mask, the bionic man who's missing all his limbs and none of his heart. You are the thing that used to be normal, but that was so long ago, you can't even remember what it was like.”  (the best quote ever!!)

Dari semua karakter tidak sempurna di buku ini, saya paling benci dengan Josie. Saya tidak suka dengan orang yang mengkhianati teman sendiri. Dan alasannya karena ingin menjadi populer? What's wrong with you? Bahkan Josie mau saja pacaran terus dengan Matt padahal cowok itu agak abusive. Saya tahu menjadi remaja tidak mudah. Tapi Josie tidak hanya bodoh karena cinta dan menginginkan hal kosong seperti popularitas, dia juga tidak punya jiwa ksatria sama sekali. Jika memang tidak ingin berteman dengan Peter di depan semua orang, setidaknya dia bisa minta maaf atau menjadi pendukung Peter dari jauh. Bukannya meninggalkan Peter sepenuhnya dan bahkan ikut-ikutan mencelakakan Peter. Duh!! Saya masih panas gara-gara tokoh paling bodoh sedunia ini. Padahal dia juara umum di sekolah. 

“If you spent your life concentrating on what everyone else thought of you, would you forget who you really were? What if the face you showed the world turned out to be a mask... with nothing beneath it?”

Untuk Peter... Saya tidak menyangka kalau kakaknya juga ikut-ikutan mem-bully dia. Tapi seharusnya Peter mendengar nasehat ibunya untuk stand up for himself. Peter tidak bisa membela dirinya sendiri di hadapan kakak dan semua orang di sekitarnya. Peter terlalu pengecut dan saya tidak mengerti kenapa dia diam saja dan tidak mencari hal lain yang bisa membantunya. Kalau saya sih sudah mencari akal-akal bulus untuk membuat para tukang bully itu malu. (ya, saya memang selicik itu sayangnya) Dan saya lebih tidak mengerti lagi sama Lacy. Sebagai seorang bidan, bisa-bisanya dia lebih mengerti bayi dan ibu yang melahirkan daripada anaknya sendiri. Bahkan dia tidak mendukung Peter. Ayah Peter juga samanya, pilih kasih sama anak pula. GAH!! Lalu di sekolah Peter tidak ada orang yang punya akal sehat ya? Tidak ada guru ataupun murid yang membela Peter sama sekali. Apa perlu saya datang ke sekolah itu buat membasmi semua kutu itu? (chill for me, need ice now -.-)

“When I was little, I used to pour salt on slugs. I liked watching them dissolve before my eyes. Cruelty is always sort of fun until you realize that something’s getting hurt. It would be one thing to be a loser if it meant that no one paid attention to you, but in school, it means you’re actively sought out. You’re the slug, and they’re holding all the salt. And they haven’t developed a conscience. There’s a word we learned in social studies: schadenfreude. It’s when you enjoy watching someone else suffer. The real question though, is why? I think part of it is self preservation. And part of it is because a group always feels more like a group when it’s banded together against an enemy. It doesn’t matter if that enemy has never done anything to hurt you-you just have to pretend you hate someone even more than you hate yourself. You know why salt works on slugs? Because it dissolved in the water that’s part of a slug’s skin, so the water on the inside its body starts to flow out. They slug dehydrates. This works with snails, too. And with leeches. And with people like me. With any creature, really, too thin-skinned to stand up for itself.” 

Di tengah lautan orang-orang aneh, saya suka banget dengan Jordan McAfee. Saya selalu suka tokoh pengacara soalnya. Jangan tanya kenapa. Apalagi si Jordan ini pengacara yang keren sekali. Terutama pas di adegan persidangan. Kyaaaaa....

“A mathematical formula for happiness:Reality divided by Expectations.There were two ways to be happy:improve your reality or lower your expectations.” 

“Everyone knew that if you divided reality by expectation, you got a happiness quotient. But when you invert the equation - expectation divided by reality - you didn't get the opposite of happiness. What you got, Lewis realized, was hope.” 

Buku ini penuh kata-kata inspirasi dan untaian kalimat jenius yang membuat saya benar-benar salut dengan Jodi Picoult. She surely can write. Dan novel ini benar-benar bikin saya merasakan banyak hal, kayak nano-nano. Walau banyak ngamuknya sih gara-gara si Josie.  

“But then again, maybe bad things happen because it’s the only way we can keep remembering what good is supposed to look like.” 

Brilliant!

5/5

7 comments:

  1. aku baru baca yang MSK, dan suka
    Kalau yang ini belum ada terjemahannya ya :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. belum ada keknya, aku cek sih ga ada. Agak aneh, karena justru ini salah satu karya Jodi Picoult yg tkenal

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  3. Jodi Picoult adl salah satu pengarang favoritku. Hampir semua karyanya kalo sudah diterjemahkan saya baca. Salem Falls, My Sister Keeper, Perfect Match, The Tenth Circle, Plain Truth. Semua bagus kecuali My Sister Keeper. (entah kenapa saya ngga ngeh sama My Sister Keeper).
    Jodi sangat piawai menggali karakter tokoh-tokohnya. Kadang pembaca terkecoh karna tokoh-tokoh tertentu tidak seperti yang diharapkan. Tapi tetap cerita-ceritanya spektakuler bahkan sangat memuaskan.
    Di antara semua karya Picoult, yang paling kepingin saya baca adalah The Pact. Tapi sepertinya belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, karangannya menarik semua diliat dr sinopsisnya :D iya yg ini belum ada terjemahannya, mer hehe...

      Delete
    2. aku belum baca my sister keeper sih. tapi filmnya lumayan ok, walau mgk kejadiannya sama kek buku ini. Kesel sama kebodohan org2 anehnya hahaha...

      Delete