Sunday 27 January 2013

Waiting For You


Judul : Waiting For You
Penulis : Susane Colasanti 
Tebal : 416 halaman
Penerbit : Elex Media 

Marisa masih dalam tahap penyembuhan dari depresi yang dialaminya. Ia berusaha menyesuaikan diri di sekolahnya. Untungnya ia punya Sterling sebagai sahabatnya. Ia juga punya tetangga jenius yang jadi partnernya dalam tugas kimia. Namanya Nash.

Marisa sudah lama naksir dengan cowok populer bernama Derek. Sayangnya, Derek sudah punya pacar. Tapi suatu hari Derek putus dengan pacarnya itu dan mulai mendekati Marisa. Dan Marisa bahagia karena akhirnya ia bisa menjadi normal seperti remaja lainnya. Punya pacar, punya kegiatan, punya sahabat, punya kehidupan.

Namun di saat seperti itulah orang tuanya bercerai. Segala yang tampak sempurna di keluarganya tidak lagi menyenangkan di matanya. Belum lagi ternyata Derek masih suka dengan mantannya yang dulu. 

Untuk kedua kalinya Marisa dihadapkan pada masalah yang bersumber di kepalanya sendiri. Bisakah ia keluar dari depresinya kali ini?

Review:
Menurut saya cerita ini punya potensi. Kebetulan banyak sekali remaja yang mengalami depresi. Saya tidak tahu kenapa, tapi beberapa orang yang saya temui ternyata pernah mengalami tahap seperti ini. Terkadang memang penyebabnya itu sepele saja. Entah karena di-bully di sekolah, benci belajar, tidak punya teman, putus pacar, orang tua bercerai, dsb. Yah, tidak sepele sih. Cuma kalau saya berada di posisi seperti itu, saya tidak mungkin depresi soalnya saya tipe yang selalu mencari jalan keluar dalam situasi apapun. Dibawa happy saja. Toh, hidup cuma sekali. Kenapa harus pusing?

Tema depresi remaja inilah yang ingin dibahas oleh Susane Colasanti dalam buku ini. Sayangnya saya tidak menemukan latar belakang yang mendetail tentang hal ini dalam tokoh Marisa. Saya tidak tahu kenapa dia bisa depresi awalnya. Saya bisa mengerti depresinya yang kedua, tapi yang pertama? Tidak ada penjelasan lebih lanjut soal itu seakan segalanya tidak penting. 

Buku ini bukan tentang romance, lebih mengarah ke kejadian sehari-hari seorang remaja biasa. Efek depresi Marisa sama sekali tidak terasa di dalam pola pikir dan kehidupannya. Untung saja saya cukup menikmati percakapan-percakapan sederhana antara Marisa dengan Sterling dan juga dengan Nash. Sosok Sterling yang berasal dari keluarga tidak harmonis dan obsesinya terhadap memasak sangat unik. Seharusnya Marisa bisa mencontoh Sterling dalam menghadapi masalah kehidupannya. Kenapa juga ia harus depresi gara-gara orang tuanya bercerai? Setidaknya kedua orang tuanya baik dan masih perhatian sama dia sekalipun tidak tinggal satu rumah, sementara Sterling tidak pernah mendapat perhatian dari ibunya. Masa harus dimarahin sama adiknya dulu baru sadar? Duh, si Marisa ini eswete bener!

Selain itu ada sosok Nash yang agak "cacad" menurut saya. Lucu sekali ada cowok yang hobinya mengumpulkan lonceng dan membuat siaran radio sendiri. Cuma perubahannya yang terakhir agak maksa. Nash yang tidak pernah punya baju baru sejak dulu tiba-tiba berbelanja dan berubah menjadi keren. Hanya supaya Marisa bisa mendapatkan cowok keren gitu? Ah, aneh banget. (Ini bukan spoiler kan? Maksud saya, sejak awal buku juga sudah jelas Marisa bakal jadian sama siapa)

Jadi, kesimpulannya buku ini bagus ceritanya. Tokoh-tokohnya juga menarik. Hanya saja penyajiannya kurang pas dan kurang digali lebih dalam.

3/5

2 comments: