Friday 23 September 2011

Of Bees And Mist


Judul : Of Bees And Mist
Penulis : Erick Setiawan
Penerbit : Gagasmedia

Resensi :
Meridia jatuh cinta pada Daniel saat masih berumur enam belas tahun dan dia tahu hidupnya akan berubah sejak hari itu.

Ketika laki-laki itu melamarnya, Meridia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena punya alasan untuk keluar dari rumah. Tapi saat menjalani kehidupan sebagai pengantin baru di rumah mertua, dia mendapati rahasia tentang masa lalu keluarga itu yang selama ini tersimpan. Dan lebih mengejutkan lagi, Meridia juga menemukan kenyataan tak terduga tentang ‘keluarga baru’-nya yang membuat dia kini mempertanyakan cinta, keberanian, dan akal sehatnya....

*

Of Bees and Mist adalah karya debut mengagumkan Erick Setiawan, penulis muda kelahiran Jakarta yang kini tinggal di Amerika Serikat. Novel ini pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat dan mendapatkan respons positif dari para kritikus. Of Bees and Mist menjadi finalis QPB New Voices Award (2010) dan longlisted bagi penghargaan International IMPAC Dublin Literary Award (2011). Novel ini juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Pengarang Indonesia yang menulis dalam bahasa Inggris?!!! Keren gila. Itu sebabnya saya penasaran membaca ceritanya. Apalagi buku ini mendapat tanggapan yang positif dari para kritikus sastra.

Yah, ceritanya bagus sih. Tapi masalahnya, saya tidak suka cerita surealisme, mistis, dan yang berhubungan dengan hantu-hantu. Sangat gelap juga tak masuk akal. Memang penggambaran tentang lebah dan kabut di sini cukup jenius karena cocok sekali dengan tokoh-tokohnya.

Saya suka Meridia, dia kuat dan tegar. Dia mampu membuat keputusan dan juga menjaga akal sehat saat diinjak-injak oleh sang ibu mertua.

Mungkin saya memang tidak begitu suka bagian mistis dan kepercayaan dari kisah ini, tapi saya tidak bosan sepanjang membacanya. Terutama saya harus memberikan penulis pujian untuk menciptakan tokoh yang sangat memorable dan mengesalkan seperti Eva, si ibu mertua.
 
Entah berapa kali saya hampir melempar buku ini saking kesalnya dengan tindakan Eva. Dia memanipulasi, berbohong, merencanakan sesuatu yang licik demi kepentingannya sendiri. Kalau saya yang jadi Meridia, buku ini pasti tidak akan lebih dari 200 halaman karena saya pasti sudah membunuh Eva saking marahnya. Kejam memang, tapi sehebat itulah tokoh antagonis ini membuat saya emosi. Saking lihainya, keluarganya sama sekali tidak menyadari pengaruh buruk Eva.
 
Buku ini menciptakan konflik keluarga yang bisa ditemukan dalam kehidupan nyata. Mulai dari ayah yang punya simpanan, ibu yang terlalu bodoh untuk memahami dunia luar selain mengurus rumah tangga, mertua gila yang suka mendominasi, pertengkaran suami istri akibat pengaruh ibu mertua, iri hati antara saudara yang terbentuk karena pilih kasih orang tua, dan masalah domestik dalam keluarga lainnya. Semuanya dikemas dengan tambahan kepercayaan dan ramalan aneh-aneh.
 
Yang paling berkesan tetaplah si Eva yang amit-amit jahatnya. Dia menjadi salah satu tokoh menyebalkan yang berkesan buat saya setelah Bella Swan dalam seri Twilight. Setidaknya Bella baik terhadap keluarganya sekalipun dia sangat egois dalam menyangkut Edward dan menggapai semua keinginannya. 

Tiga bintang. Seharusnya sih empat bintang tapi... saya tidak suka magical realism dan sihir-sihirnya. UGH... No offense, though. Saya tetap suka sama bukunya dan pasti akan membaca karya-karya selanjutnya dari si Erick Setiawan ini. 

Dreamer hates how the sounds of air conditioning in the bedroom are like the sounds of bees buzzing... NGUNGGGGGGG...


:)

Thursday 22 September 2011

Heaven on Earth


Judul : Heaven On Earth 
Penulis : Kaka HY
Penerbit : Gagasmedia
Resensi :
Tak terhitung sudah berapa kali ini terjadi...

Jatuh dan membuatku merasa kecil di dunia ini. Kecewa dan membuatku berhenti untuk percaya orang lain. Dikhianati dan membuatku pesimis terhadap cinta. Seperti burung kecil yang baru terbang, dunia menyuruhku untuk belajar semua hal dalam waktu singkat. Aku dipaksa untuk menentukan segala-segalanya seorang diri. Tiba-tiba saja, hidup dewasa tidak semenyenangkan di pikiranku selama ini.

Tapi kau selalu siap berdiri di belakangku...

Kau tetap menyemangati dan berkata semuanya akan baik-baik saja. Tak putus-putusnya yakin aku bisa mencapai apa pun yang kuinginkan di saat yang lainnya benar-benar meragukanku. Kau membuatku merasa berharga.

Jujur saja, aku lelah berjuang terus. Tapi demi dirimu aku belum akan menyerah dulu. Mungkin aku harus berusaha lebih keras. Mungkin aku harus mencoba sekali lagi - entahlah. Aku tidak akan mengeluh.

Kau membuatku sadar...,
ternyata sejak awal, aku tak pernah dibiarkan sendiri.


Saya tidak akan pernah merekomendasikan buku ini pada penggemar teenlit. Isinya tidak fokus. Semua konfliknya tanggung. Mau dibilang soal cinta ya bukan, mau dibilang soal keluarga juga nggak begitu bagus. Selain itu, sinopsis di belakang buku sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi cerita. 

Oke, memang ceritanya mudah dimengerti. Tentang masalah beberapa remaja yang memang mungkin terjadi. Perceraian, mengurus adik karena tidak ada pembantu, ayah ingin menikah lagi, whatever... Sangat sehari-hari, begitulah. Tapi untuk dijadikan novel? Kurang dramatis. Penyelesaiannya juga nggak jelas. Lagipula siapa sih yang peduli membaca hal-hal yang tidak penting seperti itu? Pembaca butuh suatu cerita yang bisa mengaduk-aduk emosi, terutama jika pasarannya adalah remaja yang sangat suka dengan mimpi indah akan pangeran tampan dan menjadi orang kaya. 

Kejam sekali saya. T.T Saya tidak bermaksud mengejek si penulis karena bagaimanapun dia pasti sudah meluangkan waktu begitu banyak untuk menyelesaikan novel ini. Tapi mungkin butuh pendalaman karakter dan masalah yang lebih lagi untuk menulis sebuah novel. 

Dua bintang. Setidaknya saya bisa selesai membacanya. Bukunya tidak semembosankan itu hingga saya membencinya setengah mati. 

Dreamer almost finishes the voluntary project, but the school project needs so much attention that dreamer hates it SO MUCH!!! 


:) 

Everything And The Moon


Judul : Everything And The Moon (Lyndon Sisters #1)
Penulis : Julia Quinn
Penerbit : Dastanbooks
Resensi :
Victoria Lyndon, putri seorang pastor pembantu, jatuh cinta pada pandangan pertama saat usianya baru tujuh belas tahun. Ia rela mengorbankan apa pun demi Robert Kemble, Earl of Macclesfield, pria yang berjanji akan memberikan rembulan padanya. Victoria terpaksa menelan kepahitan saat Robert pergi ke London tanpa mengucapkan apa-apa kepadanya. Ia yakin bahwa Robert hanya bermaksud memanfaatkannya dan bermain-main dengan hatinya.

Robert jatuh hati pada Victoria sejak kali pertama melihatnya. Ketika Victoria tidak datang saat mereka seharusnya pergi untuk kawin lari, Robert yakin gadis itu hanya menginginkan gelar dan hartanya semata. Robert pun meninggalkan Bellesfield dengan hati hancur.

Takdir kembali mempertemukan Victoria dengan Robert tujuh tahun kemudian. Victoria telah berubah menjadi wanita cantik yang keras hati dan matang. Sementara itu, Robert telah menjadi pria yang tidak percaya akan cinta dan menjalani kehidupan yang hampa. Tapi mereka tidak bisa menyangkal bahwa mereka saling memikirkan satu sama lain. Dapatkah Robert kembali memercayai wanita yang telah menghancurkan hatinya? Mampukah Victoria menyerahkan hatinya untuk kali kedua pada pria tidak berperasaan yang telah “mempermainkannya” itu? Meskipun kebenaran yang terjadi di masa lalu telah terungkap, sulit melupakan kepahitan yang telah mereka rasakan...


Semuanya cuma karena kesalahpahaman. Biasalah, kebodohan orang yang jatuh cinta. Kenapa mereka nggak duduk dan ngomongin semuanya? 

Oke. Tokohnya memang sedikit kekanak-kanakan, terutama Victoria. Astaga. Saya nggak ngerti kenapa dia terus-menerus nolak Robert. Robert memang sudah menyakitinya dua kali, tapi pria itu sudah minta maaf. MINTA MAAF!!! Dengan cara yang sangat sweet pula, tapi si Victoria keras kepala bukan main. Kasihan si Robert.

Selain kekeras-kepalaan itu, saya sangat suka buku ini. 

Empat bintang.

Saya sangat suka cerita yang ada pertemuan kembali setelah bertahun-tahun. Kenapa? Karena kesannya lebih dalam, seakan kedua tokoh utamanya punya sesuatu yang spesial dibagi berdua di masa lalu. Itu sebabnya saya suka konsep cerita buku ini. Dan seperti biasa Julia Quinn memang favorit saya dalam selera humor. Dialog-dialognya lucu dan licik. Beberapa adegan membuat saya terbahak-bahak. Terutama bagian penculikan Victoria.

Buku ini sangat menghibur karena saya tidak bisa berhenti tertawa saat membaca bagian rayu-merayu Robert di bagian awal. Astaga!!! Cheesy banget. Dengan puisi dan janji memberikan rembulan segala. Hahahaha... Oke, itu memang nggak masuk akal. Mungkin tujuan Julia Quinn menuliskan dialog itu untuk romantisme dan sweetness. Gagal memang. Tapi saya rasa itu lucu sekali. Bikin geli-geli di leher begitu.

Mungkin saya memang punya kelainan jiwa. Lagi romantis dikatakan menggelikan. Saya takut kalau saya punya pacar model begitu, saya bakal tertawa saat dia beromantis-ria.

Nggak penting. 

Pokoknya saya suka buku ini walaupun tokoh utamanya agak EGH.

Dreamer is gonna be busy for the next two weeks... ARRRRRGGGHHH...


:)  

Tuesday 20 September 2011

By The River Piedra I Sat Down And Wept

 

Judul : By The River Piedra I Sat Down And Wept
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
"Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya"

Begitulah yang semula dipercaya Pilar. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sebelas tahun terpisah? Waktu menjadikan Pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedang cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin spiritual yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Kini mereka bertemu kembali dan memutuskan melakukan perjalanan bersama-sama. Perjalanan itu tidak mudah, sebab dipenuhi sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Dan akhirnya, di tepi Sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan kehidupan.

Buku ini tipis sekali. Cuma 222 halaman. Tapi anehnya saya merasa seperti membaca sesuatu yang berat. Memang isinya lebih banyak menceritakan kepercayaan terhadap Tuhan dalam sisi feminin, bahwa Bunda Maria dianggap sebagai sisi feminin Tuhan.

Menurut saya, isinya bisa diperdebatkan. Yang saya tahu banyak orang menganggap Maria hanyalah manusia biasa yang penuh dosa. Terutama di agama Kristen selalu dibilang Maria tidak layak disembah karena hanya Yesus saja yang pantas.

Yah, terserahlah. Urusan begituan nggak pernah bisa beres diperdebatkan.

Namun setelah membaca ini, saya cukup percaya kalau Tuhan adalah wanita juga pria. Di dalam kitab suci dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai gambar dirinya dan itu jelas sekali kalau Tuhan mirip dengan manusia.

Selain menceritakan konsep Bunda Maria itu, di buku ini diceritakan Pilar dan pria yang menjadi cinta pertamanya. Si pria tidak pernah disebutkan namanya sampai akhir dan saya tidak tahu kenapa. Apa Paulo Coelho ingin para pembaca menebaknya? Tapi saya tidak punya ide sama sekali.

Tiga bintang untuk satu konsep kesukaan saya di dalam buku ini. Bahwa kita harus selalu mengambil resiko untuk mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup, membiarkan sesuatu yang tidak terduga terjadi. Kita harus memperhatikan kehidupan supaya bisa menemukan saat-saat magis (saya rasa saat magis yang dimaksud adalah kesempatan) yang akan membawa kita pada mimpi-mimpi kita. Dalam perjalanan itu kita pasti akan mengalami banyak kekecewaan namun semua itu bersifat sementara saja. Dan di masa nanti kita menoleh ke belakang, kita akan merasa bangga. Kalau orang tidak suka mengambil resiko, memang dia tidak akan banyak mengalami kesulitan. Tapi di satu titik hidupnya nanti ia akan menoleh ke belakang dan bertanya-tanya apa yang sudah dilakukannya dengan mukjizat dan karunia yang diberikan Tuhan pada mereka. Dan pada saat itulah mereka baru sadar kalau mereka sudah menyia-nyiakan hidupnya, namun sayangnya saat-saat magis itu telah berlalu. (DIRINGKAS DARI : halaman 21-22)

Selain itu, konsep yang saya suka adalah tentang jiwa kanak-kanak yang selalu ada dalam diri kita. Kita harus selalu percaya dan bergantung pada jiwa kanak-kanak karena mereka percaya akan keluguan dan keajaiban. Jiwa kanak-kanak selalu berkhayal dan bercahaya (saya rasa jiwa kanak-kanak adalah suatu pikiran positif yang mempercayai keajaiban). Jangan pernah kehilangan kontak dengan jiwa kanak-kanak yang ada dalam diri kita.

Keren. Tapi terlalu tipis bukunya, hehehe...

Dreamer is in the mood for shopping,


:)