Judul : The Obelisk Gate (The Broken Earth #2)
Penulis : N.K. Jemisin
Tebal : 410 halaman
Penerbit : Orbit
THIS IS THE WAY THE WORLD ENDS... FOR THE LAST TIME.
The season of endings grows darker as civilization fades into the long cold night. Alabaster Tenring – madman, world-crusher, savior – has returned with a mission: to train his successor, Essun, and thus seal the fate of the Stillness forever.
It continues with a lost daughter, found by the enemy.
It continues with the obelisks, and an ancient mystery converging on answers at last.
The Stillness is the wall which stands against the flow of tradition, the spark of hope long buried under the thickening ashfall. And it will not be broken.
The season of endings grows darker as civilization fades into the long cold night. Alabaster Tenring – madman, world-crusher, savior – has returned with a mission: to train his successor, Essun, and thus seal the fate of the Stillness forever.
It continues with a lost daughter, found by the enemy.
It continues with the obelisks, and an ancient mystery converging on answers at last.
The Stillness is the wall which stands against the flow of tradition, the spark of hope long buried under the thickening ashfall. And it will not be broken.
Review:
Ah, saya lagi mood fantasi super unik model gini. Buat saya, seri The Broken Earth sangat berbeda dari fantasi-fantasi lain yang pernah saya baca. Fresh banget.
Buku kedua ini langsung berlanjut dari ending buku pertama di mana Essun harus beradaptasi dengan kehidupannya di dalam komunitas yang baru. Plotnya sangat lambat dan hampir stagnan karena Essun tidak berpindah tempat sama sekali. Tapi saya suka detail kehidupan di dalam komunitasi itu. Selain itu, ada Alabaster yang entah kenapa selalu bikin saya sedih setiap kali Essun mengunjunginya. Sejarah yang terbagi di antara mereka selalu saya ingat karena terlalu tragis.
Ah, saya lagi mood fantasi super unik model gini. Buat saya, seri The Broken Earth sangat berbeda dari fantasi-fantasi lain yang pernah saya baca. Fresh banget.
Buku kedua ini langsung berlanjut dari ending buku pertama di mana Essun harus beradaptasi dengan kehidupannya di dalam komunitas yang baru. Plotnya sangat lambat dan hampir stagnan karena Essun tidak berpindah tempat sama sekali. Tapi saya suka detail kehidupan di dalam komunitasi itu. Selain itu, ada Alabaster yang entah kenapa selalu bikin saya sedih setiap kali Essun mengunjunginya. Sejarah yang terbagi di antara mereka selalu saya ingat karena terlalu tragis.
Di sisi lain, ada Nassun, anak perempuan Essun yang berkelana bersama ayah yang sudah membunuh adiknya. Sudut pandang Nassun sangat bagus karena saya mendapatkan sisi pendapat yang berbeda tentang kehidupan di Stillness itu. Ada tempat-tempat baru yang dikunjungi, orang-orang baru yang memberi nuansa lain untuk cerita ini.
Tapi tetap saja. Saya jauh lebih suka sudut pandang Essun. Bagaimanapun juga saya mengenal dia sejak buku pertama. Jalan hidupnya di buku pertama terlalu epik sehingga terus membekas di kepala saya. Di sini saya bisa melihat kompleksnya seorang karakter yang sudah menjalani kepahitan begitu banyak. Saya suka bagaimana Essun sangat keras kepala dan tidak mau memercayai orang lain.
Hal paling keren di buku ini adalah sistem sihir yang dijelaskan lebih lengkap. Terus ada Hoa. Entah kenapa saya suka banget sama Stone Eater itu. Kesetiaan dan rasa sayangnya pada Essun bikin saya terharu. Dan dia juga keren sekali, bisa teleport ke mana saja lewat bawah tanah.
Saya jujur tidak bisa menebak apa yang akan terjadi di buku ketiga. Sumpah, ceritanya di luar dugaan dan bayangan saya. Mantap!!
4/5
No comments:
Post a Comment