Judul : Happily Ever After
Penulis : Winna Efendi
Tebal : 356 halaman
Penerbit : Gagasmedia
Bagi Lulu, ayahnya adalah orang terdekatnya. Sejak kecil, ayahnya sering membacakan dongeng indah untuknya dan selalu menjadi teman yang mendukung di setiap persimpangan hidupnya.
Lalu sang ayah divonis kanker.
Di saat Lulu membutuhkan sosok yang bisa menjadi penguat hidupnya, justru ayahnya yang butuh dibantu. Tidak seperti dongeng indah yang selalu dibacanya, Lulu menemukan kalau dunianya hancur satu per satu tanpa ada jalan keluarnya.
Dan ada cowok itu. Namanya Eli dan dia bagaikan sisi yang berbeda darinya. Cowok itu penuh dengan energi positif yang mampu mencerahkan hari-hari Lulu yang kelam.
Tapi, kanker yang dulu pernah hilang dari tubuh Eli kembali lagi...
Review:
Seperti biasa, saya tidak punya ekspektasi banyak terhadap buku Gagasmedia karena sinopsisnya tidak jelas. Saya hanya suka dengan bahasa tulisan Winna Efendi yang super enak dibaca, walaupun terkadang cerita buatannya tidak begitu pas dengan selera saya.
Novel ini berbeda dari karya Winna Efendi lainnya. Ada tema keluarga dan hubungan ayah dengan anak perempuannya yang dibahas dengan detail. Biasanya karya penulis hanya berkisar seputar percintaan remaja dan sahabat yang saling menyukai diam-diam. Buat saya, novel ini cukup fresh karena banyak detail medis untuk setiap prosedur kedokterannya. Saya baru pertama kali membaca karya lokal yang seperti ini. Biasanya penyakit dibahas sambil lalu seakan penulisnya tidak meriset sama sekali.
Saya selalu suka nuansa melankolis yang dibangun Winna Efendi dalam setiap novelnya. Memang buku ini agak berlebihan karena dua tokoh yang dekat dengan Lulu sama-sama mengidap kanker. Tapi saya suka setiap halamannya. Satu-satunya yang bikin saya kesal adalah sikap apatis Lulu terhadap pengkhianatan Karin, mantan sahabatnya yang sudah merebut pacarnya. Lulu tidak bisa melawan setiap kali Karin mem-bully dia di sekolah. Tolong, deh. Karin sudah merebut pacar, menghina dan memfitnah, membuat Lulu dimusuhi di sekolah, menyebarkan isi buku harian ke murid-murid lain... Tapi Lulu cuma diam saja. Bahkan tidak marah gimana. Cuma mempertanyakan dan menuntut penjelasan. Penjelasan apa? Intinya si Karin jahat, titik. Bahkan sikap Lulu ke mantan pacarnya yang berkhianat juga sama. Padahal si Ezra sudah seenaknya selingkuh dan jadian sama Karin tanpa minta maaf pula ke dia. Huh! Memang, tokoh utama Winna Efendi selalu lemah dan bikin saya gatal pengen jitak orangnya.
Dongengnya bagus, uy. Saya suka dongeng singkat yang ditulis Lulu untuk ayahnya. Beneran. Novel ini cukup bikin sedih. Saya sempat berkaca-kaca saat Lulu kehilangan ayahnya. Winna sukses membuat saya terbawa emosi dengan tema hubungan ayah dan anak perempuannya. Padahal di dunia nyata hubungan saya dengan ayah saya biasa saja.
Oh, ya. Settingnya tidak seperti di Jakarta. Terlalu luar negeri. Tapi, tidak terlalu mengganggu ke dalam jalan cerita sih. #inimaksudnyaapakomentarbegini
4/5
Lalu sang ayah divonis kanker.
Di saat Lulu membutuhkan sosok yang bisa menjadi penguat hidupnya, justru ayahnya yang butuh dibantu. Tidak seperti dongeng indah yang selalu dibacanya, Lulu menemukan kalau dunianya hancur satu per satu tanpa ada jalan keluarnya.
Dan ada cowok itu. Namanya Eli dan dia bagaikan sisi yang berbeda darinya. Cowok itu penuh dengan energi positif yang mampu mencerahkan hari-hari Lulu yang kelam.
Tapi, kanker yang dulu pernah hilang dari tubuh Eli kembali lagi...
Review:
Seperti biasa, saya tidak punya ekspektasi banyak terhadap buku Gagasmedia karena sinopsisnya tidak jelas. Saya hanya suka dengan bahasa tulisan Winna Efendi yang super enak dibaca, walaupun terkadang cerita buatannya tidak begitu pas dengan selera saya.
Novel ini berbeda dari karya Winna Efendi lainnya. Ada tema keluarga dan hubungan ayah dengan anak perempuannya yang dibahas dengan detail. Biasanya karya penulis hanya berkisar seputar percintaan remaja dan sahabat yang saling menyukai diam-diam. Buat saya, novel ini cukup fresh karena banyak detail medis untuk setiap prosedur kedokterannya. Saya baru pertama kali membaca karya lokal yang seperti ini. Biasanya penyakit dibahas sambil lalu seakan penulisnya tidak meriset sama sekali.
Saya selalu suka nuansa melankolis yang dibangun Winna Efendi dalam setiap novelnya. Memang buku ini agak berlebihan karena dua tokoh yang dekat dengan Lulu sama-sama mengidap kanker. Tapi saya suka setiap halamannya. Satu-satunya yang bikin saya kesal adalah sikap apatis Lulu terhadap pengkhianatan Karin, mantan sahabatnya yang sudah merebut pacarnya. Lulu tidak bisa melawan setiap kali Karin mem-bully dia di sekolah. Tolong, deh. Karin sudah merebut pacar, menghina dan memfitnah, membuat Lulu dimusuhi di sekolah, menyebarkan isi buku harian ke murid-murid lain... Tapi Lulu cuma diam saja. Bahkan tidak marah gimana. Cuma mempertanyakan dan menuntut penjelasan. Penjelasan apa? Intinya si Karin jahat, titik. Bahkan sikap Lulu ke mantan pacarnya yang berkhianat juga sama. Padahal si Ezra sudah seenaknya selingkuh dan jadian sama Karin tanpa minta maaf pula ke dia. Huh! Memang, tokoh utama Winna Efendi selalu lemah dan bikin saya gatal pengen jitak orangnya.
Dongengnya bagus, uy. Saya suka dongeng singkat yang ditulis Lulu untuk ayahnya. Beneran. Novel ini cukup bikin sedih. Saya sempat berkaca-kaca saat Lulu kehilangan ayahnya. Winna sukses membuat saya terbawa emosi dengan tema hubungan ayah dan anak perempuannya. Padahal di dunia nyata hubungan saya dengan ayah saya biasa saja.
Oh, ya. Settingnya tidak seperti di Jakarta. Terlalu luar negeri. Tapi, tidak terlalu mengganggu ke dalam jalan cerita sih. #inimaksudnyaapakomentarbegini
4/5
No comments:
Post a Comment