Wednesday, 31 October 2012

The Good Earth


Judul : The Good Earth (House of Earth #1)
Penulis : Pearl S. Buck
Tebal : 507 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

"Sebuah keluarga akan habis riwayatnya--kalau mereka sudah mulai menjual tanah-tanahnya. Kita berasal dari tanah dan kita mesti kembali lagi ke situ--dan kalau kalian masih mau mempertahankan tanah itu, kalian bisa hidup terus--tak ada orang yang bisa merampas tanah begitu saja." --hal. 506

Kisah ini bermulai di sebuah rumah petani yang memiliki sepetak tanah. Namanya Wang Lung dan dia tinggal berdua saja dengan ayahnya yang sudah tua. Tiap hari dia bekerja di ladangnya sekaligus mengurus ayahnya itu.

Tapi hari itu adalah hari yang sangat khusus. Ia akan menikah dengan seorang budak yang tersisa di rumah keluarga kaya bermarga Hwang. Ia pergi ke pasar dan membeli barang-barang sebagai modalnya untuk melamar sekaligus membeli sedikit daging untuk merayakan pernikahannya. 

"Dan apa yang bisa kita perbuat dengan perempuan cantik? Kita mesti dapat perempuan yang mau mengatur rumah, dapat memberi keturunan dan mau bekerja di sawah, dan apa perempuan cantik bisa begitu? Ia cuma memikirkan pakaian bagus dan merawat mukanya saja! Tidak, tak boleh ada perempuan cantik di rumah ini. Kita petani. Lagipula, mana ada budak cantik yang masih perawan di rumah orang kaya seperti itu? Anak-anak tuan tanah di situ pasti sudah pernah berbuat serong dengannya. Lebih baik menikah dengan perempuan jelek yang masih perawan daripada dengan perempuan cantik yang sudah tidak perawan lagi. Apa kaupikir perempuan cantik bisa menganggap tangan petanimu sama lembutnya dengan tangan anak orang kaya, dan apa kulit mukamu yang hitam kena matahari itu bisa sama halusnya dengan kulit laki-laki lain yang suka berbuat serong dengannya?" --hal. 14-15

Sesuai nasehat ayahnya itu, Wang Lung mencari istri yang bertubuh kekar, berkaki besar, berwajah jelek, dan pendiam. Namanya O Lan. Setiap hari O Lan bangun pagi-pagi, menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya, mengurus ayah Wang Lung, memasak, dan juga membantu Wang Lung di sawah. Wang Lung cukup senang dengan keberadaan istrinya itu karena akhirnya tugasnya bisa jauh lebih ringan. Bahkan hebatnya, O Lan melahirkan anak laki-laki baginya. Kebetulan anak laki-laki adalah kebanggaan orang Cina karena anak perempuan jika sudah dewasa hanya akan dinikahkan ke keluarga lain dan bukannya berguna bagi keluarga sendiri.

Wang Lung tidak terlalu sayang pada istrinya yang baru itu. Namun ia tidak pernah sadar bahwa nanti justru karena istrinya itulah ia akan menjadi orang kaya. Di tengah bencana kelaparan yang melanda dan orang-orang miskin menyerbu rumah orang kaya demi mendapat segenggam harta, O Lan dengan cerdiknya menemukan tempat persembunyian harta orang kaya. Perhiasan-perhiasan itulah yang akhirnya bisa menaikkan status Wang Lung menjadi tuan tanah. 

Dari sepetak tanah, Wang Lung terus-menerus membeli tanah yang lain. Ia percaya bahwa petani adalah panggilan hidupnya dan ia mencintai sawahnya itu. Dengan menyewa beberapa orang, ia sudah bisa meninggalkan bisnis pertaniannya untuk beroperasi sendiri. 

Wang Lung tetaplah Wang Lung si petani yang tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis. Jadi begitu ia kaya, ia agak lupa daratan. Ia mengambil istri baru yang sangat cantik dan sangat manja bernama Lotus. Tiap hari kerjaan Wang Lung adalah menghibur istrinya itu dengan membeli barang-barang mahal dan makanan-makanan enak yang bahkan tidak pernah dimakan Wang Lung sendiri. Dan O Lan terlupakan. 

Dalam setiap keluarga besar selalu saja ada masalah. Dan masalah Wang Lung adalah keluarga pamannya yang cabul dan senang menjadi benalu. Tidak hanya itu. Anak laki-laki Wang Lung yang sulung dan kedua pun bermasalah. Terkadang Wang Lung terpaksa menerima kalau hidupnya tidak akan pernah damai. Sana-situ bertengkar. Sana-situ butuh duit. Sana-situ saling membenci. Pengkhianatan pun tak terelakkan.

Kesan:
Saya selalu merasa roman kehidupan itu sangat menarik untuk dibaca. Karena begitu saya menutup halaman terakhir, kisah itu akan terus melekat di kepala sampai waktu yang lama. Walaupun terkadang ada bagian-bagian tertentu dari penceritaan kehidupan itu yang membosankan.

Tapi saya tidak menemukan kebosanan dalam kisah Wang Lung ini. Mungkin karena deskripsi settingnya yang cukup detail, narasi Wang Lung yang terkesan lugu juga manusiawi, atau kehidupan petani miskinnya yang begitu hidup. Saya melahap tiap halaman seperti tidak bisa berhenti. Saya selalu ingin tahu bagaimana akhir dari kisah si Wang Lung ini.

Tokoh yang paling saya sukai tentu saja O Lan. Saya mengagumi kerajinannya dan juga mentalnya yang luar biasa kuat. Saya tidak bisa membayangkan melahirkan anak sendirian di dalam kamar tanpa bantuan siapapun. Dan beberapa menit setelah kelahiran itu, ia langsung bekerja lagi di sawah. Wow. Hebat sekali perempuan ini. Sayang, dia tidak cantik sehingga Wang Lung tidak mencintainya. Namun di akhir, Wang Lung tetaplah menghargai istrinya itu. Karena bagaimanapun juga O Lan telah berjasa banyak bagi hidup laki-laki itu.

Oh, saya benci sekali bagian saat Wang Lung terpesona pada Lotus. Aduh, wanita manja seperti itu kok diperhatikan sih? Saya sih dari awal sudah mau nampar perempuan itu. Pengen mutiaralah, pengen kain sutralah, entah apa lagi. Dikasih pula sama si Wang Lung! 

Dan saya juga ingin sekali menonjok keluarga paman Wang Lung yang seenaknya minta duit tanpa ikut kerja. Memang zaman dulu ada aturan kalau sesama keluarga harus saling menjaga dan melindungi. Tapi kalau saya sih bisa naik darah melihat kelakuan keluarga paman Wang Lung yang keterlaluan. Untung saja Wang Lung cukup pintar memberi mereka candu biar klenger dan lupa sama yang lain.

Sebenarnya masih banyak bagian menyebalkan dari kisah Wang Lung. Anak laki-lakinya, contohnya. Yang satu gengsinya tinggi dan juga boros. Yang satu pelitnya minta ampun. Tipikal anak orang kaya baru kali ya... Bahkan Wang Lung sampai merasa paling suka dengan anak perempuannya yang menderita penyakit idiot. 

Banyak dramanya. Tapi begitulah kehidupan orang-orang zaman dulu. Penuh intrik dan orang-orang licik yang hanya ingin mengincar harta orang lain. Cape, deh.

Tapi di luar itu, saya tetap merasa kisah ini sangat luar biasa. Dan tidak aneh buku ini mendapat hadiah Nobel. 

Sekilas tentang penulis:
Pearl Sydenstricker Buck lahir Amerika tanggal 26 Juni 1892. Ia menghabiskan sebagian besar masa mudanya di Cina. Ia seorang penulis yang sangat produktif, terutama di bidang hak-hak wanita juga hak rakyat.  The Good Earth adalah novel yang akhirnya melambungkan namanya. Terdiri dari tiga bagian: The Good Earth, Sons, dan House Divided, karya ini mendapatkan hadiah Nobel tahun 1938. The Good Earth pernah disebut-sebut dalam Oprah's Book Club dan bahkan telah diadaptasi ke dalam theater play di Broadway.

Catatan: Review ini dibuat dalam rangka posting bareng bulan Oktober dengan tema pemenang Nobel sastra. Diterbitkan bersama anggota BBI yang lain pada tanggal 31 Oktober 2012.

5/5

15 comments:

  1. wahh bacaan berat nih, aplg jumlah halamanny xD tp spertinya bnyak yg bs dipelajari dri ceritanya :D nice review! ;))

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe... saya jg sempet ngira buku ini berat, sampe ga dibaca-baca sampe skrg... tp tnyata seru juga isinya :)

      Delete
  2. Ada rencana melanjutkan ke buku kedua dan tiga ? *wink*

    ReplyDelete
    Replies
    1. pasti dong, tapi nanti dulu deh... bisa botak kalo dicekokin sastra hihi

      Delete
  3. Selalu penasaran dengan buku-bukunya, tapi sampai sekarang blom pernah baca buku dari Pearl S. Buck. >.<

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, pasti krn bny antrian bacaan menunggu :)

      Delete
  4. wah, reviewnya bagus. aku belum pernah baca Pearl S. Buck, padahal sejak SMA sudah ada. jadi pengen baca yang ini..

    ReplyDelete
  5. btw, cara follow blogmu gimana ya? *nyari2 tombol follow* #gaptek

    ReplyDelete
    Replies
    1. thx, msh reviewer amatiran :) perasaan saya tombol follow ada di bwh deh... ga keliatan gitu?

      Delete
  6. aha..filosofi tanah ini menarik
    terimakasih mengingatkan saya untuk melirik kembali bacaan ini.

    ReplyDelete
  7. aku sukaaaa deh sama Pearl S Buck. Tapi yg ini belum mulai baca. Keder liat halamannya dan keder liat bukunya ada 3 X(

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha... buku kedua ama ketiga juga sama tebelnya... eaaa

      Delete
  8. Ini salah satu kesukaanku dari karya-karya Pearl S. Buck, satunya lagi The Imperial Woman. Karya-karyanya selalu bertemakan tentang kehidupan Asia yang mixed dengan masuknya budaya modern dari Barat, jadi menarik untuk disimak. Nice review, and btw salam kenal ya *maria*

    ReplyDelete