Wednesday, 22 January 2014

Mistress of The Game


Judul : Mistress of The Game
Penulis : Tilly Bagshawe
Tebal : 600 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Sepeninggal Kate Blackwell, sang ratu berlian, cicit-cicitnya bertikai memperebutkan kendali Kruger-Brent---perusahaan internasional bernilai jutaan dolar. Tapi hanya satu orang yang bisa memegang kendali…

Lexi Templeton, kompetitor kejam yang cantik sekaligus pintar, bertekad untuk mengikuti jejak nenek buyutnya dan menjadi penguasa berlian. Sedangkan sepupunya yang tampan dan penuh tipu muslihat, Max Webster, akan melakukan apa pun demi mendapatkan Kruger-Brent. Ia akan merayu, mengkhianati, bahkan membunuh demi mendapatkan kesuksesan. Dan Gabriel McGregor bertekad untuk memenuhi takdirnya, tak peduli apa yang terjadi.

Dalam keluarga yang dipenuhi rahasia dan dendam, pemain yang bisa memenangi permainan mungkin menjadi satu-satunya yang bisa bertahan hidup.


Review:
Buku ini langsung menarik perhatian saya karena ini adalah lanjutan dari Master of The Game karya Sidney Sheldon. Memang sih yang ngarang beda. Tilly Bagshawe sendiri sangat menyukai karya Sidney Sheldon tersebut (seperti saya) sehingga berniat menulis buku ini.

Seperti yang diduga. Tidak mungkin ada yang bisa mengalahkan penulis sebenarnya. Tilly Bagshawe gagal memukau saya dengan jalan cerita penuh intrik dan ambisi. Saya tidak suka tokoh utamanya. Saya tidak suka penyampaiannya. Saya tidak suka dengan plotnya. Malah saya merasa buku ini menjijikkan (maaf, jika istilahnya agak terlalu menghina) karena konsep insesnya. Lexi bergairah sekaligus mencintai Max Webster, sepupunya sendiri. Si Max tadinya memang disuruh ibunya, si jahat Eve Blackwell yang wajahnya dirusak suaminya di buku sebelumnya, untuk merayu Lexi. Tapi dia akhirnya malah beneran suka sama Lexi. Ugh! Belum lagi kecenderungan mereka yang menyukai seks sadis, masokis, dan aneh. Hoeekkk!!

Awalnya saya cukup suka dengan kisah Max yang dilahirkan dan dididik Eve sebagai alat balas dendamnya. Saya merinding karena Max diajar untuk membenci ayahnya dan mencintai ibunya. Dasar si Eve merasa kurang dibelai sih, jadi anak saja diembat. Sebenarnya saya sempat jijik juga dengan konsep anak mencintai ibunya. Saya paling benci dengan hal-hal yang berhubungan cinta sakit antara keluarga. Tapi karena Max antagonis, ya sudahlah. Klimaksnya terjadi pada saat Max membunuh ayahnya sendiri, si dokter bedah plastik bernama Keith Webster. 

Di sisi sebelah ada Lexi yang diculik dan diperkosa sewaktu kecil. Ia juga kehilangan pendengarannya akibat peristiwa bom. Saya memang simpati dengan kesulitannya itu. Tapi saya sudah keburu tidak suka sama Lexi sejak awal. Dia punya sisi kejam dan manja sebagai anak kecil. Dan anehnya dia tidak trauma saat diperkosa. Ia tidak menangis dan malah berpikir membalas dendam pada si pemerkosa. Anak umur 8 tahun, lho! Lalu dia tumbuh jadi putri konglomerat yang gila seks. Aneh kan? Dia merasa takut tragedi masa kecilnya membuat dia tidak bisa melakukan seks dengan normal, jadi dia mencoba dengan semua lelaki yang ditemuinya untuk menguji dirinya sendiri. Si gadis pesta hedonis yang bikin saya tidak simpatik. 

Lalu Max dan Lexi berhadapan di perusahaan Kruger-Brent. Kakak Lexi, Robert Templeton, tidak tertarik dengan perusahaan sedangkan Lexi cinta mati sama perusahaan itu sama seperti neneknya, Kate Blackwell. Saya tidak suka bagian ini karena banyak menunjukkan interaksi benci-cinta antara Max dan Lexi. Tapi buku ini terselamatkan oleh keberadaan Gabriel McGregor. Dia berasal dari keturunan adik Jamie McGregor yang tampaknya tidak ikut kecipratan kekayaan perusahaan Kruger-Brent. Hidupnya miskin dan berliku-liku penuh perjuangan, sama seperti Jamie McGregor sendiri sebelum berhasil membangun perusahaan berlian raksasa itu dulu. Saya suka kisahnya. Ia yang tadinya iri hati dan berambisi untuk kaya, sempat hancur sebelum menjadi pengusaha yang murah hati. Bahkan ia punya keluarga ideal yang bahagia. 

Sampai ia bertemu Lexi dan merasa ada keajaiban dalam perbincangan mereka. Lexi memang digambarkan sebagai wanita yang sangat cantik sampai-sampai pria tidak bisa menahan godaan. Saya nggak ngerti kenapa Gabriel yang katanya sangat mencintai istrinya bisa tergoda hanya dalam dua kali pertemuan. Dan seperti novel buruk lainnya, penyelesaian pengarang atas hal ini adalah terbunuhnya istri dan anak-anak Gabriel supaya pria itu bebas menelusuri cintanya pada Lexi. Yes, another family love...

Sudah pada tahap ini, buku ini sih sudah beyond saving. Saya tidak peduli mau berakhir bagaimana. Dan percayalah, eksekusinya jelek sekali. Kematian Eve juga Max sangat tidak penting. Kejahatan Lexi yang terbongkar juga cuma diakhiri dengan menggantung. Saya maunya dia mati dan bukannya hidup bahagia bersama Gabriel dan anak mereka. Sebenarnya saya masih ingin tahu apa yang terjadi pada perusahaan Kruger-Brent yang sempat bangkrut itu. Tapi saya sudah terlalu muak dengan Lexi dan Gabriel.

Ya, ampun. Saya kapok bacanya. Buku pertama di awal tahun 2014 dan saya memberi rating rendah. Padahal saya jarang kasih rating satu bintang. 

1/5

No comments:

Post a Comment