Friday, 30 April 2021

Assassin's Apprentice


 Judul : Assassin's Apprentice (The Farseer Trilogy #1)
Penulis : Robin Hobb
Tebal : 435 halaman
Penerbit : Spectra Books

In a faraway land where members of the royal family are named for the virtues they embody, one young boy will become a walking enigma.

Born on the wrong side of the sheets, Fitz, son of Chivalry Farseer, is a royal bastard, cast out into the world, friendless and lonely. Only his magical link with animals - the old art known as the Wit - gives him solace and companionship. But the Wit, if used too often, is a perilous magic, and one abhorred by the nobility.

So when Fitz is finally adopted into the royal household, he must give up his old ways and embrace a new life of weaponry, scribing, courtly manners; and how to kill a man secretly, as he trains to become a royal assassin.

Review:
Kalau hanya melihat dari judul bukunya, saya akan menganggap buku ini akan penuh aksi seperti buku assassin lainnya. Ternyata anggapan saya salah. Buku ini sangat character driven dan menceritakan kehidupan Fitz dari sejak dia kecil. 

Sebagai putra haram dari mantan putra mahkota raja, Fitz jelas bukan orang yang penting. Tapi karena ayahnya tidak punya anak, Fitz cukup menarik perhatian. Apalagi dia adalah keturunan royalti dan biasanya punya kekuatan telepati. Bisa dalam bentuk Wit (telepati dengan binatang) atau Skilling (telepati dengan manusia). Potensi itu yang dibutuhkan dan ingin dimanfaatkan oleh raja yang sekarang.

Masa kecil Fitz bukanlah yang paling buruk. Dia tidak diakui oleh ayahnya dan dibuang oleh ibu kandungnya. Dia dibesarkan oleh Burich, penanggung jawab kuda kerajaan. Dia memang tidak disiksa atau apa. Tapi hidupnya sangat sepi. Dia hampir tidak punya teman. Yang kasihan, dia sempat berteman dekat dengan satu anjing (sangat dekat hubungannya akibat kemampuan Wit yang dimilikinya), tapi Burich tidak setuju dengan hubungan telepati di antara dia dan anjing itu. Tentu saja dia dan si anjing dipisahkan. 

Fitz mendapatkan tutor dalam seni ilmu membunuh dan telepati secara rahasia. Dia tidak bisa memberi tahu siapa pun soal pelajarannya itu. Dia akan menjadi agen rahasia sang raja. Bukan nasib yang buruk sih. Apalagi semua intrik kejahatan dan kekuasaan tidak terlalu berpengaruh terhadap hidupnya. Tapi entah kenapa saya selalu merasa si Fitz ini kasihan. Mungkin karena dia benar-benar sendirian. Belum lagi prosa dan gaya bahasa si Robin Hobb bagus banget. Kadang saking indahnya sampai bikin saya tertohok. 

Buku ini saya rasa merupakan persiapan terhadap perkembangan karakter Fitz. Ada yang bilang buku selanjutnya lebih seru dan tragis. Melihat seberapa teganya penulis terhadap karakter anjing yang menjadi teman Fitz, saya takut ada hubungannya dengan itu. Serius lah. Jangan mempermainkan perasaan saya dengan tokoh anjing. Kasihan atulah. 

Sebagai catatan tambahan, saya akan selalu ingat buku ini sebagai teman saya di titik terendah hidup saya. Mama saya meninggal saat saya sedang membaca buku ini. Saya ingat hari terakhir itu, tepatnya tanggal 27 Januari. Sepanjang malam saya menunggu Mama saya kesakitan sambil mencoba berkonsentrasi membaca buku ini. Lalu saya tidak bisa membaca buku lain lagi. Terlihat dari jumlah post blog ini yang hampir kosong di tahun 2021, saya mungkin akan mengurangi target baca saya karena saya masih sangat berduka.

4/5 

No comments:

Post a Comment