Thursday 23 June 2016

Memori


Judul : Memori
Penulis : Windry Ramadhina
Tebal : 312 halaman
Penerbit : Gagasmedia


Mahoni sudah cukup sukses menapak kariernya di Virginia sebagai arsitek. Sampai suatu hari ia mendapat telepon kalau ayahnya meninggal dan dia harus balik ke Jakarta. 

Mahoni pernah dekat dengan ayahnya dulu. Ia kerap kali menonton ayahnya bekerja sebagai tukang kayu, membangun sesuatu. Lalu orang tuanya bercerai. Mahoni tinggal bersama ibunya yang adalah seorang ratu drama, sementara ayahnya menikah lagi dan punya anak bernama Sigi.

Kini Mahoni terpaksa kembali ke Indonesia dan tinggal di rumah lamanya bersama Sigi, remaja ingusan yang belum bisa hidup sendiri. Tewasnya ayah dan ibu kandungnya membuat Sigi berkabung di dalam kamar terus-menerus. Sementara Mahoni... Ia berjuang dengan memori-memorinya di rumah itu, beradaptasi dengan kehidupan barunya dan melepaskan pekerjaannya di Virginia, berhadapan kembali dengan ibunya yang masih seperti anak kecil, dan bertemu kembali dengan Simon, pria yang dulu pernah berarti baginya.


Review:
Saya bingung mau nulis apa. Windry Ramadhina memukau saya dengan diksinya yang rapi, plotnya yang mengalir mulus, dan tokoh-tokohnya yang tidak biasa. Dan temanya... Saya suka sekali cerita keluarga dan menurut saya Memori menggambarkannya dengan sangat baik.

Mahoni adalah seorang arsitek yang idealis. Dari awal saya sudah suka dengan karakternya yang agak lain dari yang lain. Dia tidak suka dipertanyakan soal desainnya karena memang dia bukan pekerja desain, melainkan pekerja seni. Saya suka sikap pemberontaknya. Rasa sayang dan bencinya terhadap ayahnya yang menikah lagi juga membuat saya tersentuh entah kenapa. Penggambaran penulis tentang kilasan masa lalu Mahoni dan ayahnya juga keren banget. Padahal cuma sedikit, tapi mengena. Lalu rasa cemburunya pada Sigi, sang adik tiri yang terkesan merenggut kasih sayang ayahnya juga sangat bisa dimengerti. Apalagi Mahoni tahu ayahnya suka kayu damar. Dan Sigi berarti kayu damar, kuat dan tak mudah lapuk karena cuaca.

Lalu ada Sigi, sang adik yang sangat tahu kalau Mahoni membencinya. Tapi diam-diam dia memperhatikan Mahoni. Memasak makanan yang terlalu asin untuk Mahoni, menunggu kakaknya pulang di tengah hujan dengan dua payung yang dibawanya, memberitahu letak Indomaret terdekat... Kalau ada sosok saudara tiri yang bakal membuat hati seseorang luluh, Sigi-lah orangnya. Perlahan Mahoni mulai melunak, walau hubungan mereka tidak sama dengan hubungan kakak beradik biasanya.

Mahoni kesal karena tidak bisa kembali ke Virginia dan ia terpaksa membentuk kehidupan baru di Jakarta. Ia kebetulan bertemu dengan Simon, teman kuliahnya dulu yang ternyata sudah membentuk perusahaan arsiteknya sendiri. Simon ini sinis, tidak banyak basa-basi, dan sangat telak. Masalahnya, Simon pernah menjadi pacarnya dulu. Tapi Simon lebih memilih cita-citanya untuk kuliah ke Belanda dibanding Mahoni. Jadi, Mahoni merasa dikhianati. Karena takut terluka lagi, ia menutup diri dari Simon. Tapi cinta tidak bisa bohong lah ya. Mereka berdua masih saling menyimpan rasa sekalipun ada Sofia yang adalah partner sekaligus pacar Simon.

Chemistry Simon dan Mahoni keren banget. Ada ikatan di antara mereka yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sesama arsitek dengan pembicaraan yang hanya mereka pahami. Bahkan sekalipun saya suka dengan tokoh Sofia dan saya tidak suka baca orang yang main belakang, tapi saya tetap mendukung Simon dan Mahoni. Ah, pokoknya keren dah. Tokoh-tokoh yang diciptakan penulis tidak sempurna tapi endearing.

Saya cuku cepat baca buku ini. Ringan namun menyentuh. Saya sepertinya bakal mulai mengoleksi buku-buku Windry.

4/5

1 comment: