Tuesday 7 April 2015

Cinder


Judul : Cinder (The Lunar Chronicles #1)
Penulis : Marissa Meyer
Tebal : 387 halaman
Penerbit : Square Fish


Humans and androids crowd the raucous streets of New Beijing. A deadly plague ravages the population. From space, a ruthless lunar people watch, waiting to make their move. No one knows that Earth’s fate hinges on one girl. 

Cinder, a gifted mechanic, is a cyborg. She’s a second-class citizen with a mysterious past, reviled by her stepmother and blamed for her stepsister’s illness. But when her life becomes intertwined with the handsome Prince Kai’s, she suddenly finds herself at the center of an intergalactic struggle, and a forbidden attraction. Caught between duty and freedom, loyalty and betrayal, she must uncover secrets about her past in order to protect her world’s future.


Review: 
Saya tertarik membaca buku ini gara-gara rekomendasi banyak booktubers. Selain itu, buku ini adalah retelling Cinderella, salah satu dongeng favorit saya, walau sebenarnya sih saya agak ragu dengan tema cyborg. Terlalu futuristik uy.

Ternyata saya benar-benar menikmati buku ini. Penuturan dengan sudut pandang orang ketiga adalah favorit saya. Sejak halaman pertama, saya langsung suka buku ini. Tapi sayang, semakin ke belakang buku ini agak mengecewakan.

Cinder adalah seorang cyborg, manusia yang beberapa bagian tubuhnya ditempeli mesin robotik. Cinder punya tangan dan kaki dari besi. Otaknya bekerja seperti komputer sehingga ia hanya tinggal meminta pada otaknya untuk menampilkan informasi apapun di matanya. Semacam Google berjalan. Ia juga seorang mekanik yang handal. Kebetulan, keahliannya sebagai Google berjalan itu membuatnya bisa memperbaiki mesin apapun sambil membaca spesifikasi mesin itu di matanya. 

Suatu hari, Pangeran Kai mengunjungi stand-nya di pasar. Kai meminta Cinder untuk memperbaiki pelayan robotnya. Cinder langsung tertarik pada pangeran itu. Yah, pangeran gitu loh. Cakep sudah pasti. Tapi Cinder menyukai sifat rendah hati yang ditunjukkan pangeran itu di depannya.

Seperti Cinderella, Cinder punya ibu tiri. Ayah tiri yang mengangkat dirinya sebagai anak sudah meninggal sehingga Cinder diperlakukan sebagai pembantu. Di saat kedua saudara tirinya boleh membeli gaun untuk pesta dansa di istana, Cinder harus bekerja mencari uang demi keluarga itu. Lagipula dia hanyalah seorang cyborg. Di dunia Cinder, cyborg dianggap warga kelas bawah.

Cinder berteman dengan Iko, robot yang juga jadi pembantu di rumahnya. Mereka berdua sudah punya rencana untuk kabur sewaktu ibu dan kedua saudara tirinya pergi ke pesta dansa. 

Tapi plague Blue Fever menyerang Peony, saudara tiri yang baik padanya. Ibu tirinya menyalahkan Cinder dan malah menyerahkan Cinder untuk dijadikan relawan eksperimen obat Blue Fever. Ibu tirinya juga menghancurkan Iko hingga robot itu tak bisa diperbaiki lagi. Rencana kabur pun hancur.

Setting cerita berada di New Beijing. Pada zaman itu, negara-negara besar bersatu demi menghadapi ancaman dari Lunar. Lunar adalah warga bulan yang punya kekuatan mempengaruhi sistem saraf manusia. Di saat genting seperti ini, sang kaisar meninggal dan Kai harus menggantikan ayahnya dalam usia muda. Mata-mata di sekelilingnya membuat Kai paranoid dan hal itu membuatnya jadi dekat dengan Cinder. Dia kerap bertemu Cinder di laboratorium kerajaan. Kai tidak tahu kalau Cinder jadi relawan percobaan, ia hanya tahu kalau Cinder bekerja sebagai mekanik salah satu ilmuwan di sana. Persahabatan berubah menjadi perasaan yang lebih dan Kai pun mengajak Cinder untuk menjadi pasangannya di pesta dansa. 

Tapi Kai tidak tahu kalau Cinder adalah seorang cyborg. Bahkan cyborg yang istimewa.

Ide Marissa Meyer pantas diacungi jempol. Saya suka sekali dengan dunia Cinder. Eksekusi dongengnya memang berbeda, tapi cukup menyenangkan. Saya juga suka romance-nya karena dibuat bertahap dan bukan merupakan cinta pada pandangan pertama seperti dongeng Cinderella yang asli. Lebih real dan unyu. Cinder dan Kai beneran lucu. 

Kekurangan terbesar terletak pada adegan klimaksnya. Adegan itu terlalu cepat dan agak melenceng dari nuansa cerita. Terlalu dramatis. Tapi dramatis yang buruk. Kekurangan terbesar kedua terletak pada misterinya. Marissa Meyer mengupas petunjuknya dengan terlalu jelas. Saya yakin siapapun sudah bisa menebak dari awal siapa Cinder sebenarnya gara-gara petunjuk-petunjuk kecil yang spoiler itu. Menurut saya, petunjuk itu akhirnya merusak kesenangan dalam membaca buku ini. 

Tapi saya suka hampir sama semua tokohnya. Yang jelas saya nggak suka sama si ibu tiri dan si ratu Lunar yang kejam. Saya suka Peony yang polos dan ceria, Cinder yang sinis dan mandiri, Iko yang cerewet dan baik hati, Kai yang ramah dan pintar... Saya bahkan suka dengan dokter yang mengotak-atik badan Cinder.

Di akhir buku ada novela berjudul Glitch yang menceritakan masa-masa awal Cinder diangkat anak oleh ayah tirinya. Bagian itu bikin saya sedih entah kenapa. Mungkin karena saya tahu ayah tiri Cinder akhirnya bakal meninggal. Rasanya bittersweet. Saya juga suka bagaimana novela ini akhirnya menjelaskan kenapa si ibu tiri membenci Cinder. Sangat masuk akal. 

Penasaran dengan buku selanjutnya.

3/5

4 comments:

  1. Aku paling suka Iko, apalagi waktu dia nyoba buat sarkastik..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, aku juga suka Iko. Ga nyangka aja dia lucu hehe....

      Delete
  2. Diterusin sampe buku yg ke 3.5, emang buku pertama cukup mengecewakan, tapi begitu nyoba baca buku keuda, eh ternyata asik. Hati-hati merasakan book hangover yaa!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak yg blg buku lanjutannya emank lebih bagus. Udah rencana bakal lanjut sih :)

      Delete