Friday 14 October 2011

Naga Kuning


Judul : Naga Kuning
Penulis : Yusiana Basuki
Penerbit : Elex Media Komputindo
Resensi :
Lily Kho adalah seorang wanita nonpribumi, putri seorang konglomerat kaya raya yang hidupnya bagaikan putri raja.
Namun kebahagiaan masa mudanya terenggut saat ia menjadi salah satu korban kerusuhan Mei 1998 di Jakarta.

Sejak itu ia mengalami berbagai siksaan fisik dan psikologis yang teramat memilukan.
Lily harus mengumpulkan seluruh semangat dan kekuatan yang dimilikinya untuk mengatasi berbagai penderitaan berat yang dialaminya agar bisa kembali meneruskan hidup.

Para tokoh novel ini berkelana keliling dunia antara Jakarta, Singapura, Zurich, London, Boston, dan San Francisco, dalam usaha penyembuhan Lily dari trauma kejiwaan.
Kemelut cinta, pengkhianatan, usaha pembunuhan, dan intrik-intrik bisnis juga harus dilalui Lily untuk mengibarkan kembali keberhasilan dinasti Perusahaan Naga Kuning.

Kisah Lily yang cukup mengharukan ini bisa memberikan inspirasi tentang pejuangan seorang wanita yang harus mengatasi krisis pribadi, sekaligus persoalan bisnis di sekitarnya, dengan latar belakang pergolakan politik Indonesia di akhir masa Orde Baru yang mengantarkan bangsa Indonesia ke era Reformasi.


Hmm... sebelum bikin review, saya mau komentar satu hal yang nggak penting. Saya kaget sekali ternyata tampilan blogger berubah, agak gagu nih jadinya.

Sekarang soal Naga Kuning. Sebenarnya saya mengharap cukup banyak dari buku ini. Mei 1998 adalah topik yang menarik juga bikin emosi. Jadi, saya penasaran bagaimana hasilnya kalau dijadikan sebuah novel.

Yah, itu ekspektasi saya. Tapi tentu saja isinya tidak seperti itu. Naga Kuning sendiri adalah perusahaan keluarga Lily Kho. Setelah diperkosa dan mengalami trauma hingga tidak mau bicara selama lima tahun penuh, Lily harus berusaha merebut posisinya lagi dalam perusahaan itu. Begitulah kira-kira maksud ceritanya.

Hal utama yang harus saya kritik adalah diksi. Entah ini karena terjemahannya buruk atau memang diksinya yang tidak bagus. Tapi saya merasa ada yang aneh dengan bahasanya. Deskripsinya bagaikan cerita anak-anak. Saya kerap kali membaca "Dia begitu baik dan penuh perhatian juga cerdas. Itulah sebabnya dia disukai dan dihormati orang lain". Dan kalimat seperti itu diperuntukkan bagi semua karakter utamanya. Apa memang pengarang sudah kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kebaikan sang tokoh? 

Di samping itu, cerita ini sebenarnya bagus. Cuma kurang penggalian lebih dalam. Cerita melompat dari satu adegan ke adegan lain dengan cepat. Saya sendiri jadi tidak bisa mendalami perasaan Lily Kho yang terbebani dengan traumanya. Malah saya merasa itu cuma tempelan saja. 

Kalau ini biografi, mungkin saya masih bisa terima. Tapi karena ini cerita fiksi, saya merasa seharusnya perasaan-perasaan tokohnya lebih digali lagi supaya jelas. Ceritanya manis karena ada bumbu cintanya. Bahkan si Lily mencintai pria yang lebih tua 16 tahun darinya sejak kecil. Rintangannya banyak sampai saya sempat mengira si pria, Peter bukan dimaksudkan untuk Lily. Apalagi si Peter sempat menikah dengan wanita lain. 

Jadi, boleh dibilang cerita ini kosong. Saya tidak merasa seperti membaca sebuah cerita karena kurang berkesan dalam penggambarannya. Saya mau kasih dua bintang tapi saya sangat suka sama dasar ceritanya, jadi tiga bintang saja deh.

One assignment is down... Dreamer still has five more to go...


:)  

2 comments:

  1. ini penulisnya orang luar? koq namanya ngindonesia banget yak

    ReplyDelete
  2. Setau saya penulis ini orang indonesia yang tinggal di amerika. Itu yang ditulis di biografinya ;) hehe...

    ReplyDelete