Judul : The Way of Kings (The Stormlight Archive #1)
Penulis : Brandon Sanderson
Tebal : 1.258 halaman
Penerbit : Tor Books
I long for the days before the Last Desolation. Before the Heralds abandoned us and the Knights Radiant turned against us. When there was still magic in Roshar and honor in the hearts of men.
In the end, not war but victory proved the greater test. Did our foes see that the harder they fought, the fiercer our resistance? Fire and hammer forge a sword; time and neglect rust it away. So we won the world, yet lost it.
Now there are four whom we watch: the surgeon, forced to forsake healing and fight in the most brutal war of our time; the assassin, who weeps as he kills; the liar, who wears her scholar's mantle over a thief's heart; and the prince, whose eyes open to the ancient past as his thirst for battle wanes.
One of them may redeem us. One of them will destroy us.
In the end, not war but victory proved the greater test. Did our foes see that the harder they fought, the fiercer our resistance? Fire and hammer forge a sword; time and neglect rust it away. So we won the world, yet lost it.
Now there are four whom we watch: the surgeon, forced to forsake healing and fight in the most brutal war of our time; the assassin, who weeps as he kills; the liar, who wears her scholar's mantle over a thief's heart; and the prince, whose eyes open to the ancient past as his thirst for battle wanes.
One of them may redeem us. One of them will destroy us.
Review:
Saya tidak yakin bisa mereview buku ini. Terlalu epik atulah. Brandon Sanderson memang tidak pernah mengecewakan.
Buku ini adalah awal dari seri The Stormlight Archive yang akan terdiri dari 10 buku. Magnum opus penulis yang katanya bagus banget. Bahkan saya tidak tahan untuk langsung membacanya. Padahal biasanya saya menunggu seluruh buku dalam seri untuk keluar dulu sebelum mulai membaca.
Oh, man. What an experience...
Oh, ya. Saya merasa buku ini banyak membahas tentang kehormatan dan integritas di tengah kebusukan dunia. Mungkin karena kehormatan adalah salah satu value saya, jadi saya merasa buku ini sangat resonate dan mengena di hati saya.
Saya tidak yakin bisa mereview buku ini. Terlalu epik atulah. Brandon Sanderson memang tidak pernah mengecewakan.
Buku ini adalah awal dari seri The Stormlight Archive yang akan terdiri dari 10 buku. Magnum opus penulis yang katanya bagus banget. Bahkan saya tidak tahan untuk langsung membacanya. Padahal biasanya saya menunggu seluruh buku dalam seri untuk keluar dulu sebelum mulai membaca.
Oh, man. What an experience...
Ada empat orang yang dibahas paling banyak di buku ini. Sisanya belum berhubungan dengan plot utama dan hanya memperkaya dunia luar biasa yang diciptakan oleh penulis.
Tokoh pertama adalah Szeth-son-son-Vallano. Di awal dia muncul dan membunuh Raja Alethkar bernama Gavilar Kholin. Sifatnya yang membenci dirinya sendiri sangat menarik. Jadi, siapa pun yang memilikinya sebagai budak bisa memintanya melakukan apa saja, termasuk membunuh. Tapi Szeth sangat sakti dibanding siapa pun di buku ini. Kenapa dia harus tunduk?
Tokoh kedua adalah Kaladin Stormblessed. Sudut pandang dia adalah yang paling banyak di buku ini. Dan jujur saja. Saya tidak pernah membaca tokoh yang bisa membuat saya bersimpati besar sampai berteriak puas saat dia akhirnya berhasil. Latar belakang hidupnya astaga. Dari putra seorang dokter bedah, prajurit, budak, prajurit pembawa jembatan... Saya ikut sedih saat dia depresi, dikhianati, dan mendapatkan perlakukan tidak adil. Tapi Kaladin luar biasa. Dia bisa tetap berhati murni dan mempertahankan keyakinannya. Dia tetap penyayang dan selalu bersedia menolong bahkan orang-orang yang dibencinya.
Tokoh ketiga adalah Shallan Davar. Dia adalah putri dari bangsawan yang punya banyak hutang. Dia sengaja mencari Jasnah Kholin untuk belajar pada wanita terkenal itu. Tapi tujuan utama Shallan adalah mencuri Soulcaster milik Jasnah yang bisa menyelamatkan status keluarganya. Shallan ini tokoh yang tidak terlalu menarik perhatian saya di awal. Tapi saat rahasianya dibuka di akhir, saya langsung merinding dan penasaran setengah mati.
Tokoh keempat adalah Dalinar Kholin, adik raja yang dibunuh oleh Szeth. Setting cerita Dalinar semuanya berada di Shattered Plain, tempat pusat perang dengan bangsa Parshendi. Jadi, putra Gavilar, Elhokar menyatukan seluruh High Prince untuk berperang melawan bangsa Parshendi demi membalas dendam atas kematian ayahnya.
Nah, Dalinar ini setiap kali badai besar datang, dia akan mendapatkan visi-visi aneh tentang masa lalu di zaman para Knight Radiance mengkhianati semua penduduk di dunia. Sekalipun diejek oleh para High Prince yang lain, dia tetap mempertahankan integritas dan kode etiknya. Sampai kejadian di akhir buku membuka matanya. Epik sangat.
Saya tidak bisa menceritakan seluruh plot buku ini. 1.258 halaman! Bayangkan saja. Ceritanya tidak sesederhana itu. Dunianya juga punya mata uang, ras, binatang, tanaman, budaya yang berbeda. Saya paling suka budaya di mana orang yang bermata terang punya status lebih tinggi dibanding orang yang bermata gelap. Terus perempuan yang tidak menutup tangan kirinya dengan sarung tangan dianggap tidak terhormat. Dan lucunya laki-laki tidak bisa membaca ataupun menulis karena itu pekerjaan perempuan.
Ah, sudahlah. Saya bisa menghabiskan seharian menceritakan buku epik ini. Dan khas Brandon Sanderson, seratus halaman terakhir itu sudah seperti kegilaan tanpa henti. Saya dibuat syok dan teriak-teriak kayak orang gila. Otak saya sampai tidak bisa menampung semua kekerenan itu. Ampun, dah. Saya sembah sujud sama penulis satu ini.
Oh, ya. Saya merasa buku ini banyak membahas tentang kehormatan dan integritas di tengah kebusukan dunia. Mungkin karena kehormatan adalah salah satu value saya, jadi saya merasa buku ini sangat resonate dan mengena di hati saya.
Sedihnya, baru keluar sampai buku ketiga. Bagaimana ini?
"And so, does destination matter? Or is it the path we take? I declare that no accomplishment has substance nearly as great as the road used to achieve it. We are not creatures of destinations. It is the journey that shapes us. Our callused feet, our backs strong from carrying the weight of our travels, our eyes open with the fresh delight of experiences lived. In the end, I must proclaim that no good can be achieved of false means. For the substance of our existence is not in the achievement, but in the method."
"And so, does destination matter? Or is it the path we take? I declare that no accomplishment has substance nearly as great as the road used to achieve it. We are not creatures of destinations. It is the journey that shapes us. Our callused feet, our backs strong from carrying the weight of our travels, our eyes open with the fresh delight of experiences lived. In the end, I must proclaim that no good can be achieved of false means. For the substance of our existence is not in the achievement, but in the method."
5/5
No comments:
Post a Comment