Saturday 27 December 2014

"Til The World Ends


Judul : 'Til The World Ends
Penulis : Julie Kagawa, Ann Aguirre, Karen Duvall
Tebal : 368 halaman
Penerbit : Harlequin Luna

Buku ini terdiri dari tiga novela bertema post apocalypse dengan cerita dan gaya penulisan berbeda-beda dari tiga penulis. Saya cuma kenal Julie Kagawa dan memang saya membeli buku ini karena ada karyanya. Saya akan membahas novelanya satu per satu.

1. Dawn of Eden by Julie Kagawa

Novela ini mengawali trilogi Blood of Eden yang rencana saya baca tahun depan. Di sini saya mendapat sedikit bayangan apa yang akan saya hadapi di tiga buku seri itu. Dan novela ini sukses bikin saya penasaran dan nggak sabar untuk membaca buku selanjutnya.

Tokoh utama novela ini bernama Kylie. Dia adalah dokter yang mengabdikan hidupnya untuk merawat pasien-pasien penderita Red Lung Fever (demam paru-paru merah?). Dulu Kylie pernah terkena demam itu. Entah kenapa ia berhasil sembuh dan akhirnya menjadi kebal. Itu sebabnya ia merasa berhutang pada dunia kedokteran untuk menyembuhkan pasien-pasien penyakit itu.

Di tengah kekacauan dunia yang terjangkit epidemi penyakit mematikan itu, Kylie menyediakan fasilitas rumah sakit kecil di sebuah bangunan tua. Bersama beberapa asistennya, ia mencoba mencari cara agar bisa menyembuhkan pasien-pasien itu. Sayang, penantiannya tidak berhasil. Satu demi satu pasiennya meninggal dan ia bahkan sudah tidak punya tempat lagi untuk menampung mayat mereka.

Suatu malam, seorang pria bernama Ben Archer datang membawa temannya yang terluka ke rumah sakit itu. Tanpa Kylie sadari, teman Ben mengidap penyakit yang mirip gejalanya dengan Red Lung Fever namun sebenarnya berbeda. Kylie yang penasaran akan asal-usul kedua orang asing itu pun bertanya pada Ben. Namun, pria itu tidak mau memberikan jawaban.

Tepat setelah kedatangan kedua orang asing itu, pasien-pasien Kylie yang lain mengalami kemunduran yang sangat cepat. Kematian terjadi setiap beberapa menit hingga Kylie pun curiga. Apalagi saat melihat mata teman Ben berubah putih tanpa pupil. Bau busuk menguar di sekitar tempat itu bagaikan sarang mayat yang sudah lama tidak dibersihkan.

Di saat Ben ingin memberitahu Kylie, temannya menghilang dari ranjangnya. Ben dengan cepat meminta Kylie untuk segera kabur dari sana. Tentu saja Kylie menolak. Dan saat itulah, teman Ben muncul di depan mereka dan menyerang salah satu asisten Kylie, meminum darahnya hingga habis. Pasien-pasien Kylie yang sudah meninggal pun bangkit satu per satu dan berubah menjadi vampir.

Ben dan Kylie terpaksa kabur dan melarikan diri sebisa mungkin. Mereka hanya berani keluar di siang hari dan bersembunyi saat hari sudah gelap. Mereka hanya punya satu tujuan, yaitu desa tempat keluarga Ben tinggal.

Dunia terasa seperti kiamat. Kota-kota sepi tak berpenghuni. Semua orang sudah mengungsi jauh sejak lama. Ben dan Kylie hanya bisa mengandalkan satu sama lain. Mereka pun jatuh cinta di waktu yang sangat tidak tepat.

Apakah keduanya berhasil bertahan hidup? Apa yang mereka temukan di desa Ben?

Novela ini benar-benar bikin jantung saya copot. Ngeri banget. Super menegangkan. Vampir kan sangat cepat dan lincah. Bayangkan saja gimana seramnya dikejar makhluk seperti itu. Belum lagi, Julie Kagawa ini kan pintar sekali bikin deskripsi tempat. Gelap, sunyi, angker. Sudah kayak film horor beneran.

Saya suka sekali dengan novela ini. Saya cukup kaget sih sebenarnya karena genrenya agak dewasa. Padahal selama ini saya menganggap Julie Kagawa itu penulis remaja. Tapi saya tidak mengeluh kok. Pokoknya tetap seru.

2. Thistle and Thorne by Ann Aguirre

Novela ini lumayan bagus walau saya perlu menyesuaikan diri dulu dengan gaya penulisan Ann Aguirre yang agak bertele-tele. Konsep ceritanya tentang kota yang baru pulih dari bencana kimia. Kota itu rusak dan gersang, kecuali daerah khusus berpagar yang isinya orang-orang kaya terpilih. Sisanya hidup di luar batas daerah itu, daerah dengan nama Red Zone.

Mari Thistle hidup di bagian Red Zone itu bersama kedua adiknya. Demi bisa hidup, ia pun bekerja sebagai pencuri bagi ketua gangster di sana. Ia mencuri barang berharga apa saja dari dalam daerah berpagar. Nantinya si ketua gangster akan menjualnya lagi pada orang-orang kaya di dalam sana.

Tapi sepertinya si ketua gangster mulai merasa terancam dengan kemampuan Mari. Ia sengaja memberikan misi pencurian yang mustahil agar Mari mati. Mengetahui hal itu, Mari pun menyembunyikan kedua adiknya sebelum ia pun melarikan diri. Saat itulah, ia bertemu dengan Thorne Goodman.

Thorne adalah salah satu anak buah ketua gangster yang paling dipercaya. Namun, Thorne tidak suka bekerja di situ. Ia terpaksa patuh karena ketua gangster itu tahu siapa ibunya. Padahal ibunya juga yang menjualnya untuk bekerja ke preman itu. Thorne menganggap kemampuan mencuri Mari bisa membantunya mengalahkan si ketua gangster. Apalagi si ketua gangster sudah membuat keputusan untuk membinasakan seluruh bagian Red Zone. Jadi, Mari and Thorne memutuskan bekerja sama untuk menghancurkan si ketua gangster.

Yah, apa yang bisa diharapkan dari novela pendek seperti ini? Tidak mungkin ceritanya serumit dan sehebat sebuah novel tebal. Ceritanya sih cukup seru, tapi kurang berkesan. Biasa saja. Kesan novela ini tidak sekuat novela sebelumnya. Tapi kedua tokoh utamanya sangat menarik. Mari sangat tough, cerdik, dan cepat tanggap. Thorne sendiri juga jagoan banget, kasar, dan masih memiliki sisi labil seorang remaja. Dialog mereka lebih berpusat pada misi dan rencana penggulingan kekuasaan, tapi chemistry-nya kena banget.

3. Sun Storm

Bumi hangus oleh sebuah Solar Flare. Suhu udara meningkat, tidak ada orang yang bisa bertahan di bawah sinar matahari tanpa terbakar. Aktivitas pun dijalankan di malam hari.

Di masa itulah Sarah Daggot hidup. Ia adalah orang yang spesial. Solar Flare yang menyerangnya dulu tidak membuatnya tewas. Ia malah mendapatkan kekuatan untuk meramal lokasi dan waktu datangnya badai matahari. Setiap kali ia mendapat tanda kedatangan badai, ia bisa memperingatkan orang-orang untuk segera berlindung. Lalu setelah itu, ia akan mendekati sang lokasi untuk menyerap badai itu bagaikan orang yang kecanduan heroin. Tubuhnya kembali kuat setelah "makan" badai dan akan kembali melemah sampai badai datang lagi.

Lalu ia bertemu Ian Matthews, orang spesial lainnya yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan cuaca. Anehnya, kekuatan Ian semakin kuat jika ada Sarah di sebelahnya. Kehebatan keduanya pun tersebar di mana-mana dan sebuah organisasi pemerintah mencari mereka untuk bisa memanfaatkan kekuatan spesial itu.

Dulunya Ian pernah ditangkap oleh salah satu anak buah organisasi itu. Ia disiksa dan diperlakukan seenaknya oleh orang itu sehingga ia pun memutuskan untuk melindungi Sarah dari kejaran organisasi itu. Tapi mereka tidak tahu. Ada rahasia besar tersembunyi di balik kekuatan mereka. Rahasia itu bisa menyelamatkan bumi dari Solar Flare kedua yang akan datang dalam beberapa hari. Solar Flare kedua itu lebih dahsyat dari yang pertama dan bumi tidak mungkin bisa bertahan dari serangan itu.

Menurut saya, idenya unik dan beda. Sayangnya, ide seperti ini tidak diimbangi dengan cara penulisan yang enak dibaca. Kedua tokoh utama juga sangat aneh. Interaksi di antara keduanya sangat ganjil dan bikin saya bingung. Sifat Sarah dan Ian terkesan tidak konsisten sepanjang cerita seakan penulis tidak begitu yakin dengan karakter tokoh yang dibuatnya. Ian yang lembut dan baik hati bisa tiba-tiba mengeluarkan kalimat galak dan dingin. Sarah juga suka bersikap seperti anak kecil secara tiba-tiba tanpa alasan. Padahal dari awal dia bukan tipe manja seperti itu.

Kesimpulannya, dari tiga novela ini saya paling suka punya Julie Kagawa. Novela kedua cukup lumayan, sedikit kurang seru dibanding Dawn of Eden. Sementara itu, saya tidak suka novela terakhir. Bagi yang senang dengan cerita distopia dan post apocalypse, buku ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kapan lagi dapat tiga konsep cerita dalam satu buku? Hehe...

3/5 

No comments:

Post a Comment