Saturday 27 August 2011

Minx


Judul : Minx (Splendid Trilogy #3)
Penulis : Julia Quinn
Penerbit : Dastanbooks
Resensi :
Henrietta Barrett, alias Henry, suka mengenakan celana dan kemeja seperti laki-laki. Selain itu, ia mampu mengelola estat walinya dengan baik. Namun, ketika walinya meninggal, estat itu diwariskan kepada seorang sepupu jauh yang bahkan tidak dikenalnya.
William Dunford, bujangan yang paling sulit dipikat di London, sangat terkejut ketika ia mendapat warisan estat dan gelar. Namun, ia tidak menduga kalau warisan itu termasuk menjadi wali Henry. Dunford yang digilai wanita-wanita kalangan atas namun menolak untuk terikat, tergetar hatinya melihat kepolosan dan gaya bicara Henry yang terus terang. Di lain pihak, Henry tidak menyangka kalau walinya begitu muda dan tampan. Jantung Henry langsung berdebar kencang ketika melihat Dunford untuk pertama kalinya.

Dunford, yang merasa memiliki kewajiban untuk mendidik Henry menjadi seorang lady yang anggun, membawanya ke London untuk melakukan debut. Namun, ketika banyak laki-laki mulai terpikat dan mendekati Henry, mampukah Dunford merelakan gadis perwaliannya itu menjadi milik laki-laki lain? Setelah melakukan debut yang sukses, apakah perasaan Henry masih sama kepada Dunford? Karena untuk menaklukkan seorang playboy tampan dibutuhkan lebih dari sekadar kecantikan...


Seri terakhir dari keluarga Blydon. Atau tepatnya mungkin bukan keluarga Blydon, sesukanya sajalah.

Saya sudah nggak sabar baca buku ini karena tokoh utama prianya, William Dunford berhasil mencuri perhatian saya sejak buku satu dan dua : Splendid dan Dancing At Midnight. Dia sangat santai, bebas, jahil, namun bisa tegas jika diperlukan. Pokoknya salah satu tipe tokoh utama yang pasti saya suka.

Begitu saya membaca buku ini, terus-terang saya cukup bosan. Di awal-awal diceritakan interaksi Dunford dengan si Henrietta yang tomboy. Henry ingin mengusir Dunford dari tanahnya karena takut dirinya yang diusir. Saya suka bagian kejahilan Henry untuk mengusir Dunford, mulai dari mengurangi jatah mandi, menyediakan sedikit makanan, juga memaksa pria itu menyekop kotoran babi!

Tapi, bagian itu membosankan. Saya mulai suka begitu Dunford membawa Henry ke London untuk debutnya. Dunford cemburu buta karena Henry begitu sukses menarik perhatian ton dan para pria bangsawan. Dia marah-marah sendiri nggak jelas karena merasa bersalah karena menginginkan anak perwaliannya itu.

Tak perlu berlama-lama. Dunford adalah tipe yang tidak takut akan cinta dan pernikahan. Dia langsung melamar tanpa menunggu-nunggu.

Begini ya. Yang aneh dari cerita ini adalah Henry sendiri. Di awal katanya Henry itu tomboy dan ceplas-ceplos. Tapi di akhir saya tidak merasakan sifat itu lagi. Henry terkesan feminin walaupun mungkin itu dimaksudkan untuk menarik perhatian para bangsawan juga Dunford. Tapi Henry terlalu minder. Dia merasa ragu akan cinta Dunford sampai puncaknya ia cemburu pada simpanan Dunford.

Sebenarnya masalah terakhir itu sama sekali nggak penting. Si Henry yang membuntuti Dunford ke rumah simpanannya merasa sedih karena dia hanya ingin jadi satu-satunya buat pria itu. Dia menciptakan akal bulus supaya Dunford memutuskan pertunangan mereka dengan menggunakan surat palsu kalau dirinya hanya menginginkan Dunford demi rumah saja. 

Ada-ada saja. 

Jadi, deh. Si Dunford kesal dan memperlakukan Henry dengan dingin. 

Itulah anehnya. Henry bisa minderan dan banyak nangis di akhir padahal di awal dia itu perkasa sekali sampai bisa main sama babi. 

Empat bintang karena Dunford!!! Suka sama sikapnya yang sweet dan santai.

One by one dreamer's friends graduate... Feeling trapped lol,


:)

No comments:

Post a Comment