Sunday 26 August 2018

The Darkest Minds


Judul : The Darkest Minds (The Darkest Minds #1)
Penulis: Alexandra Bracken
Tebal : 584 halaman
Penerbit : Fantasious

Ketika Ruby terbangun pada ulang tahunnya yang kesepuluh, sesuatu tentang dirinya telah berubah. Sesuatu yang cukup mengkhawatirkan untuk membuat orangtuanya mengunci dirinya di garasi dan menelepon polisi. Sesuatu yang membuat dirinya dikirim ke Thurmond, 'kamp rehabilitasi' milik pemerintah yang kejam. 

Dia mungkin telah selamat dari penyakit misterius yang membunuh sebagian besar anak-anak Amerika, tapi dia dan anak-anak lainnya harus berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih buruk: kemampuan menakutkan yang tidak dapat mereka kendalikan. Sekarang, saat berumur enam belas tahun, Ruby termasuk salah satu anak yang memiliki kemampuan paling berbahaya.Dan ketika kebenaran terungkap, Ruby pun berusaha mati-matian untuk meloloskan diri dari Thurmond.

Tapi, ada pihak lain yang bekerja, orang-orang yang tidak akan berhenti untuk menggunakan Ruby dalam perjuangan mereka melawan pemerintah. Ruby akan menghadapi pilihan demi pilihan yang buruk, yang mungkin akan berarti menyerahkan satu-satunya kesempatannya untuk hidup.


Review:
Genre distopia lain yang terasa tidak original. Entah kenapa saya merasa nuansa cerita buku ini agak mirip dengan The Fifth Wave. Bahkan ada bus yang membawa anak-anak pergi ke sebuah kamp pula. 

Dunia Ruby dimulai saat anak-anak terserang penyakit aneh dan mati tiba-tiba. Anak-anak yang berhasil bertahan hidup dikumpulkan ke dalam karantina untuk dikontrol. Mereka akan dibagi ke dalam lima kelompok: Hijau untuk normal, Biru untuk telekinesis, Kuning untuk listrik, Merah untuk ledakan, dan Oranye untuk pengendali pikiran. Ya, anak-anak spesial ini punya kekuatan, saudara-saudara.

Ruby punya latar belakang yang cukup kasihan. Di bab-bab awal, ia kehilangan banyak orang karena kekuatannya. Dia adalah Oranye yang berhasil menyembunyikan dirinya sebagai Hijau. Sampai suatu hari dia ketahuan.

Ruby nantinya akan kabur ke dunia luar dan bertemu dengan teman-teman yang akan mengajarkannya tentang banyak hal. Dia akhirnya tahu tentang apa saja yang ada di luar dunia sempitnya selama di kamp. Dia juga belajar tentang rasa percaya, pengorbanan, dan tentu saja jatuh cinta. Tidak lengkap novel young adult tanpa itu.

Sebenarnya saya tidak merasa buku ini jelek. Saya suka dengan Ruby, Liam, Zu, dan Charles. Saya suka bagaimana mereka melakukan road trip yang kesannya santai banget. Padahal mereka sedang diburu. Saya suka bagaimana Liam yang berkepribadian hangat akhirnya berhasil membuat Ruby mau memercayai kelompok kecil mereka.

Dan penjahatnya cukup bikin penasaran. Betapa mengerikan kalau penjahat bisa punya kekuatan mengontrol seperti itu. Keren. 

Ending buku ini sebenarnya tipe yang saya suka. Biasanya saya pasti nangis kalau ada adegan seperti itu. Sayangnya, itu tidak terjadi. Mungkin karena saya tidak nyaman dengan terjemahannya sehingga saya kurang connect dengan cerita di buku ini secara keseluruhan. Tapi buku ini cukup menghibur dan bikin saya ingin lanjut ke sekuelnya.

Oh, saya juga sudah nonton filmnya. Ugh. Cheesy banget. Bukunya tidak seperti itu, sungguh. Lebih natural.

3/5

No comments:

Post a Comment