Friday 31 May 2013

Cloud Atlas


Judul : Cloud Atlas
Penulis : David Mitchell
Tebal : 529 halaman
Penerbit : Sceptre

Six interlocking lives--one amazing adventure. In a narrative that circles the globe and reaches from the 19th century to a post-apocalyptic future, David Mitchell erases the boundaries of time, genre and language to offer an enthralling vision of humanity's will to power, and where it lead us.

Review : 
Warning spoiler!!!

Buku ini berisi enam novela yang bersetting di enam waktu yang berbeda. Semuanya bertema kemanusiaan dan dituturkan dengan bahasa yang sesuai dengan zamannya. Setiap novela dibagi dua dan dilanjutkan di akhir dalam urutan terbalik (1-2-3-4-5-6-5-4-3-2-1).

Jujur, saya susah masuk ke dalam ceritanya. Bahasanya cukup sulit. Yang paling menjengkelkan adalah novela tersebut dipotong di tengah-tengah dan baru dilanjutkan di akhir-akhir. Saya baru saja mengerti maksud ceritanya dan mengenal tokoh-tokohnya, tapi cerita sudah berakhir dan berganti ke novela lain. Arrr... Membingungkan dan bikin penasaran. Saya tahu buku ini bagus, tapi saya tidak mengerti di awal-awal karena pemotongan-pemotongan itu. Namun begitu misteri dibuka selapis demi selapis, saya tidak bisa berhenci membacanya. Keren, spektakuler, dan bikin merinding. Pokoknya susah dijelaskan. Jenius banget penulisnya.

Saya akan bahas satu-satu novelanya.

1. The Pacific Journal of Adam Ewing 
Diceritakan dalam bentuk diari dan bersetting di abad ke-19. Adam Ewing dan temannya, Dr. Henry Goose berlayar ke Pulau Chatham. Di sini saya mendapatkan pengetahuan tentang suku asli New Zealand, Moriori dan bagaimana suku itu dibantai oleh Maori. Dalam keadaan sakit parah, Adam menulis tentang perbudakan orang-orang suku itu. Suatu hari, seorang Moriori bernama Atua menyusup ke kamarnya dan meminta pertolongan Adam. Atua ingin kabur dari tempat asalnya dan meminta Adam untuk meminta izin pada kapten kapalnya agar bisa bekerja di kapal itu. Dengan setengah hati, Adam setuju walau semua orang menganggapnya aneh.

Di bagian kedua, Adam menemukan kalau penyakitnya adalah akibat dari obat Dr. Henry Goose. Temannya sendiri meracuninya demi harta yang diwarisi Adam. Di saat sekarat seperti itu, Atua muncul untuk membalas budi dan menyelamatkan Adam dari kapal itu. Karena alasan itulah, Adam memutuskan untuk bergabung dalam gerakan anti perbudakan.

Dan sebagai kesimpulan:
“My life amounts to no more than one drop in a limitless ocean. Yet what is any ocean, but a multitude of drops?” (nice quote!!)

2. Letters from Zedelghem
Settingnya di awal abad ke-20 dan ditulis dalam bentuk surat dari Robert Frobisher kepada Rufus Sixmith yang ternyata adalah kekasihnya. Robert Frobisher melarikan diri dari sebuah hotel karena tidak punya uang untuk membayar. Dalam keadaan tidak punya uang, ia memutuskan untuk menjadi "amanuensis" komposer terkenal, Vyvyan Ayrs. Komposer terkenal itu sudah lama tidak menghasilkan karya baru karena penyakitnya dan Robert berharap bisa membantu Vyvyan menciptakan karya lagi. Sekaligus numpang terkenal. 

Robert memang berhasil menciptakan karya bersama Vyvyan. Karena kesuksesan sesaat itu, dia lupa diri. Dia menjalin hubungan dengan istri Vyvyan dan bahkan jatuh cinta dengan anak komposer itu. Tapi Vyvyan tahu sehingga mengancam akan menghancurkan reputasi Robert jika dia tidak terus membantu menghasilkan lagu. Lagu buatan Robert pun harus terbit menggunakan nama Vyvyan. Robert pun kabur dari rumah Vyvyan dan memutuskan untuk menghasilkan karya sendiri berjudul Cloud Atlas Sextet sebelum akhirnya bunuh diri (bodoh banget sih!!!)

Robert menyebutkan soal jurnal Adam Ewing yang dibacanya saat berada di rumah Vyvyan.

3. Half-Lives, The First Luisa Rey Mystery
Settingnya sekitar 1980 dan merupakan novel thriller yang berdasarkan kisah nyata. Luisa Rey, jurnalis koran kecil terjebak dalam lift bersama Rufus Sixmith yang adalah kekasih Robert Frobisher sewaktu muda. Rufus menyatakan kalau proyek nuklir yang akan diluncurkan oleh Seaboard itu berbahaya, namun direktur perusahaan itu tidak peduli. Rufus berjanji akan mengirimkan buktinya pada Luisa Rey. Namun beberapa hari kemudian, Rufus ditemukan mati sebelum berhasil kabur ke luar negeri.

Dimulailah perjalanan Luisa menyelidiki kasus itu sambil dikejar-kejar pembunuh bayaran. Ia membaca surat-surat Robert Frobisher demi mengenal sosok Rufus lebih jauh. Ia juga mencari lagu Cloud Atlas Sextet dan menemukan kalau ia kenal lagu itu walaupun belum pernah mendengarnya. 

Bahasanya gampang dimengerti dan cukup menarik karena menceritakan petualangan. Namun misterinya tidak terlalu "menggigit", menurut saya.

4. The Ghastly Ordeal of Timothy Cavendish
Settingnya sekarang dan menceritakan Timothy Cavendish, pemilik penerbit kecil yang tiba-tiba kaya gara-gara salah satu penulisnya melakukan pembunuhan. Namun saudara penulis itu tidak suka melihat Timothy kaya sementara sang penulis dipenjara. Timothy diancam untuk memberikan uang dengan batas waktu. Karena tidak punya uangnya, Timothy mencari pinjaman dari adiknya, Denholme. Denholme tidak mau meminjamkan uang dan menyuruh Timothy bersembunyi di Hull yang ternyata adalah rumah jompo.

Timothy berusaha kabur dari rumah jompo itu dengan susah payah. Dalam prosesnya, ia menemukan naskah bagus menceritakan kisah Luisa Rey dan ingin menerbitkannya.

Menurut saya, tokoh Timothy ini lucu dan sinis. Kesan novela ini ringan dan menyenangkan. Bahasanya paling mudah dimengerti karena jelas menggunakan bahasa zaman sekarang.

5. An Orison of Sonmi-451
Bersetting jauh di masa depan saat para klon diciptakan untuk dijadikan budak. Diceritakan dalam bentuk wawancara antara seorang Archivist dengan klon bernama Sonmi-451. Biasanya klon diprogram sebagai orang monoton dan bodoh, sedangkan Sonmi-451 menjadi self-aware tiba-tiba setelah temannya juga berubah. Sayangnya, temannya mati karena ketahuan menjadi pintar.

Seseorang menyelamatkan Sonmi-451 dari perbudakan dan ingin dijadikan bahan penelitian tentang bagaimana membuat para fabricant atau klon itu menjadi self-aware. Hari-hari dihabiskan Sonmi dengan mempelajari ilmu pengetahuan manusia dan menjadi semakin mirip dengan pure-blood (manusia). Namun suatu insiden membuat Sonmi bertemu sebuah organisasi bernama Union. Organisasi itu menginginkan Sonmi untuk menjadi dijadikan simbol untuk merekrut para klon lain melawan para tiran. Dalam prosesnya, Sonmi jatuh cinta dan mempelajari lebih banyak tentang dunia luar. 

Penggambaran dunia dystopia-nya sangat keren dan detail. Saya bahkan bisa membayangkan betapa modern dan canggihnya teknologi zaman itu. Bahasanya sedikit membingungkan karena banyak istilah-istilah baru. Dan menurut saya, ini novela paling menarik dari buku ini.

Sonmi-451 menonton film The Ghastly Ordeal of Timothy Cavendish dan  menemukan betapa berbedanya dunia dulu dan dunianya sekarang.

6. Sloosha's Crossin' an' Ev'rythin' After
Kisah ini berada jauh di masa depan saat segalanya sudah hancur dan manusia kembali ke titik primitif, hidup di hutan, dan hukum alam kembali berlaku. Zachry hidup di pulau yang dulunya bernama Hawaii dan masyarakat desanya semua memuja dewi Sonmi. Suatu hari datanglah orang asing (kaum Prescients) bernama Meronym. Dari Meronym, Zachry mempelajari banyak hal tentang masa lalu dan sejarah, termasuk kenyataan bahwa Sonmi hanyalah manusia biasa.

Novela ini satu-satunya yang tidak terpotong di tengah-tengah dan bahasanya super sangat sulit. Semua huruf "g" di akhir kalimat dibuang, istilah zaman sekarang digantikan kata-kata lain,  dan banyak kata-kata yang disingkat penulisannya. Tapi justru di bagian inilah saya baru sadar betapa jeniusnya David Mitchell. Tidak hanya bahasanya yang berbeda-beda, kesan novelanya juga. Suara para tokohnya sangat terasa perbedaannya seakan setiap novela ditulis oleh orang yang berbeda.

Keenam tokoh dihubungkan oleh tanda lahir berbentuk komet yang hanya bisa berarti bahwa setiap tokoh adalah orang yang sama namun bereinkarnasi untuk hidup di zaman yang berbeda. Saya hanya bisa speechless setelah menyelesaikan novel ini karena tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa kerennya buku ini. Sebaiknya baca sendiri jika ingin tahu kelanjutannya.

“Our lives are not our own. We are bound to others, past and present, and by each crime and every kindness, we birth our future.” 

Buku ini sudah diadaptasikan menjadi film dengan judul sama. Berikut trailernya.


Catatan: Review ini ditulis dalam rangka baca bareng BBI bulan Mei dengan tema contemporary classic.

5/5

Wednesday 29 May 2013

Mantra Dies Irae


Judul : Mantra Dies Irae (Jampi-Jampi Varaiya #3)
Penulis : Clara Ng
Tebal : 352 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Bagaimana jika ini semua ini terjadi pada suatu hari:

Disihir menjadi truk gandeng, lukisan, sapu lidi. Orang yang dicintai habis-habisan tidak pernah membalas cinta itu. Dikejar-kejar teman seperguruan yang ingin membalas dendam. Hukum cinta seakan-akan salah rumus.

Ini bukan hari biasa!
Bayangkan apa yang harus Oryza Pax lakukan!

Dimulailah usaha keras dari seekor kucing hitam bernama Dakocan. Untuk mengais serpih-serpih kebahagiaan. Kebahagiaan yang takkan pernah terlihat. Atau kecuali dimunculkan dengan mantra ajaib: Dies Irae.

Review: 
Ternyata tokoh utamanya bukan lagi Oryza dan Xander. Gantian si kucing hitam Dakocan yang sebenarnya adalah Pax. 

Ini kisah dua orang yang sama-sama patah hati. Gara-gara Xander dan Oryza mau nikah, Pax dan Nuna sama-sama depresi tidak bisa mendapatkan pujaan hati masing-masing. Pax yang biasanya tidur bersama Oryza sebagai kucing sekarang ngekos di rumah Nuna. Sebagai balasannya, Pax membantu Nuna mengurus restorannya sambil  bertengkar gila-gilaan dengan ilmu sihir mereka. 

Seakan belum cukup, Tsungta si Yang Mulia Raja Varaiya muncul dan ingin menjadikan Nuna sebagai ratunya. Padahal saat itu Nuna mulai memiliki perasaan untuk Pax. Selain itu, musuh masa lalu Pax muncul dan mengancam ingin membunuh pria itu. 

Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah itu hanyalah mantra Dies Irae dan cinta sejati tentunya (ugh). Saya tidak menyangka mantra Dies Irae yang konyol ternyata sekuat itu. Haha...

Cukup menghibur dengan petualangan dan tokohnya yang bervariasi. Sangat jarang saya menemukan fantasi lokal yang ringan dan menyenangkan seperti ini. Sayangnya, saya kurang cocok dengan selera humor di buku ini. 

Tapi walaupun seri Jampi-Jampi Varaiya bukan karya terbaik Clara Ng, saya tetap menyukai pengarang dengan genre tulisan yang bermacam-macam ini. Saya akan tetap menanti karya-karya Clara Ng selanjutnya.


Seri Jampi-Jampi Varaiya:
1. Jampi-Jampi Varaiya
3. Mantra Dies Irae

3/5

Sunday 26 May 2013

Brida


Judul : Brida
Penulis : Paulo Coelho
Tebal : 232 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Semua orang memiliki “Takdir” yang harus dijalani.

“Tapi bagaimana caraku mengetahui siapa Pasangan Jiwa-ku?” tanya Brida.

“Dengan mengambil risiko kegagalan, kekecewaan, kehilangan arah, tapi tak pernah berhenti dalam pencarianmu menuju Cinta.”

Brida, dua puluh tahun, melemparkan pertanyaan yang paling penting ke dalam hidup kita, “Apa yang kaucari dalam kehidupan ini?”

Perjalanan yang mengisi jiwa untuk menemukan diri, dipenuhi cahaya yang mengagumkan!

Review:
Saya suka karya Paulo Coelho, tapi sayangnya buku yang satu ini sama sekali tidak sesuai selera saya. Sebenarnya dari sinopsis di belakang bukunya sih, saya kurang tertarik. Tapi karena ini Paulo Coelho, saya tetap memutuskan membacanya.

Menceritakan Brida, gadis muda yang ingin belajar ilmu sihir dari dua guru yang berbeda. Ilmu matahari dan ilmu Bulan. 

Guru ilmu mataharinya seorang pria. Ia mengajari Brida untuk membuka indranya sehingga bisa menemukan pasangan jiwanya. Kebetulan Brida adalah pasangan jiwa si guru, walaupun si guru tidak pernah  memberi tahu Brida karena tahu gadis itu sudah mencintai pria lain. Di sisi lain, guru ilmu bulan Brida adalah seorang wanita yang menurut saya cukup misterius. Ia selalu mengelak jika Brida menanyakan hal-hal yang menyangkut kehidupan pribadinya. 

Terus-terang saya baru bisa masuk ke dalam ceritanya setelah mencapai setengah buku. Di awal, saya tidak menemukan apapun yang menarik ataupun menginspirasi dari buku ini. Malah menurut saya, awal-awalnya itu tidak berisi. Namun begitu saya mulai suka dengan ceritanya, tahu-tahu ceritanya sudah selesai. Bahkan tidak ada penjelasan tentang latar belakang si guru Bulan dan si guru Matahari yang katanya pernah menjadi kekasih satu sama lain di masa lalu. Duh! Beneran aneh. Rasanya seperti membaca cerita yang belum selesai.

Satu-satunya kalimat bagus di buku ini adalah dari ayah Brida:

"Tak ada satu hal pun di dunia yang bisa sepenuhnya salah... Bahkan jam mati pun menunjukkan waktu yang tepat dua kali sehari."   --hal. 92

2/5

Saturday 25 May 2013

The Last Olympian


Title : The Last Olympian (Percy Jackson and the Olympians #5)
Writer : Rick Riordan
Number of Page : 254
Ebook Publisher : Disney Book Group

All year the half-bloods have been preparing for battle against the Titans, knowing the odds are against them. Kronos is stronger than ever, and with every god and half-blood he recruits, his power only grows. 

In this momentous final book in the "New York Times" best-selling series, the prophecy surrounding Percy's sixteenth birthday unfolds. And as the battle for Western civilization rages on the streets of Manhattan, Percy faces a terrifying suspicion that he may be fighting against his own fate.

In my opinion:
Epic! The most epic modern battle in Manhattan. Haha... This book was all about the war between the Titans and Olympians.  Full actions non stop. I even could not remember the exact sequence of events because there were many characters involved in the battle. I only remembered that I felt so excited that I couldn't stop reading. 

Percy was so cool here. He organized the strategy for all demigods. He distributed them to protect every corners of Manhattan. A lot of magic creatures mentioned and they all contributed in the battle. There were betrayal, surprises, deaths and angst... I could only say that this book gave me a wonderful journey and experience. 

I felt sad for Luke, Hermes, and his mother. Such an unlucky fate and at the end no one was truly evil. Except for Kronos, of course. Anyway, the big prophecy was revealed and all this time Percy was not meant to be the hero. But, he was still the one that brought victory to the Olympians and he was still the same Percy. I was happy that he didn't accept the immortality and hey! He got the girl, haha... 

I think these series are very light, entertaining, funny, and I feel good after finishing all of them.  Usually I feel sad after finishing one series but I know I will meet Percy again in the next series by Rick Riordan: Heroes of Olympus. Well, it's not so bad after all. Can't wait for reading the new book :D

Percy Jackson and the Olympians series:
5. The Last Olympian

5/5

Sunday 19 May 2013

Nineteen Minutes


Judul : Nineteen Minutes
Penulis : Jodi Picoult
Tebal : 592 halaman
Penerbit : Hodder

As a midwife, Lacy Houghton brings lives into the world.

She didn't expect her son to take them away.

But that's what he did one March morning, when he walked into his high school with guns instead of books and killed ten people.
Along with the rest of the shocked and grief-stricken town, Lacy is left wondering when her shy 17-year-old boy turned into a monster. And was it her fault?

In the aftermath of the shooting, Lacy searches the past for clues and begins to realise that despite, or perhaps because of, her every effort, she never really knew her son at all...

Review:
Saya pertama kali mendengar nama Jodi Picoult waktu bukunya yang berjudul My Sister Keeper menjadi bestseller dan diadaptasikan menjadi film. Saya sudah lama penasaran dengan karya-karyanya tapi belum mendapatkan moment untuk benar-benar ingin membacanya.

Nineteen Minutes menarik perhatian saya sejak awal. Temanya mengenai "bullying" dan saya selalu tertarik dengan tema itu. Mungkin karena bullying adalah hal-hal nyata yang saya temukan sehari-hari dan saya ingin tahu apa yang bisa dibawakan seorang Jodi Picoult tentang hal itu.

Sungguh penuh dilema. Saya tidak tahu harus milih sisi yang mana karena semuanya berada di daerah abu-abu. Saya tidak akan bilang kalau Peter Houghton melakukan hal yang benar dengan membunuh orang-orang yang pernah mem-bully dia karena pembunuhan jelas bukan jalan keluar. Tapi beneran deh. Saya mau menjotos semua tukang bully itu. Jahatnya amit-amit. Alasannya cuma buat have fun. Waktu mereka disidang dan menjawab seperti itu, saya cuma mau bilang: What the fuck, man!!! Apa harus mem-bully baru bisa have fun? Such a worthless teenager...

Saya menyukai bagaimana Jodi Picoult membahas latar belakang tiap orang yang menjadi tokoh utamanya. Saya suka bagian Lacy Houghton dan Alexandra Cormier pertama kali bertemu, bagian Alex ingin mengaborsi anak haramnya karena membenci pria yang menghamilinya, bagaimana Alex menjadi wanita dingin dan hanya Lacy yang berhasil menembus pertahanannya, dan akhirnya bagaimana Alex mulai menyayangi anak yang dikandungnya. Semuanya adalah awal yang baik dan juga menyedihkan karena saya tahu 17 tahun kemudian semua hubungan persahabatan itu akan hancur. So heartbreaking.

Josie Cormier dan Peter Houghton adalah sahabat sejak kecil. Namun Peter yang lemah selalu menjadi sasaran Matt dan kawan-kawannya. Josie membela Peter sampai saat dia mulai tumbuh menjadi remaja insecure yang ingin bergabung dalam kelompok orang-orang populer. Dia mengubah semuanya, menggunakan topeng cantiknya untuk menyembunyikan bagian dalam dirinya yang ingin berteman dengan Peter. Dan tentu saja Josie menjadi pacar Matt.

“When you don't fit in, you become superhuman. You can feel everyone else's eyes on you, stuck like Velcro. You can hear a whisper about you from a mile away. You can disappear, even when it looks like you're still standing right there. You can scream, and nobody hears a sound. You become the mutant who fell into the vat of acid, the Joker who can't remove his mask, the bionic man who's missing all his limbs and none of his heart. You are the thing that used to be normal, but that was so long ago, you can't even remember what it was like.”  (the best quote ever!!)

Dari semua karakter tidak sempurna di buku ini, saya paling benci dengan Josie. Saya tidak suka dengan orang yang mengkhianati teman sendiri. Dan alasannya karena ingin menjadi populer? What's wrong with you? Bahkan Josie mau saja pacaran terus dengan Matt padahal cowok itu agak abusive. Saya tahu menjadi remaja tidak mudah. Tapi Josie tidak hanya bodoh karena cinta dan menginginkan hal kosong seperti popularitas, dia juga tidak punya jiwa ksatria sama sekali. Jika memang tidak ingin berteman dengan Peter di depan semua orang, setidaknya dia bisa minta maaf atau menjadi pendukung Peter dari jauh. Bukannya meninggalkan Peter sepenuhnya dan bahkan ikut-ikutan mencelakakan Peter. Duh!! Saya masih panas gara-gara tokoh paling bodoh sedunia ini. Padahal dia juara umum di sekolah. 

“If you spent your life concentrating on what everyone else thought of you, would you forget who you really were? What if the face you showed the world turned out to be a mask... with nothing beneath it?”

Untuk Peter... Saya tidak menyangka kalau kakaknya juga ikut-ikutan mem-bully dia. Tapi seharusnya Peter mendengar nasehat ibunya untuk stand up for himself. Peter tidak bisa membela dirinya sendiri di hadapan kakak dan semua orang di sekitarnya. Peter terlalu pengecut dan saya tidak mengerti kenapa dia diam saja dan tidak mencari hal lain yang bisa membantunya. Kalau saya sih sudah mencari akal-akal bulus untuk membuat para tukang bully itu malu. (ya, saya memang selicik itu sayangnya) Dan saya lebih tidak mengerti lagi sama Lacy. Sebagai seorang bidan, bisa-bisanya dia lebih mengerti bayi dan ibu yang melahirkan daripada anaknya sendiri. Bahkan dia tidak mendukung Peter. Ayah Peter juga samanya, pilih kasih sama anak pula. GAH!! Lalu di sekolah Peter tidak ada orang yang punya akal sehat ya? Tidak ada guru ataupun murid yang membela Peter sama sekali. Apa perlu saya datang ke sekolah itu buat membasmi semua kutu itu? (chill for me, need ice now -.-)

“When I was little, I used to pour salt on slugs. I liked watching them dissolve before my eyes. Cruelty is always sort of fun until you realize that something’s getting hurt. It would be one thing to be a loser if it meant that no one paid attention to you, but in school, it means you’re actively sought out. You’re the slug, and they’re holding all the salt. And they haven’t developed a conscience. There’s a word we learned in social studies: schadenfreude. It’s when you enjoy watching someone else suffer. The real question though, is why? I think part of it is self preservation. And part of it is because a group always feels more like a group when it’s banded together against an enemy. It doesn’t matter if that enemy has never done anything to hurt you-you just have to pretend you hate someone even more than you hate yourself. You know why salt works on slugs? Because it dissolved in the water that’s part of a slug’s skin, so the water on the inside its body starts to flow out. They slug dehydrates. This works with snails, too. And with leeches. And with people like me. With any creature, really, too thin-skinned to stand up for itself.” 

Di tengah lautan orang-orang aneh, saya suka banget dengan Jordan McAfee. Saya selalu suka tokoh pengacara soalnya. Jangan tanya kenapa. Apalagi si Jordan ini pengacara yang keren sekali. Terutama pas di adegan persidangan. Kyaaaaa....

“A mathematical formula for happiness:Reality divided by Expectations.There were two ways to be happy:improve your reality or lower your expectations.” 

“Everyone knew that if you divided reality by expectation, you got a happiness quotient. But when you invert the equation - expectation divided by reality - you didn't get the opposite of happiness. What you got, Lewis realized, was hope.” 

Buku ini penuh kata-kata inspirasi dan untaian kalimat jenius yang membuat saya benar-benar salut dengan Jodi Picoult. She surely can write. Dan novel ini benar-benar bikin saya merasakan banyak hal, kayak nano-nano. Walau banyak ngamuknya sih gara-gara si Josie.  

“But then again, maybe bad things happen because it’s the only way we can keep remembering what good is supposed to look like.” 

Brilliant!

5/5

Saturday 18 May 2013

City of Ashes


Title : City of Ashes (The Mortal Instruments #2)
Writer : Cassandra Clare
Number of Page : 453
Publisher : Margaret K. McElderry Books


Clary Fray just wishes that her life would go back to normal. But what's normal when you're a demon-slaying Shadowhunter, your mother is in a magically induced coma, and you can suddenly see Downworlders like werewolves, vampires, and faeries? If Clary left the world of the Shadowhunters behind, it would mean more time with her best friend, Simon, who's becoming more than a friend. But the Shadowhunting world isn't ready to let her go — especially her handsome, infuriating, newfound brother, Jace. And Clary's only chance to help her mother is to track down rogue Shadowhunter Valentine, who is probably insane, certainly evil — and also her father.

To complicate matters, someone in New York City is murdering Downworlder children. Is Valentine behind the killings — and if he is, what is he trying to do? When the second of the Mortal Instruments, the Soul-Sword, is stolen, the terrifying Inquisitor arrives to investigate and zooms right in on Jace. How can Clary stop Valentine if Jace is willing to betray everything he believes in to help their father?

In my opinion:
It is much better than the first book. A lot of actions, a lot of mysteries revealed, many characters emerged, and the past brought back alive. I now could understand why these series were so popular. The stories were much complicated and not only about simple romance fantasy. There were politics in the world of supernatural creatures, betrayals, sacrifices, and wars. But in those chaos and dangers, there were also friendship, love, and family relationship blooming. 

The book started with nasty prologue about Valentine summoning the greatest demon of fear and killed a young wizard. Then, I was brought into the normal world of Shadowhunters where The Clave didn't trust Jace anymore because he was Valentine's son. The Clave thought that Jace was Valentine's tool. Even Jace's foster parents didn't trust him. He was alone and looking affection. Furthermore, the one he loved was not for him anymore. Clary was his sister and not more than that. The only choice was his father. He wanted to help Valentine because at least Valentine recognized his talent and "loved" him. I really liked the dilemmas that Jace had to face as a teenager. All people thought that he was a criminal and he built wall around him higher so that he could protect his heart. Well, how could I not love this character? He was tortured and bitter, concealing all his deep feelings by being a jerk. 

“I don't want to be a man," said Jace. "I want to be an angst-ridden teenager who can't confront his own inner demons and takes it out verbally on other people instead."
"Well," said Luke, "you're doing a fantastic job.” 

Clary tried to move on. She learned to love his best friend, Simon although her mind always yearned for Jace. Her mother was still in coma and she still didn't know what she would do with her power as Shadowhunter. Moreover, there was special power hidden within her...

There were many memorable scenes in this book, especially the last battle in the Valentine's ship. Oh, I liked the part when Simon turned into vampire. So damn cool and eerie at the same time, I didn't know why. I also met the faery clans which were very interesting, considered that I had a thing with faeries since I read The Iron Fey series. And there was an uncomfortable scene when they all met the faery queen: Jace kissed Clary. It was wrong but I was not really surprised since I had already read the spoiler before (I know right, duh!!! Why I did that, no idea =.=).

“I love you; I love you and I don’t care that you’re my sister; don’t be with him, don’t want him, don’t go with him. Be with me. Want me. Stay with me. I don’t know how to be without you.” 

The last hundred or so pages was so heartbreaking. The part when Jace saved Simon despite all their differences and almost died due to enormous blood loss, the time when Simon thought he was gonna die and declared his love to Clary... And most of all it was very sad when Simon really said goodbye at the end because he wanted to start a new life. I always couldn't stand reading about goodbye between long time best friend and I cried in this part. 

“Maybe I could love you someday."
If you ever do," he said, "come and let me know. You know where to find me."
Her teeth were chattering harder. "I can't lose you, Simon. I can't."
You never will. I'm not leaving you. But I'd rather have what we have, which is real and true and important, than have you pretend anything else. When I'm with you, I want to know I'm with the real you, the real Clary."
She leaned her head against his, closing her eyes. He still felt like Simon, despite everything; still smelled like him, like his laundry soap. "Maybe I don't know who that is."
But I do.” 

I could not wait to read the next installment!!

“Well I'm not kissing the mundane," said Jace. "I'd rather stay down here and rot."
"Forever?" said Simon. "Forever is an awfully long time."
Jace raised his eyebrows, "I knew it," he said, "you want to kiss me, don't you?"

4/5

Sunday 12 May 2013

Rapid Fire Questions

Hmmm... kemarin ini teman-teman BBI bikin PR buat semua anggotanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Kebetulan saya sedang sibuk dan keluarga saya datang, jadi belum sempat jawab pertanyaannya dan nge-tag teman lain. Tampaknya saya sudah telat karena event-nya sudah lama *teehee

Tapi saya tetap harus menjawab dong.

1. Nambah atau ngurangi timbunan?
Pengennya sih ngurangin sambil nambah dikit-dikit. Tapi apa daya. Nafsu membeli bukunya terlalu besar, jadi timbunannya makin tinggi saja.

2. Pinjam atau beli buku?

Beli dong. Saya ini tukang koleksi. Kalau pinjam pun, setelah baca selesai pasti ke toko buku buat beli bukunya. 

3. Baca buku atau nonton film?

Pastilah baca buku. Penggemar baca soalnya. Kalau nonton film saya suka ngantuk dan cepat bosan, walaupun saya suka sekali nonton di bioskop. Layar besar, suaranya keras, gambarnya gede, dan bisa gelap-gelapan (*ini maksudnya apa ya?).

4. Beli buku online atau offline? (tobuk yang temboknya bisa disentuh)

Dua-duanya saya suka sih. Kalau online lebih murah soalnya. Tapi saya tetap suka toko buku offline. Kalau sudah ke toko buku, saya bisa berjam-jam kemudian baru keluar. Bahkan saya rela datang jauh-jauh hanya untuk ke toko buku. Kalau disuruh shopping baju atau pergi makan di restoran yang letaknya jauh, saya sih ogah. *pengakuan orang malas

5. Buku bajakan atau ori?

Sejauh ini sih saya selalu baca yang original. Belum pernah nyentuh yang bajakan.

6. Gratisan atau diskonan?

Diskonan. Jarang nunggu gratisan dan minta orang lain beliin. Soalnya keburu nafsu pengen langsung punya.
  
7. Beli pre-order atau menanti dengan sabar?
Menanti dengan sabar. Percuma saja pre-order, timbunan masih banyak yang belum dibaca.

8. Buku asing (terjemahan) atau buku lokal?

Buku asing. Saya tetap setia dengan karya lokal sih, tapi tetap saja. Buku asing banyak yang lebih bagus dan temanya lebih beragam.

9. Pembatas buku penting atau biasa saja?

Biasa saja. Saya biasanya membaca sampai akhir bab. Jadi, tidak perlu pembatas buku sebagai pertanda. Kecuali, bukunya nggak punya bab atau bab-babnya super panjang.

10. Bookmark atau bungkus chiki? 

Ini pertanyaan serius? Bungkus chiki mah saya buang kalau sudah selesai makan, hahaha...

Selanjutnya, saya akan menjawab PR tambahan dari orang-orang yang nge-tag saya. Ihiw! Pertandingan dimulai *apa sih

Pertanyaan dari Maria-Hobby Buku

1. Pengalaman paling nyaman saat membaca buku di mana? (pilih: berdiri di antrian tiket atau duduk di atas toilet atau jongkok di etalase toko buku)
Kalau dari tiga pilihan di atas sih, saya milih jongkok di etalase buku. Seenggaknya nggak bakal ganggu konsentrasi seperti berdiri di antrian atau di toilet eaaaa... Tapi tetap ranjang yang paling enak.

2. Pilih karakter yang menyenangkan tapi mengalami ending tragis atau karakter yang menjengkelkan tapi endingnya bahagia?

Ini tergantung ceritanya sih. Tapi saya lebih senang baca yang tragis-tragis, jadi saya pilih yang pertama.

3. Lebih suka mana: Sherlock Holmes, Dupin, Hercule Poirot, atau Arsene Lupin? (jelaskan alasannya)

Saya baru pernah baca buku yang ada Hercule Poirot doang. Tapi saya suka banget serial TV Sherlock Holmes yang ada Benedict Cumberbatch itu. Jadi, saya memilih Sherlock Holmes.

4. Pilih cover buku bagus tapi isinya biasa atau cover buku jelek tapi isinya luar biasa?

Saya terlalu suka cover buku yang bagus buat dipajang cantik di rak buku saya. Gimana atuh? Paling sebel sama cover jelek soalnya. 

5. Jika ada penawaran dapat buku gratis, pilih 1 edisi clotbound atau 2 edisi PEL (Penguin English Library) atau 3 edisi paperback?

3 edisi paperback. Apalagi bisa milih judulnya.

Pertanyaan dari R. Maryana

11.  Ditimpuk Harry Potter and the Order of the Phoenix atau The Invention of Hugo Cabret? 
Ya, ampun. Pilihan manapun tetap saja masokis. Saya pilih Harry Potter deh, haha...

12.  Makan malem bareng vampir atau werewolf (?) ?
Astaga. Kalau vampirnya cakep kayak Salvatore brothers sih boleh saja. Tapi mending werewolf. Paling digigit jadi werewolf juga. Kalau digigit vampir kan pasti mati dihisap darahnya. Ugh.

13. Seberapa besar dosamu? (baca : buku yang ditimbun dan belum juga kebaca)
216 buku di rak to-read goodreads. Mengerikan kan???? Dan saya tetap terus membeli.

14. Fantasi atau Romance?
Romance. Sejelek-jeleknya romance, masih bisa ditoleransi. Kalau fantasi yang jelek pasti bisa bikin marah.

15. Beli buku dengan bahasa asing atau nunggu lama buat buku terjemahannya?
Biasanya saya langsung beli yang bahasa asing. Keburu nafsu membeli sih. 

Pertanyaan dari Sulis-Peri Hutan

1. buku kipas atau buku kacrut?
Saya suka buku kipas sih, hehe... Kalau buku kacrut, bukannya menghibur malah bikin jengkel.

2. sampul dulu dan dicium-cium dulu bau buku atau langsung baca?
Baca dulu biasanya. Saya susah banget nemu mood buat sampul buku.

3. baca sambil tiduran atau duduk?
Tiduran. Saya pemalesan soalnya. Duduk bikin punggung sakit, sudah tua nih.

4. nggak selesai baca atau baca kilat (skip)?
Aturannya selalu harus baca sampai selesai. Jadi kalau bukunya benar-benar jelek banget, saya baca kilat.

5. hero atau heroin?
Sejauh ini, saya lebih banyak mengoleksi hero yang keren daripada heroin. Apalagi kalau hero-nya tampan dan baik hati, hohoho...

Sekarang saya mau bikin pertanyaan juga, ah.

1. Ketemu penulis favorit atau artis favorit?
2. Protagonis atau antagonis?
3. Historical fiction atau contemporary fiction?
4. Bau buku baru atau bau masakan ibu?
5. Kinokuniya atau Gramedia?

Dan lima orang yang beruntung (atau sial) untuk menjawab pertanyaan ini adalah Alia Dani, Dhieta, Listra Thessalonia, Fenny Herawati, dan Dessy Roshinta. Selamat menjawab!

Lalalala...

Saturday 11 May 2013

Just Like Heaven


Judul : Just Like Heaven (Smythe-Smith Quartet #1)
Penulis : Julia Quinn
Tebal : 232 halaman
Penerbit Ebook : Harper-Collins e-books

Honoria Smythe-Smith is:
A) a really bad violinist
B) still miffed at being nicknamed "Bug" as a child
C) NOT in love with her older brother's best friend
D) all of the above 

Marcus Holroyd is:
A) the Earl of Chatteris
B) regrettably prone to sprained ankles
C) NOT in love with his best friend's younger sister
D) all of the above

Together They:
A) eat quite a bit of chocolate cake
B) survive a deadly fever AND the world's worst musical performance
C) fall quite desperately in love

It's Julia Quinn at her best, so you KNOW the answer is...

D) all of the above

Review:
Sepertinya saya benar-benar kangen baca karya Julia Quinn. Begitu saya membaca buku ini, saya kembali diingatkan pada gaya penceritaan ringan dan dialog lucu yang membuat saya menyukai Julia Quinn beberapa tahun yang lalu. Seri Smythe-Smith ini dimulai dengan cerita yang benar-benar menarik dan membuat saya tidak sabar untuk membaca buku-buku selanjutnya.

Nama Smythe-Smith sudah sering disebutkan dalam novel Julia Quinn yang lain. Keluarga spesial ini suka sekali mengadakan pertunjukan musik tahunan yang sangat jelek. Para pemain musiknya adalah anak-anak perempuan keluarga itu yang belum menikah. Sekalipun mereka tidak berbakat, mereka dipaksa untuk tampil secara memalukan di atas panggung. Tidak terkecuali Honoria.

Marcus dan Honoria sudah saling mengenal sejak kecil. Marcus seringkali menghabiskan waktu di rumah Honoria karena ia bersahabat dengan Daniel, kakak gadis itu. Dan Marcus merasa menemukan keluarga dan kasih sayang di rumah itu yang tidak didapatkannya dalam rumahnya sendiri.

Lalu Daniel diasingkan karena suatu skandal. Ia meminta Marcus berjanji untuk menjaga Honoria. Tanpa sepengetahuan Honoria, Marcus memperhatikan gadis itu dari jauh.

Marcus tahu keburukan, kekonyolan, dan hal-hal memalukan yang pernah dilakukan Honoria. Di sisi lain, Honoria selalu menganggap Marcus terlalu sempurna, penyendiri, dan sedikit galak. Mereka berteman tanpa benar-benar menyadari kalau mereka cocok satu sama lain. Saat Marcus jatuh sakit karena perbuatannya, Honoria merawat pria itu dan baru mengetahui kalau perasaan itu sudah ada di sana, bertunas, dan tumbuh pelan-pelan tanpa disadarinya. Begitu juga Marcus.

Menurut saya, kisah Honoria dan Marcus ini sangat sweet dan asyik sekali. Dialog di antara keduanya sangat lucu dan cerdas karena tidak ada yang perlu ditutup-tutupi dan sikap malu-malu lagi. Keduanya adalah teman lama dan mereka sudah tahu apa kebiasaan masing-masing. Semua percakapan itu terkesan sangat alami dan saya sangat bisa merasakan perubahan perasaan kedua tokoh utama sedikit demi sedikit. Keren pokoknya, kecuali bagian konser musik butut yang membuat Mozart ingin bangkit dari kuburnya itu.

Dan saya sekarang penasaran ingin membaca kisah Daniel Smythe-Smith yang diasingkan itu. Saya punya firasat saya akan menyukai tokoh ini karena sifatnya agak mirip Colin Bridgerton yang merupakan hero favorit saya dari semua buku Julia Quinn, hihi...

4/5